http://kompas.com/kompas-cetak/0108/23/JATIM/dana36.htm >Kamis, 23 Agustus 2001 Sidang Lanjutan Korupsi KUT Dana "Menguap" di KSM Capai Rp 3,85 Milyar Kediri, Kompas - Sonhadji, terdakwa koruptor dana Kredit Usaha Tani (KUT), tidak menyalurkan semua dana kredit yang diterima Koperasi "Subur Makmur" (KSM) yang dipimpinnya, untuk kepentingan modal usaha petani. Berdasar audit penyaluran KUT oleh Koperasi Jasa Audit (KJA) Jawa Timur, dana KUT yang "menguap" di KSM, mencapai Rp 3,85 milyar. Fakta itu terungkap dalam sidang lanjutan dugaan korupsi KUT, di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri, Rabu (22/8). Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Zaenal Abidin itu, menghadirkan saksi ahli Herry Dwi Heryanto, seorang auditor KJA. Sementara terdakwa, hadir di persidangan dengan mengenakan kemeja lengan panjang warna putih, dan berdasi. Ia didampingi penasihat hukum Luluk Wigati SH, Harli Lilik SH, dan rekan. Sementara sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU), adalah Max Lesilolo SH. Menurut Herry, yang mengaudit penyaluran KUT di KSM pada Agustus hingga September 1999, total dana KUT yang diterima KSM sebanyak Rp 13,83 milyar. Dari sekian itu, yang disalurkan kepada petani, hanya Rp 9,98 milyar. Sisanya, Rp 3,85 milyar, tidak sampai di tangan petani. Dari hasil audit, terlihat bahwa dana yang "menguap" itu, digunakan untuk kebutuhan nonpetani. Rinciannya, Rp 496,9 juta masih tersimpan di rekening tabungan Bank Bukopin, atas nama Ketua KSM Sonhadji. Kemudian, Rp 1,38 milyar masuk ke kas KSM, sebagai potongan di muka atas bunga kredit. Lainnya, Rp 83,7 juta, dipinjam oleh Sonhadji. Lantas sisanya, Rp 1,88 milyar, hingga audit selesai masih berada di rekening beberapa ketua kelompok tani. "Adanya dana-dana KUT yang tidak disalurkan itu, merupakan pelanggaran terhadap SK Bersama Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, dan Menteri Koperasi, serta Instruksi Gubernur BI. Kalau menurut aturan-aturan itu, semua dana yang diterima, yaitu Rp 13,83 milyar, harus diberikan kepada petani," ujar Herry. Saksi menyatakan, KJA mengaudit penyaluran KUT di KSM, atas permintan Kantor Wilayah Departemen Koperasi Jawa Timur. Akan tetapi, walaupun permintaan itu oleh Kanwil Depkop, namun hasil audit tersebut tetap disampaikan kepada Sonhadji. Dalam sidang itu, JPU Max Lesilolo juga akan menghadirkan Sekretaris KSM, Muhaimin, sebagai saksi. Namun, keterangan Muhaimin batal didengarkan, karena yang bersangkutan menggunakan hak ingkarnya. Pasalnya, Muhaimin tak lain kakak kandung terdakwa. Dalam sidang, Max tetap ingin agar keterangan Muhaimin didengar, walaupun tidak disumpah. "Sebab, Muhaimin yang menjabat sebagai Sekretaris KSM, juga tahu ke mana aliran uang KUT ini," ujarnya. Permintaan itu dilawan tim kuasa hukum Sonhadji, yang mengungkapkan keberatan, karena ada hubungan darah antara terdakwa dan calon saksi. Ketua Majelis Hakim Zaenal Abidin, akhirnya tidak meluluskan permintaan jaksa. Apalagi, saat ditanya apakah saksi akan menggunakan hak ingkarnya, Muhaimin menjawab "Ya." Sehingga ia pun dipersilakan mundur dari kursi saksi. Jika tetap didengar keterangannya, menurut Zaenal akan sia-sia saja, karena keterangan itu tak bisa dijadikan alat bukti. Sidang dilanjutkan pada Rabu 5 September 2001, dengan menghadirkan saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (adp) --------------------------------------------------------------------- Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id