From:                   [EMAIL PROTECTED]
Date sent:              Tue, 15 Aug 2000 01:51:35 -0000
To:                     [EMAIL PROTECTED]
Subject:                Re: Saya baca...

> Buat saya  semua  ini akan  tetap  omong kosong, selama  Jusfiq  belum
> melakukan  mea  culpa, sebelum  Jusfiq ini  belum  menangis  dihadapan
> mayat orang Islam yang juga bergelimpangan. 
>  
> Semua ini, buat saya hanya  sekedar omongan  baling-baling Jusfiq yang
> sedang menurutkan arah angin! 
> 
> Itulah Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo yang cuma tahu ditataran
> saja sebatas mengetik  dan merangkai kata di atas keyboard. Tidak tahu
> kenyataan yang  ada dilapangan, semuanya gampang dan mudah sebagaimana
> Ali Baba "Sa..zam.... buka pintu" langsung pintu terbuka dan mendapat-
> kan  harta (baca idea maupun cita-cita  yang didambakan) tetapi dengan
> cara langsung instant dapat  diraup segera dan dinikmati. Bukannya me-
> lalui proses selangkah  demi selangkah sedangkan kehidupan ini ada ju-
> ga melalui proses tidak langsung nongol. Abrakadraba.
> 
> Inilah kelemahan banyak dari mereka yang menamakan dirinya penjaga mo-
> ral yang hebat di  atas  kertas dan berbusa-busa  di atas mimbar (baca
> juga mimbar internet) tetapi pelaksanaannya nol putul.
>    
> Bagaimana?
> 
> --- In [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED] wrote:
> > 
> > 
> > Date sent:          Mon, 14 Aug 2000 04:12:21 -0500 (CDT)
> > Send reply to:      [EMAIL PROTECTED]
> > From:               [EMAIL PROTECTED]
> > To:                 Multiple recipients of list <diskusi-
> [EMAIL PROTECTED]>
> > Subject:            Saya baca...
> > 
> > 
> > 
> >     Dan saya belum baca me culpa gereja terhadap percaboannya dengan
> >     rezim fascis!
> > 
> >     Dan masih tetap dengan taktik lama: berlindung di belakang
> >     orang, sekarang ini dibelakang Abdurachman Wahid yang TIDAK
> >     DIKRITIKNYA pada hal anjing ini telah menunjukkan kenistaannya:
> >     membiarkan dibunuhnya orang Nasrani oleh laskar jihad assunah 
> wal
> >     jamaah. 
> > 
> >     Orang ini -buat saya - tetap tukang jilatpantata penguasa,
> >     seperti pemimpin PGI yang dulu-dulu. 
> > > 
> > > 
> > >     Menarik, tapi saya belum baca tekad Gereja untuk memisahkan
> > >     urusan gereja darai urusan negara. 
> > > 
> > > 
> > > Pdt Natan Setiabudi, PhDGereja Bukan Organisasi Sosial 
> PolitikSUARA 
> > > PEMBARUAN 
> > > DAILY
> > > 
> > > 
> > > Pdt Natan Setiabudi, PhD
> > > Gereja Bukan Organisasi Sosial Politik
> > > 
> > > Ardiles Rante
> > > NATAN SETIABUDI
> > > Melalui Sidang Raya XIII Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia 
> (PGI) 
> > > di 
> > > Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Maret lalu, Pendeta Natan 
> Setiabudi, 
> > > PhD, 
> > > terpilih sebagai Ketua Umum PGI 2000-2005.
> > 
> > > Ia berobsesi mengembalikan PGI sebagai umat Kristiani dan
> > > institusi gerejawi yang diutus untuk mengesa, melayani, dan
> > > bersaksi di semua bidang kehidupan, termasuk bidang politik. Jadi,
> > > bukan menjadi organisasi massa atau organisasi politik yang
> > > bersumber pada agama. ''Siapa pun yang menjadi presiden dan wakil
> > > presiden saat ini, tidak akan dapat dengan mudah mengatasi
> > > persoalan, atau lebih baik daripada Abdurrahman Wahid dan Megawati
> > > Soekarnoputri. Hal itu karena warisan sejarah dengan
> > > persoalan-persoalan yang menumpuk sangat rumit dan berat,'' kata
> > > Natan kepada Pembaruan. 
> > 
> > 
> >     Dengan statemnt iin, orang ini membenarkan kebiadaban anjing
> >     Abudrachman Wahid! 
> > 
> >     Dengan statement ini orang ini membenarkan perlindungan
> >     Abdurrachma Wahid terhadap Soeharto dan tukang bunuh dan tukang
> >     suruh bunh lain. 
> > 
> >     Tidak angkat bicara dihadapan kebiaabvan Abdurarchman Wahid
> >     adalah kesalahan moral. 
> > 
> > 
> > > Wawancara di bawah ini dirangkum dari
> > > beberapa kali kesempatan pertemuan, ditambah dengan wawancara
> > > tertulis. Berikut petikannya. Bagaimana perasaan Anda ketika 
> diberi
> > > kepercayaan sebagai ketua umum PGI? Perasaan saya bercampur antara
> > > berat, tak berdaya, tertantang, bergairah, pasrah berharap.
> > > Pertama, rasa berat karena beratnya tanggung jawab yang terkandung
> > > dalam jabatan itu. Teristimewa memikulnya dalam situasi bangsa
> > > yang sedang mengalami cobaan berat, dan memikulnya dengan kondisi
> > > PGI yang perlu penyegaran dan pembongkaran besar dengan resistensi
> > > dan inertia kultural yang rumit dan mengarat, sehingga menampilkan
> > > rasa tak berdaya. Kedua, rasa tertantang karena situasi dan
> > > kondisi tersebut sekaligus mengandung tantangan besar.
> > > Membiarkannya berarti menghindari panggilan dan tanggung jawab.
> > > Ketiga, rasa bergairah, karena menurut pemahaman dan keyakinan
> > > saya, kepercayaan yang diberikan itu datang dari pelbagai
> > > pemercaya, dengan isi dan harapan yang beraneka pula. Jadi rame.
> > > Sebagian gereja anggota memberikan suaranya memilih saya dengan
> > > isi kepercayaan dan harapan-harapannya yang tidak persis sama.
> > > Gereja-gereja yang memberikan suaranya untuk calon lain, secara
> > > tak langsung juga mempunyai harapan kepada ketua terpilih.
> > > Keempat, rasa pasrah dan berharap, karena keyakinan bahwa di dalam
> > > semua hal di atas itu Tuhan turut bekerja, dan bahwa kebersamaan
> > > dan kerja sama dengan seluruh Aktivis Oikoumenis Gerejawi (AOG)
> > > dan umat Kristiani mengandung janji penyertaan Tuhan yang membuat
> > > mungkin hal yang mustahil. Apa visi dan misi Anda ke depan? Visi
> > > saya adalah versi saya tentang visi GKYE (Gereja Kristen Yang
> > > Esa), keputusan Sidang Raya XIII PGI di Palangkaraya, Maret 2000
> > > lalu. Visi itu berasal dari visi bersama bapak-bapak dan ibu-ibu
> > > gereja pendiri DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia) pada 25 Mei
> > > 1950, yang terumus dalam satu- satunya tujuan PGI, pembentukan 
> GKYE
> > > di Indonesia dengan rumusan ''membentuk GKYE di Indonesia'', yang
> > > kemudian rumusannya disempurnakan menjadi ''mewujudkan GKYE di
> > > Indonesia'' di Ambon, 1984. Pemahamannya, mengembalikan PGI 
> sebagai
> > > umat Kristiani dan institusi gerejawi yang diutus untuk mengesa,
> > > melayani dan bersaksi di semua bidang kehidupan, termasuk bidang
> > > politik. Jadi bukan menjadi organisasi massa atau politik yang
> > > bersumber pada agama. ''Politisasi'' PGI selama ini menurut
> > > pandangan saya telah membawa PGI pada suatu stagnasi, dilihat dari
> > > tujuannya, yakni keesaan gerejawi untuk menjadi berkat sepenuh
> > > potensinya bagi bangsa, negara dan masyarakat Indonesia. Dari
> > > tujuan ini terkandung pengertian bahwa gereja hanya gereja kalau
> > > mengesa dan bahwa gereja bukan perusahaan atau organisasi sosial
> > > politik. Persoalan intern dan persoalan ekstern yang paling
> > > mendesak? Intern, konsolidasi dan ''rekonsiliasi''. Untuk ekstern,
> > > kredibilitas PGI khususnya, dan umat Kristen pada umumnya.
> > > Bagaimana pendapat Anda tentang ''kembali ke agama'' sebagai salah
> > > satu penopang untuk tetap bertahan dalam iman dalam menghadapi
> > > arus globalisasi? Dalam rangka menghadapi arus globalisasi,
> > > ungkapan ''kembali ke agama'' kabur artinya. Kalau itu berarti
> > > melarikan diri dari globalisasi, bersembunyi, berlindung di balik
> > > agama, maka itu suatu upaya yang sia-sia dan bunuh diri, sama
> > > dengan membiarkan diri terbawa hanyut oleh arus tersebut. Di
> > > antara kedua ekstrem itu, sikap yang benar adalah menafsir kembali
> > > agama dalam interaksinya dengan konteks globalisasi untuk
> > > menemukan peran agama, sehingga globalisasi dapat dijadikan berkat
> > > bagi manusia dan kemanusiaan, dan tidak menjadi malapetaka.
> > > Misalnya, dua kekuatan yang ditampilkan oleh globalisasi ialah
> > > kecepatan dan konektivitas. Kecepatan perubahan begitu akseleratif
> > > dan penyesuaian diri gereja, terutama dalam ketradisionalan di
> > > semua aras dan bidang, seperti pola pikir, pola tindak, pola
> > > berorganisasi, membuat banyak gereja ketinggalan dalam segala hal,
> > > terutama PGI dan yang disebut mainline churches. Gereja- gereja 
> itu
> > > sangat tertinggal dan teredusir menjadi organisasi yang rutin, dan
> > > terseret dalam urusan yang terlampau berbau politis belaka.
> > > Politisasi PGI yang sudah berjalan lama makin tidak diimbangi
> > > dengan kesadaran sebagai gereja yang utuh. Kaum muda yang paling
> > > menjadi korban, karena mereka berada dalam tahap usia atau
> > > kehidupan yang paling dinamis, sehingga paling terkena dampak
> > > globalisasi, sementara gereja terlampau lamban menyerap perubahan
> > > dan menyesuaikan diri, baik secara struktural maupun kultural.
> > > Akibatnya kaum muda tidak mendapat tempat dan bimbingan yang
> > > memadai dan relevan dari gereja. Degree of connectivity, derajat
> > > konektivitas, di samping kecepatan, adalah suatu ciri pokok paling
> > > penting dari globalisasi. Globalisasi juga memperlebar jurang kaya
> > > miskin, dan kalau dibiarkan juga memperbesar ketidakadilan. Namun
> > > peran gereja ''tercuri'' oleh LSM- LSM (lembaga swadaya 
> masyarakat)
> > > karena kelambanan dan keterpecahan di atas. Dibandingkan cara
> > > kerja, sumber daya manusia, fasilitas LSM, gereja pada umumnya
> > > adalah amatiran. Gereja cuma menang dalam luasnya cakupan garapan,
> > > tapi itu hanya memperkuat kelemahan gereja, karena makin luas
> > > cakupan pelayanannya makin tidak efektif dan tidak terasa
> > > kinerjanya. Keesaan dengan derajat konektivitas yang canggih
> > > meliputi semua, cepat, tepat, dan posisi sebagai bagian dari civil
> > > society, adalah kondisi bagi gereja untuk dapat berperan secara
> > > signifikan bagi mengatasi persoalan kemiskinan dan ketidakadilan
> > > dalam arus globalisasi dan dengan memanfaatkan globalisasi itu.
> > > Bagaimana peranan PGI agar lebih diperhitungkan dalam percaturan
> > > pembangunan politik di Indonesia dan bagaimana agar perjuangannya
> > > berhasil? Dengan jalan menjadi GKYE yang indispensable secara
> > > sosial dalam kemanusiaan, yakni mengatasi kekerasan, penegakan
> > > keadilan dan hak asasi manusia dan dalam demokratisasi, yakni
> > > menjadi civil society, jurnalisme profesional gerejawi, pusat
> > > kajian strategis, pusat bina kader ekumene, AOG seluruh Indonesia,
> > > dengan derajat konektivitas yang tinggi; diferensiasi fungsi dari
> > > jabatan gerejawi/PGI dan jabatan kenegaraan/partai agar dapat
> > > diintegrasikan secara benar demi kehadiran tubuh Kristus secara
> > > institusional dan keumatan yang sinergis. Apa tantangan-tantangan
> > > PGI sebagai wadah yang mengkoordinasi gereja- gereja lokal yang
> > > cenderung primordial, berkaitan dengan persatuan dan kesatuan?
> > > Pertama, mewujudkan GKYE di Indonesia. Konsisten dengan pendirian
> > > DGI 1950, dengan satu-satunya tujuan, yaitu pewujudan GKYE di
> > > Indonesia, bahwa gereja hanya gereja kalau esa dan mengesa. Kedua,
> > > mengeliminasi pemberhalaan dasar gereja. Dinamika eksternal gereja
> > > dijadikan dinamika internal gereja; dengan tradisi, teologi,
> > > struktur, kultur, dan sebagainya dijadikan pengganti dasar yang
> > > satu-satunya yang benar dan mampu, yakni Tuhan Yesus Kristus.
> > > Pendapat Anda tentang penyaluran aspirasi umat Kristen dalam
> > > politik? Tidak mendirikan negara Kristen, seandainya secara 
> politik
> > > hal itu dimungkinkan sekalipun. Saat ini, percaya pada kebijakan
> > > rakyat, tersalur dalam Pemilu 1999 dan para wakilnya, yang dalam
> > > Sidang Umum MPR 1999 memilih Gus Dur dan Megawati sebagai presiden
> > > dan wakil presiden. Sampai dengan Juli 2000, tetap yakin belum ada
> > > dan belum perlu diada- adakan pengganti, dengan dasar pemikiran
> > > bahwa siapa pun yang menjadi presiden dan wapres tidak akan dapat
> > > dengan mudah mengatasi persoalan, atau lebih baik daripada Gus Dur
> > > dan Mega, karena warisan sejarah dengan persoalan- persoalannya
> > > yang menumpuk dan sangat rumit dan berat. Kecenderungan
> > > mengarahkan kritik secara tidak proporsional terlalu hanya pada
> > > mereka berdua, mencerminkan adanya agenda politik tersembunyi atau
> > > ketidakmatangan dan ketidakproporsionalan sikap. Itu tercermin
> > > juga dalam hasil Forum Rembuk Nasional yang diselenggarakan di
> > > Denpasar itu, sejauh dilaporkan media massa. Tak ada yang baru
> > > kecuali memerintahkan pemerintah supaya memerintah. Nada menggurui
> > > itu terdengar juga di seminar yang diselenggarakan Iluni-UI
> > > (Ikatan Alumni Universitas Indonesia) akhir Juni 2000, ketika dari
> > > floor mahasiswa menagih tanggung jawab Gus Dur mengenai enam butir
> > > agenda reformasi yang dirumuskan mahasiswa. Cara dan nada
> > > penyampaiannya, oleh Gus Dur dinilai sebagai ''merasa seolah-olah
> > > yang paling tahu''. Mengkritik Gus Dur harus. Itu kewajiban warga
> > > negara yang bertanggung jawab dan fungsi civil society demi
> > > demokratisasi dan demokrasi. Dengan kritik yang proporsional, 
> > 
> > 
> > 
> >     Kritik proposional. 
> > 
> >     Ini kan = dengan kritik jangan terlalu pedes? 
> > 
> >     Dan siapa yang menentukan pedes tidaknya kritik itu? 
> > 
> >     Jadi kalmat ini =j angan kritik Abdurrachman Wahid. 
> > 
> > 
> > > akan
> > > dapat dibangun sinergi dari seluruh kekuatan bangsa dan negara
> > > untuk menanggulangi persoalan dengan prioritas-prioritas yang
> > > strategis. Tanpa itu akan habis tenaga bangsa Indonesia hanya
> > > untuk ngomong saja secara tak proporsional, sementara kekuatan-
> > > kekuatan jahat merajalela dan mematikan orang-orang di Maluku,
> > > Maluku Utara, dan lain-lain, dan membiarkan (atau menyulut,
> > > memanfaatkan) konflik- konflik berdarah di tengah masyarakat,
> > 
> > 
> > 
> >     Hari  ini, anjing congekpun tahu bahwa semua ini JUGA terjadi
> >     karena kesalaan Abdurachman wahid  yang TIDAK menyuuh tangkap
> >     anggota laskar assunah wal jamamh ketika masih di Bogor,
> >     kesalahan Abdurrachman Wahid yang masih mau mendengarkan argumen
> >     serdadu? 
> > 
> > 
> > > misalnya di Tegal dan di Jakarta. Apakah rencana jangka pendek dan
> > > jangka panjang PGI? Dalam konteks Indonesia sekarang dan lima 
> tahun
> > > ke depan, menyangkut puluhan juta umat Kristiani, yang sehari-hari
> > > berkomunitas dalam 40-50-an ribu jemaat di seluruh Indonesia, hal
> > > itu dapat diterjemahkan dalam kerinduan- kerinduan. Pertama,
> > > kerinduan bahwa mereka ter-networked, atau mulai ter- networked,
> > > dalam suatu kesatuan tubuh yang memiliki derajat konektivitas yang
> > > tinggi, seperti tubuh manusia ciptaan Tuhan yang canggih tiada
> > > banding, yang tertulis dalam I Korintus 12. Sehingga, menjadi
> > > kekuatan moral dan sosial yang memadai, untuk bersama-sama umat
> > > beragama lain dan kelompok sosial lain, benar-benar dapat secara
> > > signifikan ikut mengatasi kekerasan dalam segala bentuknya,
> > > dampaknya, dan sumbernya, demi penegakan dan pembudayaan HAM bagi
> > > semua. Kedua, menjadi bagian dari masyarakat warga atau masyarakat
> > > sipil Indonesia (civil society), yang dapat mengurus diri dan
> > > menyelesaikan persoalan secara damai dan beradab, memberi diri
> > > kepada bangsa dan bersuara nabi, demi proses demokratisasi,
> > > penegakan hukum dan keadilan serta pemakmuran masyarakat, bangsa,
> > > dan negara Indonesia. GKYE di Indonesia ini meliputi semua gereja,
> > > organisasi ekumenis, lembaga-lembaga, setiap orang yang mengaku
> > > nama Kristus tidak ada yang dieksklusifkan, dengan keyakinan bahwa
> > > dasarnya, yakni Tuhan Yesus Kristus, satu-satunya dasar yang mampu
> > > menampung segala macam perbedaan dan menjadikan masing-masing
> > > elemen kemajemukan dalam satu tubuh yang hidup. Derajat
> > > konektivitas yang merangkai para aktivis ekumene gerejawi,
> > > sentra-sentra institusional, dan umat Kristiani dalam suatu
> > > keesaan yang majemuk, yang berdaya guna bagi penanggulangan dan
> > > pencegahan kekerasan, serta menopang proses demokratisasi bangsa
> > > dan negara seperti itu, dipelihara dan selalu dikoreksi melalui
> > > prinsip dan praktek akuntabilitas gerejawi. Di dalam gereja yang
> > > esa kita mempraktekkan transparansi dan saling bertanggung jawab
> > > sebagai sumbangsih dan dukungan bagi praktek akuntabilits publik
> > > dari seluruh pejabat dan institusi publik, sebagai kunci mekanisme
> > > penyelesaian persoalan secara beradab dan di dalam kasih. Di dalam
> > > kaitan visi itu, misi dipahami sebagai istilah second order,
> > > artinya misi adalah fungsi dari visi, yaitu hakikat atau esensi
> > > dari setiap dan semua kegiatan untuk mewujudkan visi. Dalam
> > > pengertian itu, misi adalah semua upaya dan kegiatan yang
> > > memfasilitasi terjadinya perjumpaan antara orang (atau masyarakat
> > > atau lembaga atau dunia) yang dilayani dengan Tuhan. Dasarnya
> > > adalah keyakinan bahwa kekerasan hanya dapat diatasi dampak dan
> > > pencegahannya kalau terjadi perjumpaan antara korban atau pelaku
> > > dengan Tuhan. Tentu rumusan hakiki misi itu perlu diterjemahkan
> > > dalam konteks masing-masing. Kalau keempat agenda visi itu
> > > terwujud, berarti, pertama, teratasinya kekerasan secara
> > > signifikan sehingga HAM dihormati dan semua manusia diperlakukan
> > > sebagai manusia, kedua, keikutsertaan gereja sebagai bagian dari
> > > civil society Indonesia yang tercipta demi bangsa dan negara yang
> > > demokratis dan sejahtera, ketiga, terciptanya derajat konektivitas
> > > antara puluhan juta umat Kristiani yang berkomunitas dalam 40-50an
> > > ribu jemaat di seluruh Indonesia dalam network of networks, yang
> > > sangat majemuk dan kaya dan efektif berdaya guna, dan keempat,
> > > berlakunya akuntabilitas di antara semua komponen umat Kristiani
> > > dalam suatu bentuk GKYE yang memadai. Dengan demikian setiap
> > > penyimpangan terkoreksi pada saatnya, tercapai, semua itu adalah
> > > buah hasil dari terjadinya perjumpaan antara manusia dan Tuhan
> > > dalam seluruh konteks dan aras kehidupan individu, kelompok,
> > > keluarga, masyarakat, dan institusi gerejawi dan sosial. Misinya
> > > adalah membuahkan hasil tersebut, dan itu pada hakikatnya adalah
> > > bagaimana kita memperjumpakan semua yang terlibat dalam keempat
> > > agenda itu berjumpa dengan Tuhan dalam konteksnya masing-masing. 
> > 
> > 
> > 
> >     Buat saya semua ini akantetap omong kosong, selama PGI belum
> >     melakukan mea culpa, sebelum orang ini belum menangis dihadapan
> >     mayat orang Islam yang juga bergelimpangan. 
> > 
> >     Semua ini, buat saya hanya sekedar omongan baling-baling yang
> >     sedang menurutkan arah angin! 
> > 
> > 
> > u
> > > - PEWAWANCARA: CYPRIANUS AOER 
> > > 
> > > 
> > > Last modified: 8/13/00 
> > > 
> > > Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo
> > > =====================================
> > 
> > 
> > 
> > Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo
> > =====================================
> > 
> > * Ijtihad untuk mencerdaskan ajaran Islam yang sekarang ini penuh 
> ketololan, kedunguan, kegoblokan dan kebodohan
> > 
> > * Ijtihad untuk memanusiawikan ajaran Islam yang sekarang ini 
> biadab, keji dan nista


Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo
=====================================

* Ijtihad untuk mencerdaskan ajaran Islam yang sekarang ini penuh ketololan, 
kedunguan, kegoblokan dan kebodohan

* Ijtihad untuk memanusiawikan ajaran Islam yang sekarang ini biadab, keji dan nista


Kirim email ke