saya rasa sudah terjawab.

1. soal perusahaan asuransi tidak menjalankan perniagaan.
  Perusahaan asuransi syariah yang beroprasi dengan akad wakalah bil ujroh 
memang bukan perusahaan niaga. jelas bahwa tugas perusahaan asuransi syariah 
dengan akd tersebut hanyalah pengelola bukan pemilik dana, dan perusahaan 
asuransi syariah mendapatkan UJROH (fee) karena jasanya mengelola dana tabarru. 
dari ujroh (fee) inilah perusahaan asuransi syariah membiayai operasionalnya . 
dana tabarru yang dikelola oleh asuransi syariah menjadi milik bersama para 
nasabah asuransi syariah. dan mereka berhak mendapatkan bantuan dari dana 
tersebut saat menghadapi musibah.

2. asuransi diharamkan karena mengandung unsur riba. 
ini pernyataan benar jika kita bicara mengenai asuransi lain. tidak berlaku 
untuk perusahaan asuransi syariah yang menggunakan akad wakalah bil ujroh. akad 
ini sudah ada sejak zaman rasul dan belum pernah di anggap HARAM ataupun 
mengandung unsur riba.

3. Asuransi mengandung tindak kezhaliman, yaitu perusahaan asuransi
memakan harta nasabah dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam
syariat.
Jika perusahaan asuransi syariah benar2 melaksanakan akad wakalah bil ujroh, 
maka dana tabarru yang dikelola dan dana operasional yang berasal dari ujroh 
harus benar2 dipisah. Perusahaan asuransi syariah sebagai pihak pengelola HARAM 
MENGGUNAKAN DANA TABARRU kecuali untuk kepentingan nasabah sesuai dengan akad 
diawal. Jika ada nasabah yang tidak klaim maka mereka tidak dizhalimi oleh 
perusahaan asuransi syariah karena perusahaan asuransi syariah tidak 
menggunakan dana tabarru untuk kepentingannya. nasabah yang tidak klaim malah 
membantu saudaranya nasabah lain yang mengalami musibah sehingga mengajukan 
klaim. Mungkin tahun ini kita tidak mengalami musibah dan menolong nasabah lain 
yang mengalami musibah, tahun2 berikutnya bisa jadi kita yang mengalami musibah 
dan dibantu oleh nasabah lain melalui asuransi syariah.
Tentu untuk menjamin pemisahan dana ini setiap perusahaan asuransi syariah 
harus melakukan pencatatan yang benar dan terstandar, sehingga bisa selalu 
diawasi. Saat ini pelaksanaan pencatatan dana akad wakalah bil ujroh terstandar 
didalam PSAK no 111.

Wallahu'alam bisshawab
Bisa jadi yang saya jelaskan diatas ada kesalahan, tapi sampai saat ini inilah 
jawaban yang benar sesuai dengan pemahaman saya. mungkin ada teman lain  yang 
bisa membantu menjelaskan dengan lebih baik ^_^ 



--- Pada Sen, 9/8/10, husein_...@yahoo.com <husein_...@yahoo.com> menulis:

Dari: husein_...@yahoo.com <husein_...@yahoo.com>
Judul: Re: Bls: {FoSSEI} artikel mengenai asuransi syariah
Kepada: fossei@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 9 Agustus, 2010, 9:17 AM







 



  


    
      
      
      












Bener siiich tp kayaknya jawabannya gak menjawab pertanyaan yg    1. Asuransi 
bukanlah termasuk bentuk perniagaan yang dihalalkan dalam Islam, sebab 
perusahaan asuransi tidaklah pernah melakukan praktik perniagaan sedikitpun 
dengan nasabahnya. Hal ini akan menjadi jelas bila kita kembali menerapkan 
berbagai hukum hutang-piutang yang telah dijelaskan pada kolom di atas.   2. 
Asuransi diharamkan karena mengandung unsur riba, yaitu bila nasabah menerima 
uang klaim, dan ternyata jumlah uang klaim yang ia terima melebihi jumlah total 
setoran yang telah ia bayarkan.   3. Asuransi mengandung tindak kezhaliman, 
yaitu perusahaan asuransi memakan harta nasabah dengan cara-cara yang tidak 
dibenarkan dalam syariat. Hal ini dapat terjadi pada dua kejadian:Kejadian 
pertama: Apabila nasabah selama hidupnya tidak pernah mengajukan klaim, 
sehingga seluruh uang setorannya tidak akan pernah kembali, alias 
hangus....wallahu alam (saya jd bingung juga)Sent from my
 BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss... !From:  
Muhammad Hafiz <mufiz...@yahoo. co.id>
Sender:  fos...@yahoogroups. com
Date: Mon, 9 Aug 2010 11:17:12 +0800 (SGT)To: <fos...@yahoogroups. com>ReplyTo: 
 fos...@yahoogroups. com
Subject: Bls: {FoSSEI} artikel mengenai asuransi syariah

 



    
      
      
      Assalamuálaikum, wr wb 
Sedikit tanggapan. kebetulan saya bekerja di salah satu perusahaan Asuransi 
Umum Syariah di Indonesia.
Perusahaan saya tidak menggunakan akad mudharabah, tapi menggunakan akad 
wakalah bil ujroh. ini artinya nasabah mewakilkan hak pengelolaan sejumlah 
hartanya (premi) kepada perusahaan asuransi syariah dan perusahaan asuransi 
syariah mendapatkan ujroh (fee) dari jasa pengelolaan tersebut. Bagai mana 
pengelolaannya diserahkan penuh kepada asuransi syariah yang diawasi oleh dewan 
pengawas syariah.
Dana yang dikelola perusahaan tersebut disebut dana tabarru' karena dana 
tersebut dikumpulkan dan dikelola oleh asuransi sebagai dana untuk menolong 
para nasabah yang mengalami musibah (sesuai akad yang tertera di polis).
Dalam pengelolaannya dana
 tabarru' tidak hanya disimpan tetapi juga diinvestasikan oleh perusahaan 
asuransi syariah agar dana tersebut tidak menganggur dan berkurang karena 
zakatnya harus dibayarkan. jika investasi yang dilakukan mengalami keuntungan 
maka keuntungan tersebut menjadi hak milik pengelola {kalau diperusahaan kami 
keuntungan tersebut dibagi juga ke nasabah dengan jumlah yang tidak ditentukan. 
tetapi tidak ada dosa bagi pengelola jika tidak membaginya dengan nasabah 
karena akadnya bukan akad permodalan (mudharabah ataupun musyarakah)} . jika 
ternyata investasi mengalami kerugian maka pihak pengelola (perusahaan 
asuransi) wajib mengganti dana tabarru'yang hilang karena kerugian tersebut.
Insya allah perusahaan asuransi syariah hanya akan menginvestasikan dana 
tabarru'tersebut ke instrumen2 syariah.
jadi dengan bahasa mudah dapat disimpulkan bahwa di perusahaan asuransi syariah 
tempat saya bekerja, berasuransi itu
 sama dengan:
Nasabah2 mengumpulkan dana tabarru' dengan tujuan agar dana tersebut dapat 
digunakan untuk menolong nasabah2 yang mengalami kemalangan. dana ini 
dipercayakan pengelolaannya kepada perusahaan asuransi syariah dan nasabah 
memberikan ujroh (fee) kepada perusahaan asuransi syariah untuk pengelolaan 
dana tersebut.
Insya allah Praktik asuransi syariah dengan akad wakalah bil ujroh seperti 
dipraktikkan pada perusahaan tempat saya bekerja ini,  telah sesuai dengan 
syariah.
Wassalamuálaikum wr wb


Muhammad Hafiz, SEIKeuangan Cabang BengkuluAsuransi Takaful Umum




--- Pada Kam, 5/8/10, Farisah Amanda (ica) <farisah.amanda@ gmail.com> menulis:

Dari: Farisah Amanda (ica) <farisah.amanda@ gmail.com>
Judul: {FoSSEI} artikel mengenai asuransi syariah
Kepada: "ekonomi-syariah" <ekonomi-syariah@ yahoogroups. com>, 
fos...@yahoogroups. com
Tanggal: Kamis, 5 Agustus, 2010, 4:51 AM















 
 



    
      
      
      Assalamualaikum w.w.

Mohon masukan dari pejuang ekonomi syariah di indonesia utk menanggapi artikel 
berikut (jika memungkinkan langsung komentari di halaman ybs:

http://pengusahamus lim.com/baca/ artikel/938/ bagaimanakah- hukum-asuransi- 
dalam-islam- 33



Bagaimanakah Hukum Asuransi dalam Islam (3/3)
05 Agustus 2010 | Dibaca : 217 kali | 0 Komentar | Share/Bookmark

Dari fatwa di atas, jelaslah bagi kita alasan diharamkannya asuransi dengan 
berbagai macamnya. Dan berikut akan saya ringkaskan beberapa alasan yang telah 
dijelaskan pada fatwa di atas:


   1. Asuransi bukanlah termasuk bentuk perniagaan yang dihalalkan dalam Islam, 
sebab perusahaan asuransi tidaklah pernah melakukan praktik perniagaan 
sedikitpun dengan nasabahnya. Hal ini akan menjadi jelas bila kita kembali 
menerapkan berbagai hukum hutang-piutang yang telah dijelaskan pada kolom di 
atas.

   2. Asuransi diharamkan karena mengandung unsur riba, yaitu bila nasabah 
menerima uang klaim, dan ternyata jumlah uang klaim yang ia terima melebihi 
jumlah total setoran yang telah ia bayarkan.
   3. Asuransi mengandung tindak kezhaliman, yaitu perusahaan asuransi memakan 
harta nasabah dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam syariat. Hal ini 
dapat terjadi pada dua kejadian:


Kejadian pertama: Apabila nasabah selama hidupnya tidak pernah mengajukan 
klaim, sehingga seluruh uang setorannya tidak akan pernah kembali, alias hangus.

Tatkala perekonomian dengan basis syariat sedang gencar digalakkan, maka 
perusahaan-perusaha anasuransipun tidak mau ketinggalan. Mereka rame-rame 
memikat nasabah dengan berbagai produk asuransi syariah. Mereka mengklaim bahwa 
produk-produk mereka telah selaras dengan prinsip syariah.


Secara global, mereka menawarkan dua jenis pilihan:

   1. Asuransi umum syariah.
      Pada pilihan ini, mereka mengklaim bahwa mereka menerapkan metode bagi 
hasil/mudharabah. Yaitu bila telah habis masa kontrak, dan tidak ada klaim, 
maka perusahaan asuransi akan mengembalikan sebagian dana/premi yang telah 
disetorkan oleh nasabah, dengan ketentuan 60:40 atau 70:30. Adapun berkaitan 
dana yang tidak dapat ditarik kembali, mereka mengklaimnya sebagai dana 
tabarru' atau hibah.

   2. Asuransi jiwa syariah.
      Pada pilihan ini, bila nasabah hingga jatuh tempo tidak pernah mengajukan 
klaim, maka premi yang telah disetorkan, akan hangus. Perilaku ini diklaim oleh 
perusahaan asuransi sebagai hibah dari nasabah kepada perusahaan (Majalah MODAL 
edisi 36, 2006, hal. 16).


Subhanallah, bila kita pikirkan dengan seksama, kedua jenis produk asuransi 
syariat di atas, niscaya kita akan dapatkan bahwa yang terjadi hanyalah 
manipulasi istilah. Adapun prinsip-prinsip perekonomian syariat , di antaranya 
yang berkaitan dengan mudharabah dan hibah, sama sekali tidak terwujud. Yang 
demikian itu dikarenakan:


- Pada transaksi mudharabah, yang di bagi adalah hasil/keuntungan, sedangkan 
pada asuransi umum syariah di atas, yang dibagi adalah modal atau jumlah premi 
yang telah disetorkan.

- Pada akad mudharabah, pelaku usaha (perusahaan asuransi) mengembangkan usaha 
riil dengan dana nasabah guna mendapatkan keuntungan. Sedangkan pada asuransi 
umum syariat, perusahaan asuransi, sama sekali tidak mengembangkan usaha guna 
mengelola dana nasabah.


- Pada kedua jenis asuransi syariat di atas, perusahaan asuransi telah memaksa 
nasabah untuk menghibahkan seluruh atau sebagian preminya. Disebut pemaksaan, 
karena perusahaan asuransi sama sekali tidak akan pernah siap bila ada nasabah 
yang ingin menarik seluruh dananya, tanpa menyisakan sedikitpun. Padahal 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,


(لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيب نفس منه) رواه أحمد والدارقطني والبيهقي، وصححه 
الحافظ والألباني

"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwa 
darinya." (HR. Ahmad, ad-Daraquthny, al-Baihaqy dam dishahihkan oleh al-Hafizh 
Ibnu Hajar dan al-Albany).


- Pengunaan istilah mudharabah dan tabarru' untuk mengambil dana/premi nasabah 
ini tidak dapat mengubah hakikat yang sebenarnya, yaitu dana nasabah hangus. 
Dengan demikian, perusahaan asuransi telah mengambil dana nasabah dengan 
cara-cara yang tidak dihalalkan. Ini sama halnya dengan minum khamr yang 
sebelumnya telah diberi nama lain, misalnya minuman penyegar, atau suplemen.


عن عُبَادَةَ بن الصَّامِتِ رضي الله عنه قال: قال رسول اللَّهِ صلّى الله عليه 
وصلّم (لَيَسْتَحِلَّنَّ طَائِفَةٌ من أمتي الْخَمْرَ بِاسْمٍ يُسَمُّونَهَا 
إِيَّاهُ). رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني

Dari sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sunggung-sungguh akan ada sebagian 
orang dari umatku yang akan menghalalkan khamr, hanya karena sebutan/nama 
(baru) yang mereka berikan kepada khamr." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan 
dishahihkan oleh al-Albani).


Sungguh perbuatan semacam inilah yang jauh-jauh hari dilarang oleh Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya,

(لا ترتكبوا ما ارتكبت اليهود فتستحلوا محارم الله بأدنى الحيل) رواه ابن بطة، 
وحسنه ابن تيمية وتبعه ابن القيم وابن كثير


"Janganlah kalian melakukan apa yang pernah dilakukan oleh bangsa Yahudi, 
sehingga kalian menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah hanya dengan sedikit 
rekayasa." (HR. Ibnu Baththah, dan dihasankan oleh Ibnu Taimiyyah dan diikuti 
oleh dua muridnya yaitu Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir).


Kejadian kedua: Apabila nasabah menerima uang klaim, dan ternyata uang klaim 
yang ia terima lebih sedikit dari jumlah total setoran yang telah ia bayarkan. 
Kedua kejadian ini diharamkan, karena termasuk dalam keumuman firman Allah 
Ta'ala,


يَأَيُّها الَّذين آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ 
إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesama kamu 
dengan cara-cara yang bathil, kecuali dengan cara perniagan dengan asas suka 
sama suka di antara kamu."


Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA.
Artikel: www.PengusahaMuslim .com
Kategori: Hukum - Hukum Perdagangan, Nasehat untuk Pedagang dan Pengusaha



Alangkah banyaknya pe-er yg harus dikerjakan oleh pejuang ekonomi syariah di 
indonesia jika komunitas pengusaha muslim indonesia saja masih blm mendukung 
pergerakan ekonomi syariah.

Wassalamualaikum w.w.
-- 

-Farisah Amanda (ica)-
http://farisah- amanda.blogspot. com/



    
     



 








    
     

    










    
     

    
    


 



  





Kirim email ke