http://kompas.com/kompas-cetak/0104/10/IPTEK/huta10.htm >Selasa, 10 April 2001 Dirjen PHKA Ir Wahyudi Wardoyo: Hutan Indonesia Kritis akibat Penebang Liar Besitang, Kompas Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Ir Wahyudi Wardoyo mengakui, akibat penebangan liar kondisi hutan di Indonesia sudah kritis. Mengingat masalahnya cukup pelik, yang melibatkan banyak pihak mulai dari oknum-oknum pejabat, para cukong, dan masyarakat sendiri, untuk mengatasinya tidak mungkin sendirian dan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. "Apalagi saya ini bukan malaikat yang bisa menangani semua itu dengan mudah," kata Wahyudi dalam acara dialog sejumlah pengurus lembaga swadaya masyarakat (LSM) Sumatera Utara, Aceh, dan Jakarta, dengan para Duta Besar Negara Uni Eropa di Desa Aras Napal, Kecamatan Basitang, Kabupaten Langkat (sekitar 120 kilometer arah barat Medan), Jumat (6/4) malam lalu. Kondisi hutan Indonesia bukan saja sudah rusak parah, tetapi juga telah terperosok ke dalam krisis berkepanjangan seiring dengan kisruhnya perpolitikan nasional. Penebangan liar sudah meluas dan tidak terkendali, dan terdapat konsensus umum bahwa 30 juta-50 juta meter kubik dari konsumsi kayu nasional berasal dari sumber-sumber ilegal. Sampai tahun 1998 saja, hutan eks hak pengusahaan hutan (HPH) yang rusak telah mencapai 14,65 juta hektar yang berasal dari 129 HPH yang tidak diperpanjang karena kinerjanya buruk, selain 64 HPH dicabut izinnya. Bahkan, dari total areal hutan yang dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Inhutani I-V seluas 11,69 juta hektar, sebagian besar berasal dari areal eks HPH dan sebesar 77,8 persen sudah merupakan hutan belukar. Walau kondisinya sudah kritis, Dirjen Wahyudi yang baru sekitar 10 hari diangkat menggantikan Ir Harsono, tidak kehilangan optimisme. Di hadapan sejumlah tokoh LSM Sumut dan Aceh, Wahyudi yang sebelumnya adalah staf ahli konservasi di Departemen Kehutanan menegaskan, dalam waktu dekat akan dilakukan tindakan jangka pendek. Tidak diungkapkan bentuk tindakan yang akan segera diambilnya, tetapi LSM-LSM yang selama ini peduli dengan konservasi diminta ikut membantu. Cukup positif Sebelumnya, pengurus LSM telah memberi masukan tentang maraknya aksi penebangan liar, baik di Aceh, Sumut, maupun di Jambi. Juga dijelaskan tentang keterlibatan oknum-oknum pejabat, aparat keamanan, oknum jajaran kehutanan, dan cukong-cukong kayu dalam aksi penghancuran hutan di Tanah Air itu. Dalam kaitan ini, yang menjadi korban, dalam arti dihukum oleh pengadilan, hanyalah rakyat miskin yang mencari sesuap nasi, sedangkan para cukong, oknum pejabat-baik dari aparat keamanan maupun sipil-tetap tak terjamah oleh hukum. "Contoh kongkretnya cukong kayu Janes Tan alias Acan yang jelas-jelas terlibat perambahan hutan TNGL di perbatasan Aceh dan Sumut, yang hingga kini masih bebas berkeliaran. Padahal, sebelumnya yang bersangkutan sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) di Polres Langkat," kata Marjoko dari Forum Komunikasi Pengacara (FKP) 61. Wahyudi menilai, peran LSM dalam mengatasi aksi-aksi penebangan liar cukup positif dan menggembirakan. Dalam hal ini ia menegaskan, pihaknya sangat terbuka dan ingin terus menjalin kerja sama dengan LSM agar masalah penghancuran hutan di negara ini bisa diatasi. Sementara tentang keterlibatan oknum-oknum jajaran kehutanan, Wahyudi tidak menutup-nutupi kemungkinan itu. Namun ditegaskan, tidak semua aparat jajaran kehutanan jelek. Masih ada yang tetap konsisten dengan tugas-tugas yang mereka emban. Dalam konteks kerja sama dengan LSM, Kepala Balai TNGL Ir Adi Susmianto meminta pihak LSM dan mahasiswa yang peduli terhadap masalah konservasi bekerja sama dengan jajaran kehutanan untuk menangkap kayu-kayu hasil penebangan liar. Caranya, antara lain dengan melakukan razia langsung ke sentra pencurian kayu atau bergabung di pos-pos penjagaan, atau pemeriksaan hasil hutan yang dibawa oleh truk-truk dari Aceh ataupun daerah lainnya. (sp)