Assalam alaikum wr wb. Makanya namanya bukan asuransi tapi takaful. Itu sedikit cukup menjawab pertanyaan nomor 1. Kemudian menurun dari pertanyaan nomor 1 itu ke pertanyaan nomor 2, dimana dalam pengelolaan dana tabarru nasabah terpisah dari kelolaan dana tabarru milik perusahaan (takaful). Kemudian jika terjadi klaim oleh nasabah (misal kecelakaan dan memerlukan perawatan), dan ternyata lebih (dari iuran yang disetorkan), hal itu tidak masalah sebab klaim akan bermuara pada (pooling) dana kelolaan nasabah. Dan nasabah lain (yang tidak kecelakaan, otomatis tidak memakai dana kelolaan) sadar bahwa uang miliknya yang diwakilkan pengelolaannya, digunakan untuk membantu saudaranya yang terkena musibah, jadi saling membantu dengan dana tabarru (kelolaan tersebut). Nah hal ini pun berlanjut ke pertanyaan ke 3 (ingat masih takaful ya, bukan asuransi), Jika ternyata dana tabarru (kelolaan) utuh atau jumlah klaim yang terjadi masih dibawah tingkat return hasil kelolaan setelah dipotong biaya-biaya dan fee kelolaan (tergantung akad), atau dengan kata lain dana kelolaan menghasilkan keuntungan bagi nasabah, maka nasabah akan mendapatkan pendapatan berupa bonus, jadi uangnya tidak hangus termakan (itu jika untung). Jadi jelas di sini, yang jadi pertanyaan lebih lanjut, sejauh apakah transparansi pengelolaan dana nasabah tersebut? Salam hangat,
--- Pada Sen, 9/8/10, husein_...@yahoo.com <husein_...@yahoo.com> menulis: Dari: husein_...@yahoo.com <husein_...@yahoo.com> Judul: Re: Bls: {FoSSEI} artikel mengenai asuransi syariah Kepada: fossei@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 9 Agustus, 2010, 2:17 AM Bener siiich tp kayaknya jawabannya gak menjawab pertanyaan yg 1. Asuransi bukanlah termasuk bentuk perniagaan yang dihalalkan dalam Islam, sebab perusahaan asuransi tidaklah pernah melakukan praktik perniagaan sedikitpun dengan nasabahnya. Hal ini akan menjadi jelas bila kita kembali menerapkan berbagai hukum hutang-piutang yang telah dijelaskan pada kolom di atas. 2. Asuransi diharamkan karena mengandung unsur riba, yaitu bila nasabah menerima uang klaim, dan ternyata jumlah uang klaim yang ia terima melebihi jumlah total setoran yang telah ia bayarkan. 3. Asuransi mengandung tindak kezhaliman, yaitu perusahaan asuransi memakan harta nasabah dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam syariat. Hal ini dapat terjadi pada dua kejadian:Kejadian pertama: Apabila nasabah selama hidupnya tidak pernah mengajukan klaim, sehingga seluruh uang setorannya tidak akan pernah kembali, alias hangus....wallahu alam (saya jd bingung juga)Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss... !From: Muhammad Hafiz <mufiz...@yahoo. co.id> Sender: fos...@yahoogroups. com Date: Mon, 9 Aug 2010 11:17:12 +0800 (SGT)To: <fos...@yahoogroups. com>ReplyTo: fos...@yahoogroups. com Subject: Bls: {FoSSEI} artikel mengenai asuransi syariah Assalamuálaikum, wr wb Sedikit tanggapan. kebetulan saya bekerja di salah satu perusahaan Asuransi Umum Syariah di Indonesia. Perusahaan saya tidak menggunakan akad mudharabah, tapi menggunakan akad wakalah bil ujroh. ini artinya nasabah mewakilkan hak pengelolaan sejumlah hartanya (premi) kepada perusahaan asuransi syariah dan perusahaan asuransi syariah mendapatkan ujroh (fee) dari jasa pengelolaan tersebut. Bagai mana pengelolaannya diserahkan penuh kepada asuransi syariah yang diawasi oleh dewan pengawas syariah. Dana yang dikelola perusahaan tersebut disebut dana tabarru' karena dana tersebut dikumpulkan dan dikelola oleh asuransi sebagai dana untuk menolong para nasabah yang mengalami musibah (sesuai akad yang tertera di polis). Dalam pengelolaannya dana tabarru' tidak hanya disimpan tetapi juga diinvestasikan oleh perusahaan asuransi syariah agar dana tersebut tidak menganggur dan berkurang karena zakatnya harus dibayarkan. jika investasi yang dilakukan mengalami keuntungan maka keuntungan tersebut menjadi hak milik pengelola {kalau diperusahaan kami keuntungan tersebut dibagi juga ke nasabah dengan jumlah yang tidak ditentukan. tetapi tidak ada dosa bagi pengelola jika tidak membaginya dengan nasabah karena akadnya bukan akad permodalan (mudharabah ataupun musyarakah)} . jika ternyata investasi mengalami kerugian maka pihak pengelola (perusahaan asuransi) wajib mengganti dana tabarru'yang hilang karena kerugian tersebut. Insya allah perusahaan asuransi syariah hanya akan menginvestasikan dana tabarru'tersebut ke instrumen2 syariah. jadi dengan bahasa mudah dapat disimpulkan bahwa di perusahaan asuransi syariah tempat saya bekerja, berasuransi itu sama dengan: Nasabah2 mengumpulkan dana tabarru' dengan tujuan agar dana tersebut dapat digunakan untuk menolong nasabah2 yang mengalami kemalangan. dana ini dipercayakan pengelolaannya kepada perusahaan asuransi syariah dan nasabah memberikan ujroh (fee) kepada perusahaan asuransi syariah untuk pengelolaan dana tersebut. Insya allah Praktik asuransi syariah dengan akad wakalah bil ujroh seperti dipraktikkan pada perusahaan tempat saya bekerja ini, telah sesuai dengan syariah. Wassalamuálaikum wr wb Muhammad Hafiz, SEIKeuangan Cabang BengkuluAsuransi Takaful Umum --- Pada Kam, 5/8/10, Farisah Amanda (ica) <farisah.amanda@ gmail.com> menulis: Dari: Farisah Amanda (ica) <farisah.amanda@ gmail.com> Judul: {FoSSEI} artikel mengenai asuransi syariah Kepada: "ekonomi-syariah" <ekonomi-syariah@ yahoogroups. com>, fos...@yahoogroups. com Tanggal: Kamis, 5 Agustus, 2010, 4:51 AM Assalamualaikum w.w. Mohon masukan dari pejuang ekonomi syariah di indonesia utk menanggapi artikel berikut (jika memungkinkan langsung komentari di halaman ybs: http://pengusahamus lim.com/baca/ artikel/938/ bagaimanakah- hukum-asuransi- dalam-islam- 33 Bagaimanakah Hukum Asuransi dalam Islam (3/3) 05 Agustus 2010 | Dibaca : 217 kali | 0 Komentar | Share/Bookmark Dari fatwa di atas, jelaslah bagi kita alasan diharamkannya asuransi dengan berbagai macamnya. Dan berikut akan saya ringkaskan beberapa alasan yang telah dijelaskan pada fatwa di atas: 1. Asuransi bukanlah termasuk bentuk perniagaan yang dihalalkan dalam Islam, sebab perusahaan asuransi tidaklah pernah melakukan praktik perniagaan sedikitpun dengan nasabahnya. Hal ini akan menjadi jelas bila kita kembali menerapkan berbagai hukum hutang-piutang yang telah dijelaskan pada kolom di atas. 2. Asuransi diharamkan karena mengandung unsur riba, yaitu bila nasabah menerima uang klaim, dan ternyata jumlah uang klaim yang ia terima melebihi jumlah total setoran yang telah ia bayarkan. 3. Asuransi mengandung tindak kezhaliman, yaitu perusahaan asuransi memakan harta nasabah dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam syariat. Hal ini dapat terjadi pada dua kejadian: Kejadian pertama: Apabila nasabah selama hidupnya tidak pernah mengajukan klaim, sehingga seluruh uang setorannya tidak akan pernah kembali, alias hangus. Tatkala perekonomian dengan basis syariat sedang gencar digalakkan, maka perusahaan-perusaha anasuransipun tidak mau ketinggalan. Mereka rame-rame memikat nasabah dengan berbagai produk asuransi syariah. Mereka mengklaim bahwa produk-produk mereka telah selaras dengan prinsip syariah. Secara global, mereka menawarkan dua jenis pilihan: 1. Asuransi umum syariah. Pada pilihan ini, mereka mengklaim bahwa mereka menerapkan metode bagi hasil/mudharabah. Yaitu bila telah habis masa kontrak, dan tidak ada klaim, maka perusahaan asuransi akan mengembalikan sebagian dana/premi yang telah disetorkan oleh nasabah, dengan ketentuan 60:40 atau 70:30. Adapun berkaitan dana yang tidak dapat ditarik kembali, mereka mengklaimnya sebagai dana tabarru' atau hibah. 2. Asuransi jiwa syariah. Pada pilihan ini, bila nasabah hingga jatuh tempo tidak pernah mengajukan klaim, maka premi yang telah disetorkan, akan hangus. Perilaku ini diklaim oleh perusahaan asuransi sebagai hibah dari nasabah kepada perusahaan (Majalah MODAL edisi 36, 2006, hal. 16). Subhanallah, bila kita pikirkan dengan seksama, kedua jenis produk asuransi syariat di atas, niscaya kita akan dapatkan bahwa yang terjadi hanyalah manipulasi istilah. Adapun prinsip-prinsip perekonomian syariat , di antaranya yang berkaitan dengan mudharabah dan hibah, sama sekali tidak terwujud. Yang demikian itu dikarenakan: - Pada transaksi mudharabah, yang di bagi adalah hasil/keuntungan, sedangkan pada asuransi umum syariah di atas, yang dibagi adalah modal atau jumlah premi yang telah disetorkan. - Pada akad mudharabah, pelaku usaha (perusahaan asuransi) mengembangkan usaha riil dengan dana nasabah guna mendapatkan keuntungan. Sedangkan pada asuransi umum syariat, perusahaan asuransi, sama sekali tidak mengembangkan usaha guna mengelola dana nasabah. - Pada kedua jenis asuransi syariat di atas, perusahaan asuransi telah memaksa nasabah untuk menghibahkan seluruh atau sebagian preminya. Disebut pemaksaan, karena perusahaan asuransi sama sekali tidak akan pernah siap bila ada nasabah yang ingin menarik seluruh dananya, tanpa menyisakan sedikitpun. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, (لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيب نفس منه) رواه أحمد والدارقطني والبيهقي، وصححه الحافظ والألباني "Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwa darinya." (HR. Ahmad, ad-Daraquthny, al-Baihaqy dam dishahihkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan al-Albany). - Pengunaan istilah mudharabah dan tabarru' untuk mengambil dana/premi nasabah ini tidak dapat mengubah hakikat yang sebenarnya, yaitu dana nasabah hangus. Dengan demikian, perusahaan asuransi telah mengambil dana nasabah dengan cara-cara yang tidak dihalalkan. Ini sama halnya dengan minum khamr yang sebelumnya telah diberi nama lain, misalnya minuman penyegar, atau suplemen. عن عُبَادَةَ بن الصَّامِتِ رضي الله عنه قال: قال رسول اللَّهِ صلّى الله عليه وصلّم (لَيَسْتَحِلَّنَّ طَائِفَةٌ من أمتي الْخَمْرَ بِاسْمٍ يُسَمُّونَهَا إِيَّاهُ). رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني Dari sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sunggung-sungguh akan ada sebagian orang dari umatku yang akan menghalalkan khamr, hanya karena sebutan/nama (baru) yang mereka berikan kepada khamr." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani). Sungguh perbuatan semacam inilah yang jauh-jauh hari dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya, (لا ترتكبوا ما ارتكبت اليهود فتستحلوا محارم الله بأدنى الحيل) رواه ابن بطة، وحسنه ابن تيمية وتبعه ابن القيم وابن كثير "Janganlah kalian melakukan apa yang pernah dilakukan oleh bangsa Yahudi, sehingga kalian menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah hanya dengan sedikit rekayasa." (HR. Ibnu Baththah, dan dihasankan oleh Ibnu Taimiyyah dan diikuti oleh dua muridnya yaitu Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir). Kejadian kedua: Apabila nasabah menerima uang klaim, dan ternyata uang klaim yang ia terima lebih sedikit dari jumlah total setoran yang telah ia bayarkan. Kedua kejadian ini diharamkan, karena termasuk dalam keumuman firman Allah Ta'ala, يَأَيُّها الَّذين آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesama kamu dengan cara-cara yang bathil, kecuali dengan cara perniagan dengan asas suka sama suka di antara kamu." Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA. Artikel: www.PengusahaMuslim .com Kategori: Hukum - Hukum Perdagangan, Nasehat untuk Pedagang dan Pengusaha Alangkah banyaknya pe-er yg harus dikerjakan oleh pejuang ekonomi syariah di indonesia jika komunitas pengusaha muslim indonesia saja masih blm mendukung pergerakan ekonomi syariah. Wassalamualaikum w.w. -- -Farisah Amanda (ica)- http://farisah- amanda.blogspot. com/