http://kompas.com/kompas-cetak/0104/06/IPTEK/pent10.htm >Jumat, 6 April 2001 Penting, Pengawasan Keamanan Pangan Jakarta, Kompas Pengawasan terhadap pangan dan bahan berbahaya memegang peran penting, mengingat banyak bahan kimia yang digunakan baik untuk kepentingan konsumtif maupun industri. Bahan kimia itu jika tidak dikelola dengan baik bisa berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Hal itu dikemukakan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Drs Sampurno MBA seusai melantik Sekretaris Utama Badan POM Dra Mawarwati Tedjo Djamaluddin serta Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Prof Dr Ir Dedi Fardiaz MSc, Rabu (4/4) lalu. Dua deputi lain, yaitu Deputi Pengawasan Obat Terapeutik dan Alat Kesehatan serta Deputi Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplimen sedang dalam taraf pengajuan nama. Menurut Sampurno, saat ini peluang produk Indonesia-termasuk produk obat dan makanan-untuk masuk pasar regional maupun pasar global makin luas. Sebaliknya kesempatan produk impor untuk menyerbu pasar domestik juga makin luas. "Ketatnya persaingan dalam memperebutkan pasar harus tetap terjaga dalam koridor persaingan yang sehat dan memperhatikan betul aspek mutu dan keamanan produk. Badan POM harus mampu mengembangkan sistem pengawasan yang efektif dan efisien untuk menjamin produk yang beredar di pasaran memenuhi standar mutu dan keamanan dalam rangka melindungi kesehatan dan keselamatan konsumen," urainya. Dalam industri pangan digunakan berbagai bahan kimia, seperti pengawet, pengemulsi, pemberi rasa, peningkat rasa, pewarna dan sebagainya. Bahan-bahan itu memiliki risiko terhadap kesehatan jika tidak dikelola dan diawasi dengan baik. Misalnya penggunaan pengawet dan pewarna bukan untuk makanan. Ada pula ancaman residu pestisida pada bahan pangan pertanian. Penanganan hal itu memerlukan kerja sama lintas sektor. Dalam hal ini Dedi Fardiaz, guru besar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor yang pernah menjadi staf ahli menteri di Kementerian Negara Riset dan Teknologi/Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dinilai sesuai untuk tugas pengawasan pangan. Sampurno mengakui, kematian atau kesakitan akibat bahan kimia sulit didata. Yang ada hanya data dari Sentra Informasi Keracunan (Siker) dari Badan POM. Ada sejumlah kasus keracunan pangan, obat maupun bahan kimia baik di rumah tangga maupun tempat kerja yang dikonsultasikan ke Siker. Sentra itu memberi informasi tentang jenis dan karakteristik bahan kimia serta penanganan awal. Sedang untuk penanganan lanjutan Siker bekerja sama dengan rumah sakit, misalnya RS Cipto Mangunkusumo di Jakarta, RS Hasan Sadikin di Bandung serta rumah sakit lain. "Masalah perlindungan konsumen belum bisa optimal jika produksi dan peredaran produk ilegal yang berisiko tinggi terhadap kesehatan masyarakat belum dapat diberantas. Untuk itu Badan POM diperkuat dengan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan," tutur Sampurno. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Badan POM memperoleh alokasi pendanaan relatif besar, Rp 44 milyar, yaitu dua kali lipat dari tahun lalu. Selain itu badan itu juga akan diberi kesempatan untuk mendapatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari biaya registrasi obat dan kosmetik yang dulunya gratis. Diharapkan dengan dukungan finansial seperti ini program Badan POM bisa luas dan efektif. (atk)