Klu begitu prakteknya asuransi syariah lalu peran DSN kemana?. 

Kasus ini dianalogikan sebagai produk konvensional yg dipakaikan jilbab 
'syariah'.





________________________________
From: Farisah Amanda (ica) <farisah.ama...@gmail.com>
To: ekonomi-syariah <ekonomi-syar...@yahoogroups.com>; fossei@yahoogroups.com
Sent: Thu, 5 August, 2010 2:51:26 PM
Subject: {FoSSEI} artikel mengenai asuransi syariah

  
Assalamualaikum w.w.

Mohon masukan dari pejuang ekonomi syariah di indonesia utk menanggapi artikel 
berikut (jika memungkinkan langsung komentari di halaman ybs:

http://pengusahamus lim.com/baca/ artikel/938/ bagaimanakah- hukum-asuransi- 
dalam-islam- 33


Bagaimanakah Hukum Asuransi dalam Islam (3/3)
05 Agustus 2010 | Dibaca : 217 kali | 0 Komentar | Share/Bookmark

Dari fatwa di atas, jelaslah bagi kita alasan diharamkannya asuransi dengan 
berbagai macamnya. Dan berikut akan saya ringkaskan beberapa alasan yang telah 
dijelaskan pada fatwa di atas:

   1. Asuransi bukanlah termasuk bentuk perniagaan yang dihalalkan dalam Islam, 
sebab perusahaan asuransi tidaklah pernah melakukan praktik perniagaan 
sedikitpun dengan nasabahnya. Hal ini akan menjadi jelas bila kita kembali 
menerapkan berbagai hukum hutang-piutang yang telah dijelaskan pada kolom di 
atas.
   2. Asuransi diharamkan karena mengandung unsur riba, yaitu bila nasabah 
menerima uang klaim, dan ternyata jumlah uang klaim yang ia terima melebihi 
jumlah total setoran yang telah ia bayarkan.
   3. Asuransi mengandung tindak kezhaliman, yaitu perusahaan asuransi memakan 
harta nasabah dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam syariat. Hal ini 
dapat terjadi pada dua kejadian:

Kejadian pertama: Apabila nasabah selama hidupnya tidak pernah mengajukan 
klaim, 
sehingga seluruh uang setorannya tidak akan pernah kembali, alias hangus.

Tatkala perekonomian dengan basis syariat sedang gencar digalakkan, maka 
perusahaan-perusaha anasuransipun tidak mau ketinggalan. Mereka rame-rame 
memikat nasabah dengan berbagai produk asuransi syariah. Mereka mengklaim bahwa 
produk-produk mereka telah selaras dengan prinsip syariah.

Secara global, mereka menawarkan dua jenis pilihan:

   1. Asuransi umum syariah.
      Pada pilihan ini, mereka mengklaim bahwa mereka menerapkan metode bagi 
hasil/mudharabah. Yaitu bila telah habis masa kontrak, dan tidak ada klaim, 
maka 
perusahaan asuransi akan mengembalikan sebagian dana/premi yang telah 
disetorkan 
oleh nasabah, dengan ketentuan 60:40 atau 70:30. Adapun berkaitan dana yang 
tidak dapat ditarik kembali, mereka mengklaimnya sebagai dana tabarru' atau 
hibah.
   2. Asuransi jiwa syariah.
      Pada pilihan ini, bila nasabah hingga jatuh tempo tidak pernah mengajukan 
klaim, maka premi yang telah disetorkan, akan hangus. Perilaku ini diklaim oleh 
perusahaan asuransi sebagai hibah dari nasabah kepada perusahaan (Majalah MODAL 
edisi 36, 2006, hal. 16).

Subhanallah, bila kita pikirkan dengan seksama, kedua jenis produk asuransi 
syariat di atas, niscaya kita akan dapatkan bahwa yang terjadi hanyalah 
manipulasi istilah. Adapun prinsip-prinsip perekonomian syariat , di antaranya 
yang berkaitan dengan mudharabah dan hibah, sama sekali tidak terwujud. Yang 
demikian itu dikarenakan:

- Pada transaksi mudharabah, yang di bagi adalah hasil/keuntungan, sedangkan 
pada asuransi umum syariah di atas, yang dibagi adalah modal atau jumlah premi 
yang telah disetorkan.

- Pada akad mudharabah, pelaku usaha (perusahaan asuransi) mengembangkan usaha 
riil dengan dana nasabah guna mendapatkan keuntungan. Sedangkan pada asuransi 
umum syariat, perusahaan asuransi, sama sekali tidak mengembangkan usaha guna 
mengelola dana nasabah.

- Pada kedua jenis asuransi syariat di atas, perusahaan asuransi telah memaksa 
nasabah untuk menghibahkan seluruh atau sebagian preminya. Disebut pemaksaan, 
karena perusahaan asuransi sama sekali tidak akan pernah siap bila ada nasabah 
yang ingin menarik seluruh dananya, tanpa menyisakan sedikitpun. Padahal 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

(لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيب نفس منه) رواه أحمد والدارقطني والبيهقي، وصححه 
الحافظ والألباني

"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwa 
darinya." (HR. Ahmad, ad-Daraquthny, al-Baihaqy dam dishahihkan oleh al-Hafizh 
Ibnu Hajar dan al-Albany).

- Pengunaan istilah mudharabah dan tabarru' untuk mengambil dana/premi nasabah 
ini tidak dapat mengubah hakikat yang sebenarnya, yaitu dana nasabah hangus. 
Dengan demikian, perusahaan asuransi telah mengambil dana nasabah dengan 
cara-cara yang tidak dihalalkan. Ini sama halnya dengan minum khamr yang 
sebelumnya telah diberi nama lain, misalnya minuman penyegar, atau suplemen.

عن عُبَادَةَ بن الصَّامِتِ رضي الله عنه قال: قال رسول اللَّهِ صلّى الله عليه 
وصلّم (لَيَسْتَحِلَّنَّ طَائِفَةٌ من أمتي الْخَمْرَ بِاسْمٍ يُسَمُّونَهَا 
إِيَّاهُ). رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني

Dari sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah 
shallallahu 
‘alaihi wa sallam bersabda, "Sunggung-sungguh akan ada sebagian orang dari 
umatku yang akan menghalalkan khamr, hanya karena sebutan/nama (baru) yang 
mereka berikan kepada khamr." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh 
al-Albani).

Sungguh perbuatan semacam inilah yang jauh-jauh hari dilarang oleh Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya,

(لا ترتكبوا ما ارتكبت اليهود فتستحلوا محارم الله بأدنى الحيل) رواه ابن بطة، 
وحسنه ابن تيمية وتبعه ابن القيم وابن كثير

"Janganlah kalian melakukan apa yang pernah dilakukan oleh bangsa Yahudi, 
sehingga kalian menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah hanya dengan sedikit 
rekayasa." (HR. Ibnu Baththah, dan dihasankan oleh Ibnu Taimiyyah dan diikuti 
oleh dua muridnya yaitu Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir).

Kejadian kedua: Apabila nasabah menerima uang klaim, dan ternyata uang klaim 
yang ia terima lebih sedikit dari jumlah total setoran yang telah ia bayarkan. 
Kedua kejadian ini diharamkan, karena termasuk dalam keumuman firman Allah 
Ta'ala,

يَأَيُّها الَّذين آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ 
إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesama kamu 
dengan 
cara-cara yang bathil, kecuali dengan cara perniagan dengan asas suka sama suka 
di antara kamu."

Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA.
Artikel: www.PengusahaMuslim .com
Kategori: Hukum - Hukum Perdagangan, Nasehat untuk Pedagang dan Pengusaha


Alangkah banyaknya pe-er yg harus dikerjakan oleh pejuang ekonomi syariah di 
indonesia jika komunitas pengusaha muslim indonesia saja masih blm mendukung 
pergerakan ekonomi syariah.

Wassalamualaikum w.w.
-- 
-Farisah Amanda (ica)-
http://farisah- amanda.blogspot. com/
 
 


      

Kirim email ke