Mencintai Setulus Hati

By: M. Agus Syafii

Laki-laki separuh baya itu duduk pembaringan menemani istrinya sampai kemudian 
menghembuskan napas terakhir.  Mencintai dengan setulus hati pada istri telah 
menjadi komitmen, ketika dirinya didera ketakutan hidup sendiri telah 
menghantui dirinya sejak lama. Ia berusaha mempersiapkan diri dan selalu 
berusaha melayani istri dengan baik karena menderita sakit. Kesabaran karena 
kasih sayang tak terukur yang diberikan pada istrinya sebab ia dan 
anak-anaknya  benar-benar merasakan kasih sayang dari istri dan ibu yang tidak 
pernah sedikitpun menyakiti hati mereka.  Meski menderita sakit namun kata-kata 
dan sikap yang begitu lembut dan tidak pernah menjadi marah. Sampai kemudian 
terjadilah apa yang ditakutkan, serangan penyakit yang tak tertolong oleh 
dokter dan rumah sakit dengan peralatan modern  sekalipun telah merenggut jiwa 
istrinya. Ia merasa shock dan terpukul atas kepergian sang istri. Berkali-kali 
jatuh pingsan, menjadi lemah dan tak berdaya setelah
 kepergiannya. Sebagai suami merasakan kehilangan sesuatu yang paling berharga 
dalam hidupnya dan tidak tahu harus berbuat apa. 

Ia menatap anak-anaknya yang tumbuh besar  begitu sedih dan menangisi kepergian 
ibu yang begitu menyayangi mereka namun mereka lebih terpukul melihat keadaan 
dirinya yang tidak lagi memperdulikan mereka, tidakk lagi mengurus apapun 
termasuk mengurus dirinya sendiri. Tiap hari ia lebih banyak duduk dan setiap 
kali memandangi poto-poto yang menempel didinding, air matanya mengalir deras. 
Buku-buku, benda kesayangan, tanaman dihalaman tetap disiraminya. Juga binatang 
peliharaan kesayangannya seolah mengingatkan lagi usapan tangan yang lembut, Ia 
tidak mau memindahkan semua benda atau apapun yang berkaitan dengan istrinya. 
Perasaan kehilangan telah membuatnya tidak lapar dan haus membuat tubuhnya 
menjadi lemah dan tak bergairah untuk bekerja.  Dalam kesendirian dirinya 
bertanya-tanya, 'Bila Allah Maha Baik mengapa membiarkan kami kehilangan orang 
yang kami cintai? Mengapa kebahagiaan keluarga kami begitu singkat? 

Ketika keadaan sudah sedemikian parah dan ia ditengah keterpurukannya, sampai 
kesempatan mengenal orang yang mengalami hal yang sama di Rumah Amalia, 
kehilangan orang yang dicintainya, menanggung beban yang berat. Akhirnya ia 
menemukan dirinya sendiri dan bisa mengatasi rasa perih akibat orang yang 
dicintainya. Ia menyadari bahwa Allah telah menganugerahkan cinta dan kasih 
sayang pada istrinya, rasa cinta itulah yang menguatkan dirinya agar tetap 
menjalankan tugasnya sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya dan bagi sesama 
dengan aktifitas sosialnya. Kenangan indah akan orang yang dicintainya tetap 
disimpannya dan sebagai penyembuh bagi dirinya. Rasa perih, kesepian dan 
kesendirian perlahan-lahan telah mencair, ia memperoleh makna hidup yang 
membuatnya semakin bijak dan lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa 
Ta'ala.

Wassalam,
M. Agus Syafii
--
Yuk, hadir di kegiatan 'Amalia Sejukkan Hati (ASAH)' jam 8 s.d 11 siang, Ahad, 
24 April 2011. Bila  berkenan berpartisipasi buku2, Majalah, buku Pelajaran, 
peralatan sekolah, baju layak pakai. Kirimkan ke Rumah Amalia.  Jl. Subagyo IV 
blok ii, no. 24 Komplek Peruri, Ciledug. Tangerang 15151. Dukungan & 
partisipasi anda sangat berarti bagi kami. Info: agussya...@yahoo.com atau SMS 
087 8777 12 431, http://agussyafii.blogspot.com/

Kirim email ke