Koq bisa gak ada? Dimana2 nigga itu nigger dipakai baik Bahasa lisan maupun tulisan diamerika. Banyak dari orang kulit hitam memanggil temennya yang kulit hitam: nigga dan nigger utk bercanda, slang atau kalau sudah marah sekali.
Nigro itu Esperanto yg artinya hitam. Saya salah karena banyak orang italia punya nama nigro sbg last/family name. tapi memang bukan bhs italia. Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Sunday, February 5, 2017 3:11 PM To: GELORA45@yahoogroups.com; nesa...@yahoo.com Subject: Re: [GELORA45] Museum peranakan Tionghoa di tengah Pasar Lama Tangerang ; Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem Anda ini lucu sekali, mutar-mutar luar biasa dalam american english tidak ada itu nigga, mungkin itu ucapan orang Nigeria yang bilang “nigga”. Hitam dalam bahasa italia bukan “nigro” tetapi “nero”. From: mailto:GELORA45@yahoogroups.com Sent: Sunday, February 5, 2017 6:23 PM To: 'Sunny' <mailto:am...@tele2.se> ; GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroupscom> Subject: RE: [GELORA45] Museum peranakan Tionghoa di tengah Pasar Lama Tangerang ; Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem Di amerika itu istilah: negro, nigger, nigga, berwarna/colored itu adalah derogatory/menghina. Terus diperhalus sbg black, lalu African American. Perubahan ini sejalan dengan sejarah bangsa karena ada yang tersinggung dengan istilah itu karena konotasinya menghina. Perbedaannya besar. Asalnya/arti kata nigger itu panggilan penghinaan. Itu bersumber dari perbudakan jaman dulu. Negro itu dari kata Spanish yg berarti hitam, begitu juga nigro dalam bhs italia. Bukan asal katanya yang dipersoalkan melainkan pengertian yg dibawanya. Ya diindonesia negro tidak punya makna menghina tetapi di amerika lain. Begitu juga kalau orang Indonesia mengucapkan kata negro kpd orang amerika yang berkulit hitam akan menjadi masalah lain. Jadi diluar amerika, ya istilah2 itu menjadi biasa karena itu kembali ke Bahasa saja dan tidak mengandung penghinaan. Istilah negro sendiri sebelum perang sipil amerika tidak terlalu “menghina”, tetapi berubah setelah perang sipil menjadi sangat negative/offensive. Dikalangan orang hitam juga ada yang tidak mempersoalkannya karena ada black cultural group yg dapat menerimanya. Persis kasusnya seperti istilah cina di Indonesia. Bagi yg merasa ada konotasi penghinaan akan marah. Bagi yg tidak ya biasa2 saja. Ini hanya masalah empati saja. tetapi bisa saja kalau terlalu mengganggu, negara turun tangan. Di amerika, Obama melarang penggunaan istilah negro dan oriental dalam federal. Bisa saja masalah empati ini menjadi masalah hukum/legal kalau ada political will. Ini tergantung negaranya melihat kasus penghinaan ini sebaiknya bagaimana diwadai. Nesare From: Sunny [mailto:am...@tele2.se] Sent: Sunday, February 5, 2017 11:21 AM To: nesa...@yahoo.com <mailto:nesa...@yahoo.com> ; GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> Subject: Re: [GELORA45] Museum peranakan Tionghoa di tengah Pasar Lama Tangerang ; Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem Bukan negro tetapi nigger. Negro itu artinya hitam dalam spanyol dan portugis. From: mailto:GELORA45@yahoogroups.com Sent: Friday, February 3, 2017 3:12 PM To: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> Subject: RE: [GELORA45] Museum peranakan Tionghoa di tengah Pasar Lama Tangerang ; Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem Masalah mau terima cina atau tionghoa itu masalah emphati saja. Di USA istilah negro itu sangat menyakitkan. Indian American saja diganti menjadi native American. Istilah2 ini memperhalus saja. memperhalus karena ada masalah. Silahkan mau diterima atau tidak. Yang punya emphati biasanya akan menerima. Yang tidak punya emphatic tidak akan pusing karena memang tidak pernah mengalami. Sebutan babu itu lambat laun diganti menjadi pembantu, tuna karya dll. Istilah pelacur diganti jadi tuna susila dll. Silahkan menggunakan istilah apa saja, tidak ada hukumnya. Konsekwensi kalau ada yang marah dan nonjok, ditanggung sendiri. ini aspek emphati, etika dan mungkin moral. Jadi jangan sewotlah kalau ada yang tidak mau dipanggil cina. Seperti juga gak ada yg bisa menuntut kalau ada yg panggilan cina walaupun marah dan sakit hati. Masalah name calling ini koq bisa disimpulkan sebagai masalah generasi? Ini yg unik Koq bisa orang tionghoa jaman dulu lebih rentan dan tidak mau menerima istilah cina dibandingkan dengan generasi muda Indonesia? Ini ngaco sekali! Orang kulit hitam di usa sekarang ini kalau dipanggil negro wah bisa ngamuk atau mungkin pembunuhan. Ente ini belajar dimana ya? Orang tionghoa Indonesia dari dulu sampai sekarang memperjuangkan istilah tionghoa itu karena ada unsur penghinaan. Ente tidak mengalami dan kurang ada emphati saja. lalu karena ada orang tionghoa yg tidak pusing dengan name calling ini, bikin ente ambil kesimpulan orang tionghoa jaman dulu yg mempunyai “perasaan pedih pedih sedap”. Ini yg sudah diperjuangkan oleh baperki dari dulu. Sampai sekarang pun sedikit sekali orang tionghoa yg berani melawan. Kenapa? Karena mereka ini tidak punya political power seperti jaman dulu ada baperki. Jelas sekali ente gak pernah dipanggil: hi negro, cina lu!!!! Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Thursday, February 2, 2017 10:51 AM To: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> Subject: Re: [GELORA45] Museum peranakan Tionghoa di tengah Pasar Lama Tangerang ; Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem Saya jadi percaya banyak dari generasi tua Cina / Tionghoa yang pengin lepas dari jeratan masa lalu tapi senang mengasihani diri dengan perasaan pedih-pedih sedap. Kelihatannya ada jarak budaya (dan nyali) yang cukup jauh dengan angkatan muda Cina sekarang. Mereka tampak nyaman menghadapi dunia sebagai orang Cina. Beberapa di antaranya malah laris sebagai komedian. https://www.youtube.com/embed/jwdFfimDmKI --- SADAR@... wrote: Kereta Cepat Indonesia–China BUKAN CINA! https://id.wikipedia.org/wiki/Kereta_Cepat_Indonesia%E2%80%93China From: ajeg Oh, itu pertanyaan mengenai hal yang sama pada nama perusahaan. Tinggal klik ini --> KCIC <http://www.kompasiana.com/rambangbasari/kereta-cepat-indonesia-cina-kcic-secara-matematis-tidak-menguntungkan_56b5c86f8f7e614907466144> --- SADAR@... wrote: Bung Goei, bukankah menurut saya, menggunakan sebutan nama satu NEGARA/BANGSA sepenuhnya adalah HAK NEGARA/BANGSA yang bersangkutan, sesuai kehendak nya yang dianggap paling disukai. Termasuk HAK merubah dan mengganti dengan sebutan yang yang lain. Jadi, mengenai sebutan negara The People’s Republic of China di PBB maupun dinegara-negara didunia lainnya, itu sepenuhnya terserah saja pada RRT bisa menerima atau tidak. Begitulah sebutan CHINA dalam bhs. Inggris yg digunakan sejak 1911, dibentuknya Republic of China. Tapi yang PASTI, RRT selama ini TIDAK BISA menyetujui negaranya disebut Republik Rakyat CINA seperti dimasa ORBA Suharto berkuasa! Itu hanya menunjukkan sikap Suharto yang BIADAB, tidak tahu aturan, ..! Yang bung Ajeg maksudkan KCIC itu apa, ya? Salam, ChanCT From: ajeg Bagaimana dengan KCIC <http://www.kompasiana.com/rambangbasari/kereta-cepat-indonesia-cina-kcic-secara-matematis-tidak-menguntungkan_56b5c86f8f7e614907466144> ? --- jonathangoeij@... wrote: Bung Chan apakah bisa menjelaskan pemakaian kata China pada nama negara The People's Republic of China, kenapa nama China yang dipakai dan bukannya Tionghoa atau Zhonghoa bukankah nama aslinya Zhonghoa Renmin Gongheguo 中華人民共和國 --- SADAR@... wrote : SETUUJUUUU, .. mang Radi! Sebenarnya saja sebutan NEGARA/BANGSA sepenuhnya adalah HAK bangsa itu sendiri hendaknya, sukanya disebut apa dan merubahnya sebutan yang dirasakan lebih pantas dan nyaman bangsa itu sendiri! Kita yang bersahabat dengan bangsa tsb. tentu WAJIB mengikuti dan nurut saja. Hanya saja selama lebih 32 tahun jenderal Soeharto berkuasa, dan bertujuan merusak hubungan persahabatan “MESRAH” dengan rakyat TIongkok yang dijalin oleh Presiden Soekarno itu, dengan biadab memaksakan gunakan sebutan CINA yang berkonotasi melecehkan dan penghinaan itu untuk menggantikan penggunaan sebutan Tiongkok/Tionghoa, ... yaitu dengan resmi keluarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE.06/Pres.Kab/6/1967. Dengan demikian, sejak 28 Juni 1967 itulah RI secara resmi merubah sebutan Tiongkok/Tionghoa menjadi CINA! Sekalipun pihak RRT berulangkali secara resmi pun menentang dan mengecam keras penggunaan CINA itu! Namun ingat, setelah Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. SE.06/Pres.Kab/6/1967 tgl 28 Juni 1967 dengan RESMI DICABUT oleh SBY menjelang akhir jabatannya dengan Surat Keputusan Presiden no.12, tanggal 12 Maret 2014, menetapkan kembali menggunakan sebutan Tiongkok/Tionghoa, dan dengan tegas pula menghentikan penggunaan sebutan “CINA” yang semula digunakan untuk menghina Tiongkok dan melecehkan Tionghoa di Indonesia itu. Saya yakin, sejak 12 Maret 2014 itu, Pemerintah RI dalam hubungan resmi dengan Tiongkok, baik pembicaraan lisan maupun tertulis SUDAH menggunakan kembali sebutan Tiongkok/Tionghoa sebagaimana kehendak bangsa Tionghoa dan Negara Tiongkok! Sementara ini dalam pergaulan masyarakat dan sementara media masih saja menggunakan sebutan CHINA bahkan CINA! Dan selama ini pihak pemerintah RI juga mendiamkan, membiarkan saja, ... Aneh, tapi itulah kenyataan yang terjadi! Dan sayapun yakin, diantara mereka yang tetap gunakan sebutan China/Cina, tentu ada kelompok rasialis yg justru makin anti-pati pada TIONGKOK timbul KEBENCIAN luar biasa pada kemajuan RRT 30 tahun terakhir ini! Sengaja bertahan dengan ngototnya menggunakan sebutan CINA untuk menghina Tiongkok yang makin JAYA! Dikira dengan sebutan CINA yang meenghina itu RRT bisa tumbang, ...! Biarlah anjing-anjing GILA itu menggonggong sepuasnya, selama tidak menggigit. Hehehee, ... Begitu juga dalam pergaulan sehari-hari, saya mengambil sikap membiarkan mereka masih saja menggunakan sebutan China dan Cina selama tidak digunakan untuk menghina Tiongkok dan melecehkan Tionghoa, ... TERBIASA sudah gunakan CINA! Begitu kalau ditegur! Ada lagi anak muda yang saya tanya merasa lebih enak gunakan Cina dan sesuai dengan bhs. Indonesia, katanya! Tapi, dalam pembicaraan dengan saya, setelah ditegur mereka juga merubah dengan Tiongkok/TIonghoa! Itu namanya orang-orang yang bisa dinamakan BERADAB! Sampai sekarang saya belum bertemu dengan orang yang BIADAB, atau wong EDAN yang ngotot bertahan gunakan sebutan CINA. Tapi, saya kira juga tidak perlu berkeras mempersoalkan sebutan Cina, apalagi harus baku-hantam hanya karena sebutan CINA itu! Bagi saya yang lebih PENTING bagaimana SIKAP mereka sesungguhnya dalam menggunakan sebutan CINA itu, .. karena kenyataan CINA sudah tidak lagi digandoli Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. SE.06/Pres.Kab/6/1967 yang memang bertujuan menghina Tiongkok dan melecehkan Tionghoa di Indonesia itu. Sebagaimana permintaan mang Radi, saya lampirkan pidato lengkap Presiden Soekarno dihadapan Pembukaan Kongreske-8 BAPERKI tahun 1963, untuk mengikuti kembali bagaimana sikap Bung Karno terhadap Tionghoa Indonesia! Salam, ChanCT From: Dharmawan Isaak Sent: Tuesday, January 31, 2017 5:10 AM Saja kira, kalau saja bertanja kepada saudara2 bangsa Indonesia SUKU BANGSA TIONGHOA;Apakah mereka setudju dengan adjaran Bung Karno,pasti sebagian besar dari mereka akan mendjawab setudju, bahkan banjak diantara mereka akan mengaku sukarnois. Tapi anehnja suku Tionghoa, masih banjak jang suka menggunakan kata "Tjina/Cina" di tempat Tionghoa atau Tiongkok. Menurut saja toleransi dan persatuan tidak bisa ditjapai dengan penjerahan, persatuan dan toleransi harus dihasiklkan oleh perdjuangan. Jang saja maksud perdjuangan, tidak berarti mendjadi radikal atau melakukan tindakan kekerasan seperti dilakukan gerombolan2 intoleransi. Dalam hubugan ini saja menghimbau pimpinan GELORA 45, supajamempublikasi pidato Bung Karno di kongres Baperki. Bung Chan pasti tau pidato mana jang saja maksudkan. 21 Maret 2010 pukul 17:07 Orang awam minta tolong kepada semua orang2 yang pandai, sampai sekarang saya merasa jadi seorang konservatif, pembuktiannya sangat sederhana, saya tidak bisa mengatakan kata Cina atau menulisnya. Padahal saya sudah melihat ada beberapa orang Indonesia sukubangsa Tionghoa (ini istilah Bung Karno) menulis atau berkata dengan lancar menggunakan Cina. Ditinjau dari kesukuan padahal saya ini “asli” Sunda. Yang menyebabkan orang awam tetap konservatif pun sangat sederhana. Di jaman baheula, jaman ost indiesche, memang sering mendengar secara kembar kata2 Cina maupun Tiongkok dan Tionghoa, sesudah jaman sigundul kata2 Cina menyusut, kata2 Tiongkok dan Tionghoa jadi dominan. Sesudah berdirinya RI dibawah pimpinan Bung Karno, secara resmi yang digunakan adalah untuk nama negeri Tiongkok, sedangkan untuk bangsa, bahasa digunakan Tionghoa. Penggunaan kata2 ini tidak kebetulan tapi merupakan sikap politik resmi dari pemerintah RI waktu itu, ialah untuk membedakan Taiwan yang menamakanukan diri “Republik Cina”padahal sesungguhnya hanya boneka Amerika, sedangkan disana di seberang laut, yang sering dinamakan daratan berdiri Republik Rakyat Tiongkok. Ternyata sejarah berjalan lain, di Indonesia terjadi perebutan kekuasaan oleh rezim fasis Suharto, sesudah dia mentancapkan kuku kekuasaannya dengan kuat, maka dikeluarkannya se-banyak2nya peraturan yang represi, satu diantara lain; peraturan MPR No.25 yang isinya pelarangan PKI dan ajran marxisme,juga dilarang menggunkan kata2 Tiongkok dan Tionghoa, dilarang merayakan tahun baru Imlek, dan dilarang Kong Fu Chuisme dianut sebagai agama, diharuskan mengganti nama yang diberikan oleh nenek moyangnya dan yang dipakai sebagai tanda budaya, juga diwajibkan mengganti agama.Menggantikan sebutan Tiongkok dan Tionghoa dengan Cina. Ditinjau dari ini jelas bahwa kata Cina di Indonesia adalah lambang penindasan yang kejam dan diskriminasi, terhadap bangsa senbdiri/Indonesia suku Tionghoa. Dalam hal ini pernah seorang kenalan muda, menanyakan, bagaimana dalam bahasa Inggris dan beberapa bahasa asing lainnya tidak Tiongkok tetapi Cina, dalam hal ini saya hanya bisa jelaskan, pertama masalah yang kita bicarakan bukan mengapa orang asing mengunakan kata Cina, tapi membicarakan sikap orang Indonesia terhadap kata "cina" yang dipaksakan oleh rezim otoriter fasis Suharto, kedua saya merasa tidak punyak hak untuk membicaraan soal itu karena tidak menguasai basa asng. Yang paling penting saya tidak tunduk kepada kepada peraturan rezim fasis. 2017-01-30 2:45 GMT+01:00 Chan CT <sadar@... <mailto:sadar@...> >: Museum peranakan Tionghoa di tengah Pasar Lama Tangerang · 29 Januari 2017 <http://www.bbc.com/indonesia/majalah-38786706> http://www.bbc.com/indonesia/ majalah-38786706 Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionBangunan Museum Benteng Heritage diperkirakan berusia 200 tahun. Di tengah keramaian pasar di Kota Tangerang Banten, terdapat sebuah museum yang menyimpan kekayaan budaya dan sejarah peranakan Tionghoa di Indonesia. Wartawan BBC Indonesia Sri Lestari mengunjungi Museum Benteng Heritage yang didirikan pria keturunan Tionghoa atau Cina Benteng. Suasana Imlek tampak kental di Pasar Lama Kota Tangerang, sejumlah pedagang menjual lampion, amplop untuk ang pau dan ornamen berbentuk ayam untuk menyambut Tahun Ayam Api. Tak ketinggalan kuliner khas Imlek, antara kue keranjang, dan bandeng. Sejumlah orang tampak berdoa sambil memegang dupa di Klenteng Boen Tek Bio yang berada di di tengah pasar yang merupakan cikal bakal Kota Tangerang ini. Kawasan ini dulu disebut Benteng, yang merujuk pada bangunan benteng di pinggir Sungai Cisadane yang dibangun untuk melindungi Vereenugde Oostindische Compagnie VOC dari serangan pasukan Kesultanan Banteng. Orang Tionghoa sudah berada di Tangerang sejak 1407 melalui Teluk Naga, jauh sebelum kedatangan VOC, keturunan mereka kemudian disebut dengan istilah Cina Benteng. § <http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38781609> Melongok Museum Benteng Heritage di Tangerang § <http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150219_lasem_toleransi> Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem Di sekitar klenteng yang dibangun pada 1775 masih ada beberapa bangunan tua yang sebagian besar digunakan sebagai toko. Salah satu bangunan tua itu digunakan Museum Benteng Heritage, yang hampir tidak terlihat karena tertutup lapak para pedagang pasar. Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionBangunan Museum Benteng Heritage berada di tengah pasar. Di dalam museum tampak beberapa pengunjung tengah mendengarkan penjelasan dari seorang pemandu di sebuah ruang makan yang dihiasi ornamen peranakan Tionghoa. Di lantai dua yang digunakan untuk menyimpan benda-benda bersejarah, tampak pemilik dan pendiri Museum Benteng Heritage Udaya Halim atau Lim Cin Peng meladeni sejumlah tamu. Meski tinggal di Australia, Udaya secara rutin kembali ke tanah air. Kecintaannya terhadap budaya leluhur dan pendidikan, membuat pria yang menghabiskan masa kecilnya di kawasan Pasar Lama membeli bangunan ini lalu menjadikannya sebagai museum. "Saya sendiri lahir di Tangerang sebagai orang Tionghoa, orang Cina Benteng," kata Udaya, "Kebetulan lagi saya suka dengan budaya dan kebudayaan Tionghoa sudah mengakar di Indonesia, seharusnya lebih diperkenalkan lagi agar keindonesiaan orang Tionghoa itu juga bisa diakui sebagaimana mestinya". Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionUdaya Halim mendirikan museum untuk memperkenalkan budaya peranakan Tionghoa di Indonesia. Dia membeli bangunan yang diperkirakan didirikan pada abad ke 17 ini dari sebuah keluarga yang telah menempatinya selama delapan generasi, dengan kondisi yang tidak terawat. "Saya dulu tinggal di rumah itu" kata Udaya sambil menunjuk sebuah rumah yang terletak di seberang museum, "Tapi kemudian pindah karena orangtua tak mampu, dulu waktu kecil saya suka main ke rumah ini". Upaya restorasi Udaya kemudian merestorasi bangunan ini selama dua tahun dengan berkonsultasi dengan para koleganya yang merupakan ahli sejarah dan arsitektur di berbagai negara. Selain itu, Udaya pun mengunjungi sejumlah kota di Indonesia dan Malaysia yang memiliki bangunan tua peninggalan keturunan Cina untuk mengkaji hubungan sejarahnya. "Ke Malaka saya sudah 36 kali sudah sejak saya bangun ini, dan ke Penang sudah lebih dari 10 kali dan saya juga riset ke tempat-tempat yang tua ke Lasem, Palembang dan dalam negeri juga, nah saya cari historical link nya , jadi dari jejak bangunannya dan saya lihat jejak bangunannya sama dengan yang ada di Malaka pada abad 17 akhir 18," jelas Udaya. Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionSeorang pemandu tengah menjelaskan ornamen di ruang makan di Museum Benteng Heritage kepada pengunjung.Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionRelief yang bercerita tentang kisah Jenderal Kwang Kong yang merupakan bagian dari legenda Sam Kok. Dia berupaya untuk mengembalikan karakter asli bangunan tersebut, dan tidak mengganti bagian dari bangunan. Sebagai contoh, keramik yang menutupi lantai asli bangunan tersebut berupa tegel kemudian dibongkar. Di salah satu bagian bangunan terdapat semacam ukiran dari pecahan keramik, yang bercerita tentang seorang tokoh dalam legenda Sam Kok, yaitu Jenderal Kwang Kong yang dikenal oleh masyarakat di negeri Cina dengan sifat yang jujur, gagah dan berani. Udaya mengatakan masuk dulu merupakan tempat tinggal, tetapi dia menduga bangunan ini awalnya didirikan sebagai rumah komunitas Tionghoa karena terletak di bagian belakang klenteng. § <http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38381155> Warga keturunan Tionghoa terbelah soal Ahok § <http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38457763> Benarkah sentimen anti-Cina di Indonesia kini menguat? Dari kebaya sampai perabot Setelah upaya restorasi, Udaya mengisi bangunan ini dengan berbagai koleksi, antara lain, kebab encim, berbagai macam timbangan, uang kuno, serta perabot tua. Dia mendapatkan benda-benda dengan berbagai cara. "Setiap keping ini saya dapatkan mulai saya beli sendiri, saya dapat dari masyarakat atau bahkan saya lihat menggeletak di gudang," jelas Udaya kemudian menunjukkan sebuah meja dengan hiasan lukisan dari kerang. Meja ini didapat dari sebuah gudang milik rekannya dalam kondisi sudah rusak berkeping-keping. Udaya kemudian merestorasinya selama enam bulan, kemudian diketahui meja yang berasal dari Cina ini diduga sudah berada di Indonesia sejak 200 tahun lalu. Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionSepatu tradisional perempuan Tionghoa dipamerkan di museum.Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionSejumlah timbangan kuno merupakan koleksi Museum Benteng Heritage. Di sebuah ruang khusus di lantai dua, Udaya menyimpan koleksi kamera dan gramafon tua, serta piringan hitam langka, antara lain lagu genjer-genjer yang dinyanyikan Bing Slamet dan lagu Indonesia Raya karya WR Supratman yang direkam pada tahun 1950an yang sempat diperdengarkan sore itu. Mantan Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Nurul Huda mengatakan Museum Benteng Heritage ini, sudah menjadi salah satu cagar budaya di kawasan Pasar Lama Tangerang. Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionPasar Lama merupakan cikal bakal Kota Tangerang. Berita terkait · (Message over 64 KB, truncated)