http://kompas.com/kompas-cetak/0104/06/NASIONAL/corn06.htm >Jumat, 6 April 2001 Cornelis Lay: Bangsa Indonesia Sedang Sakit Jiwa Semarang, Kompas Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Drs Cornelis Lay MA menilai, kebuntuan politik yang kini dialami bangsa Indonesia semakin berkepanjangan, karena para elite lebih memilih bersilang pendapat daripada mendengarkan pendapat satu sama lain. Lebih ironis lagi, kepercayaan yang diberikan rakyat untuk mencari jalan keluar disalahgunakan. Yang terjadi saat ini para elite bukannya menyelesaikan masalah tetapi justru menciptakan masalah. Cornelis Lay mengemukakan hal ini pada Seminar "Pendekatan Budaya dan Institusionalisasi dalam Mengatasi Konflik dan Membangun Konsensus untuk Mencegah Disintegrasi Bangsa" yang diselenggarakan Panitia Peringatan 100 Tahun Bung Karno di Jateng, Kamis (5/4), di Semarang. "Yang terjadi saat ini para elite kayak lebah yang ribut saja melulu, sehingga tidak ada yang mau mendengar aspirasi rakyat. Padahal yang dibutuhkan bangsa kita saat ini bukan lagi bicara lagi tetapi mendengar. Kayak-nya kita ini tidak butuh lagi pengamat politik, tetapi kita butuh psikiater karena kita semua sedang mengalami sakit jiwa," ujar Lay. Kepada wartawan Lay mengatakan, justru yang diperlukan saat ini adalah kerelaan para elite untuk saling mendengar, mengakhiri perdebatan, dan mencari jalan keluar menyelamatkan bangsa dari kehancuran. "Apa masih kurang kritik kepada presiden? Yang kita perlukan saat ini adalah kesadaran untuk mendengar satu sama lain, bukan saatnya berargumentasi," tegasnya. Kecenderungan untuk tidak saling mendengar antar-elite terlihat jelas dalam proses memorandum. "Ketika memorandum pertama keluar, belum sempat Presiden memberikan jawaban DPR sudah terburu-buru menyatakan akan mengeluarkan memorandum kedua, belum sampai ke tingkat itu Presiden pun sudah menyatakan memorandum itu tidak sah," katanya. Bahkan yang lebih memalukan lagi, kata Lay, sejumlah elite melakukan cara kotor dengan "meminjam tangan rakyat" melalui penggalangan massa di tingkat bawah demi mewujudkan ambisi politik mereka. Pada acara yang sama, pakar hukum Prof Dr Suwoto Mulyosudarmo SH menyatakan krisis multi-dimensional yang terjadi saat ini akibat kesalahan sistem, terutama lemahnya DPR dalam melaksanakan fungsinya. Meski demikian, dalam kondisi seperti sekarang ini tidak berarti harus mengabaikan sistem yang berlaku. Jika sekarang ada tuntutan supaya presiden turun, semua itu harus dikembalikan pada mekanisme yang ditetapkan, tidak bisa melalui keputusan politik. "Gus Dur menjadi Presiden bukan karena dipilih rakyat, dan tidak pernah dipilih rakyat. Karena itu kalau sekarang Gus Dur dianggap tidak melaksanakan tugasnya, kita serahkan kepada MPR yang menyelesaikan masalah ini," tegasnya. (son)