Soal gusur menggusur Rumah Dinas bagi anggota TNI, kelihatannya gak perduli pangkatnya cuma prajurit rendahan, atau pangkat Jendral, bila diputuskan oleh instansi terkait harus segera keluar, ya harus keluar. Tidak ada pilihan lain. Bagi pensiunan Jendral yang mendiami Rumah Dinas, kalau gak salah maksimal 6 bulan setelah pensiun harus sudah keluar dari Rumah Dinas. Persoalan akan muncul bila saat itu Rumah Pengganti masih belum siap. Itu terjadi pada kakak saya yang Jendral Bintang 2, tergopoh - gopoh harus keluar dari rumah dinasnya ketika di pintu rumahnya tertempel stiker harus segera keluar dari rumah dinasnya paling lambat 5 hari terhitung sejak stiker tersebut ditempelkan. Walaupun Rumah Pribadinya belum selesai dibangun, ya terpaksa ditempati apa adanya, daripada dipermalukan oleh instansi terkait. Kakak saya yang lain dengan pangkat Kolonel Senior juga mengalami nasib yang sama. Begitu pensiun dan menerima surat perintah untuk segera keluar dari Rumah Dinas, ya langsung keluar saja untuk menghindari dipermalukan oleh para prajurit rendahan (tentu saja atas perintah dari pihak yang memiliki otoritas) yang akan segera menggusur paksa penghuninya karena yang bersangkutan telah pensiun dari dinas TNI. Tetangga kakak saya yang pensiunan Jendral Bintang 3, karena terlambat keluar dari rumah dinas akibat rumah pribadinya belum selesai dibangun, seluruh barang - barangnya dikeluarkan dari rumah secara paksa dan diletakkan di pinggir jalan, menunggu untuk dinaikkan kedalam Truk yang akan disediakan oleh Intansi TNI terkait. Para Prajurit Rendahan yang melakukan eksekusi penggusuran terhadap Rumah Pensiunan Perwira Tinggi sama sekali tidak punya sopan santun dalam pelaksanaannya. Jadi pensiunan TNI memang kelihatannya sangat tidak menyenangkan. Saat masih aktif dengan pangkat Jendral, mustahil ada Perwira Menengah, apalagi Prajurit Rendahan berani bertindak kurang ajar terhadap yang bersangkutan. Tetapi ketika sudah pensiun, jangankan seorang Perwira Menengah, bahkan seorang Prajurit rendahanpun berani bersikap sangat kurang ajar terhadap Pensiunan Jendral tanpa takut ditindak oleh Instansi yang menaungi mereka. Kelihatannya posisi Pensiunan Pegawai Negri Sipil lebih dihormati oleh Instansi terkait dan lingkungan kerjanya dibandingkan dengan perlakuan yang diterima oleh Pensiunan TNI, baik dari Instansi terkait maupun dari anggota TNI Aktif dari instansi tersebut. Menyedihkan memang, tetapi katanya itu sudah menjadi tradisi di TNI sejak Republik ini berdiri. Salam, Adyanto Aditomo
--- Pada Sen, 8/2/10, oki <okki...@yahoo.co.id> menulis: Dari: oki <okki...@yahoo.co.id> Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Rumah Dinas (Bung Kiky dan mas Adyanto) Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 8 Februari, 2010, 2:09 AM kebetulan saya adalah salah satu anak purnawirawan Abri yang saat ini ayah saya berjuang untuk bisa membeli Rumah Dinas tersebut. Saya kurang tahu secara mendetail mengenai hal ini, namun yang saya tahu bahwa pada saat dibangun, perumahan dinas TNI AL dimana kami berada adalah type rumah sederhana yang sekarang banyak dijual untuk kalangan menengah kebawah. Bertahun-tahun kami menempati dan membangun rumah tersebut dengan biaya yang tidak sedikit hingga menjadi rumah yang layak dipakai dengan harapan kita bisa membelinya, karena UU memungkinkan hal itu dan sudah ada beberapa kasus bisa dibeli kepemilikannya, apalagi letaknya yang lumayan jauh dari pangkalan membuat 90% penghuni sedikit demi sedikit memperbaiki rumah tersebut tanpa adanya bantuan dari pihak TNI AL. Sekarang tiba-tiba kami akan diusir dari rumah yang sudah lebih dari 30 tahun kita huni dan pelihara dengan tetesan keringat, jelas kami melawannya. Bagi Perwira Tinggi, umumnya mereka bisa membeli rumah sendiri selain rumah dinas tersebut, namun kebanyakan yang masih berada diperumahan adalah para keluarga Tamtama dan Bintara TNI yang hidup mereka benar-benar habis untuk tugas negara sehingga sulit menyisihkan uang untuk membeli rumah yang baru.. [Non-text portions of this message have been removed]