http://kompas.com/kompas-cetak/0108/24/OPINI/gusd04.htm >Jumat, 24 Agustus 2001 Gus Dur, LSM, dan Sinergitas Oposisi Efektif Oleh Hasrul Halili POSISI kontroversial Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai sosok yang fenomenal seperti tak ada habis-habisnya disorot publik. Begitulah kesan yang bisa ditangkap dari meriahnya sambutan masyarakat terhadap dirinya beberapa saat setelah menyatakan resmi keluar dari istana kepresidenan. Sebagian masyarakat-antara lain diwakili budayawan Goenawan Mohamad-bahkan secara antusias menyambut keluarnya Gus Dur dari "kerangkeng struktural" kembali ke "habitat kultural" dengan menyatakan, dilengserkannya Gus Dur dari kursi kepresidenan bisa menjadi momentum simbolis untuk memberdayakan atau membangun kembali perjuangan rakyat yang otentik, yaitu sebuah perjuangan yang benar-benar lahir dari aspirasi sejati rakyat, bukan sekadar perjuangan semua yang mengatasnamakan rakyat seperti yang sering dilontarkan dalam banyak retorika elite politik selama ini. Oleh karena sambutan yang demikian itu, Gus Dur sendiri lalu yakin, proses pelengseran dirinya sebagai Presiden bukanlah sesuatu yang memalukan-sehingga tak perlu menundukkan kepala ketika keluar dari istana-tetapi malah bisa menjadi semacam blessing in disguise. Ia tidak lagi disibukkan urusan tetek-bengek birokrasi formalistik, dan leluasa meneruskan cita-cita perjuangan demokrasi, tentu dengan gaya dan pola yang telah lama dibangun selama ini sebagai sosok pejuang demokrat pada basis kultural. Maka, cukup bisa dipahami bila pernyataan pertama yang ia lontarkan pascapengobatannya dari Amerika adalah keinginannya untuk berjuang kembali membangun tradisi demokrasi bersama rakyat, di mana kepentingan rakyat harus dikedepankan, terutama saat pilihan-pilihan demokratis ditentukan dalam konteks bermasyarakat dan bernegara. *** SALAH satu di antara sekian banyak harapan besar yang ingin diletakkan banyak orang ke pundak Gus Dur (pascapresiden) dalam proses demokratisasi adalah kemampuan potensialnya untuk membangun gerakan oposisi yang efektif terhadap pemerintah. Sebagaimana diakui banyak kalangan (dalam maupun luar negeri), track record Gus Dur selama ini-terutama sebelum menjabat sebagai Presiden-adalah sosok yang identik sebagai tokoh oposan yang cukup disegani, terutama ketika sikap oposisinya itu dilakukan dari luar ranah kenegaraan. Masyarakat masih ingat betul bagaimana kekuatan oposisi Gus Dur pada zaman rezim Soeharto dan BJ Habibie begitu diperhitungkan, karena selain kapasitas pribadi Gus Dur yang secara intelektual mumpuni, ia juga mendapat dukungan cukup signifikan, baik dari basis massanya secara luas maupun dari kalangan LSM pada lingkungan terbatas. Selain itu, masyarakat saat itu juga begitu percaya kepada Gus Dur, terutama pada konsistensinya memerangi segala tindakan yang dianggap bisa berpotensi membunuh benih-benih demokrasi, seperti sikap sektarianisme, militerisme, tirani mayoritas atas minoritas, politisasi agama pada wilayah kenegaraan, dan lain-lain. Walhasil, pada waktu itu, kebanyakan orang begitu percaya untuk menempatkan Gus Dur sebagai figur yang paling pantas ditempatkan di garda depan oposisi sebagai pengimbang sekaligus pengontrol pemerintah. Douglas E Ramage (1995:45) merangkum posisi Gus Dur saat itu sebagai seorang oposan yang potensial dengan menyatakan, "Wahid is not only leader of NU (the largest non-govermental Islamic organization in the world), but he is also a provocative religious and political thinker and a leading proponent of secular democracy in Indonesia". Sayang, potensi sebagai oposan itu perlahan-lahan mengalami degradasi setelah Gus Dur mulai merambah wilayah politik praktis pada level struktural, yang berujung pada terpilihnya ia sebagai Presiden ke-4. Masuknya Gus Dur ke wilayah struktural ternyata tidak hanya mengakibatkan terjadinya degradasi penilaian terhadap dirinya secara pribadi, tetapi juga berakibat luas pada hampir lumpuhnya secara total gerakan oposisi kultural, menjadi hanya sekadar gerakan parsial dan sporadis. Bahkan kalangan LSM yang seharusnya menjadi penerus perjuangan Gus Dur sebagai fasilitator oposisi nonstruktural seperti tidak bisa meneruskan tradisi oposisi yang dirintis selama ini oleh Gus Dur. Mereka pada titik tertentu bahkan menjadi mitra kerja Gus Dur di pemerintahan. *** KINI, setelah Gus Dur kembali ke habitatnya, harapan itu timbul kembali. Dan secara simbolis itu sudah dilakukan dengan banyaknya tokoh-tokoh LSM maupun masyarakat informal yang sowan dan menyambangi Gus Dur pada detik-detik terakhir pemerintahannya, yang kemudian dipertegas lagi dengan pernyataan selamat datang kembali di rumah demokrasi rakyat. Tetapi, sebuah catatan penting tampaknya harus dikemukakan berkaitan dengan hal ini, bahwa kehendak untuk menempatkan Gus Dur kembali sebagai tokoh oposan jangan diniatkan sebagai bagian dari skenario "politik balas dendam", terutama terhadap lawan-lawan politiknya yang sedang berkuasa saat ini, termasuk di dalamnya pihak-pihak yang terlibat skenario pelengseran dirinya. Gerakan oposisi Gus Dur harus ditempatkan sebagai oposisi sejati, yang tidak hanya punya target kekuasaan semata-mata, tetapi ia harus ditempatkan dalam bingkai lebih besar, yaitu membangun sebuah mekanisme fungsi kontrol terhadap negara yang memang punya kecenderungan menyimpang. Dalam narasi besar pergerakan demokrasi, oposisi yang dirintis Gus Dur adalah sebuah basis pergerakan yang mencoba melakukan stimulasi edukatif kepada masyarakat agar terbiasa dengan tradisi berdemokrasi yang fair dan elegant. Harapan seperti ini terasa wajar dibebankan kepada Gus Dur mengingat kita tidak dapat berharap terlalu banyak kepada elite politik lain yang sedang ada di lingkaran dalam struktur kekuasaan, dengan memperhatikan fenomena betapa asyiknya waktu mereka dihabiskan untuk urusan bagi-bagi kue kekuasaan. * Hasrul Halili, Kepala Bidang Divisi Kajian Hukum Strategis Lembaga Bina Kesadaran Hukum Indonesia (LBKHI) Yogyakarta. --------------------------------------------------------------------- Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED] Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id