Alhamdulillah, Mahkamah Internasional Akui Kosovo Merdeka Jumat, 23 Juli 2010, 10:28 WIB
Penduduk Kosovo, ilustrasi REPUBLIKA.CO.ID,NEWYORK--Mahkamah Internasional pada Kamis (22/7) waktu setempat memutuskan bahwa kemerdekaan sepihak yang dideklarasikan oleh Kosovo dari Serbia pada Februari 2008 lalu tidak melanggar hukum internasional. Kemerdekaan Kosovo sebelumnya telah didukung oleh kebanyakan negara Barat namun ditentang oleh Republik Rakyat Cina, Rusia, dan Serbia. Sementara itu, banyak negara, termasuk Indonesia, belum mengakui status merdeka Kosovo. Pusat Media Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, melaporkan bahwa para hakim Mahkamah Internasional, yang juga disebut sebagai International Court of Justice (ICJ) atau World Court, telah melakukan pemungutan suara tentang status kemerdekaan yang dideklarasikan Kosovo secara sepihak. Melalui suara 10 berbanding 4, hakim ICJ memutuskan bahwa deklarasi tersebut tidak melanggar hukum internasional secara umum maupun resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1999 tentang penghentian pertikaian di Kosovo. Deklarasi kemerdekaan Kosovo juga dinyatakan ICJ tidak bertentangan dengan kerangka undang-undang yang disahkan oleh Utusan Khusus Sekjen PBB yang mewakili misi PBB di Kosovo (UN Interim Administration Mission in Kosovo/UNMIK). Keputusan ICJ itu merupakan jawaban terhadap permintaan Sidang Majelis Umum PBB ke-63 tanggal 8 Oktober 2008 agar ICJ memberikan pendapat apakah deklarasi kemerdekaan sepihak oleh Kosovo pada Februari 2008 sesuai dengan hukum internasional. Kemerdekaan Kosovo telah diakui secara resmi oleh berbagai negara, termasuk tiga dari lima negara anggota tetap DK-PBB, yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Dua anggota tetap DK lainnya, yakni Republik Rakyat Cina dan Rusia, beserta Serbia sebagai negara induk Kosovo, tidak mengakui kemerdekaan Kosovo. Hingga 19 Mei 2010, sudah 69 dari total 192 negara anggota PBB yang telah tercatat secara resmi mengakui Kosovo sebagai negara independen. Indonesia termasuk negara yang belum mengakui Kosovo yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pemerintah Indonesia, seperti yang disebutkan Kementerian Luar Negeri RI pada 3 Oktober 2009 lalu, menyatakan menghormati prinsip kedaulatan nasional dan keutuhan wilayah setiap negara anggota PBB, sesuai dengan Piagam PBB dan Hukum Internasional. Pemerintah RI hanya ikut mendorong agar status akhir Kosovo diselesaikan secara damai melalui dialog dan negosiasi demi menghindarkan wilayah Balkan dari ketegangan dan konflik baru. Sebelum mendeklarasikan diri sebagai negara republik yang merdeka, Kosovo adalah propinsi bagian dari Serbia dengan etnis muslim Albania sebagai penduduk mayoritas (sekitar 90 persen) dan warga Serbia (sekitar 5,3 persen). Saat Yugoslavia berdiri, Kosovo adalah propinsi Serbia yang memiliki status Daerah Otonomi Khusus namun sejak Perang Kosovo tahun 1999 berlangsung, propinsi itu kemudian berada di bawah pengawasan PBB.