menurut saya kok si Amien Rais itu lebih cenderung Free Rider.

---In GELORA45@yahoogroups.com, <estiawind@...> wrote :

 Alangkah baiknya kalau kita kembali menegok kebelakang 20 tahun yang lalu.

Saya rasa yang berdiri didepan menentang pemerintahan Suharto sampai masuk

penjara bukannya Amien Rais melainkan anak anak muda dari PRD (Budiman

 Sudjatmiko dan teman2nya).

Apakah tidak demikian? Mudah2an apa yang saya kemukakan tidak benar.


AA
 


 
 Pada 13 Juni 2017 14.39, 'Chan CT' SADAR@... mailto:SADAR@... [GELORA45] 
<GELORA45@yahoogroups.com mailto:GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
   
  
  
 From: B.DORPI P. 
 Sent: Tuesday, June 13, 2017 7:22 AM


  

 A very good honest assessment, Mr. Toha . . .
 Thank you.
  
 Dorpi
  
 http://geotimes.co.id/saya- percaya-amien-rais-tapi/ 
http://geotimes.co.id/saya-percaya-amien-rais-tapi/
  
 Monday, 12 June 2017
  
  
 Saya Percaya Amien Rais, tapi… By Abdillah Toha
  
  
 
 
http://geotimes.co.id/online/wp-content/uploads/2017/06/antarafoto-keterangan-amien-rais-020617-adm-2-1.jpg
 Politisi Senior PAN Amien Rais (tengah) memberikan keterangan pers tentang 
aliran dana kasus korupsi pengadaan alat kesehatan, di Jakarta, Jumat (2/6). 
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
 
 Saya percaya bahwa pembelaan dan penjelasan Amien Rais (AR) tentang dana yang 
masuk ke rekening beliau dari yang diduga hasil korupsi alat kesehatan (alkes) 
adalah keterangan yang jujur dan benar. Bahwa AR tidak tahu asalnya dana itu 
dari mana, sangat masuk di akal. Kenapa? Karena saya tahu bahwa AR sudah sejak 
lama banyak menerima bantuan dana dari Sutrisno Bachir (SB). Bahkan kala AR 
mencalonkan diri sebagai calon presiden tahun 2004, konon, bantuan itu jauh 
lebih besar. Dan AR tidak perlu menanyakan dari mana asal usul uang itu karena 
SB dikenal sebagai pengusaha yang sukses dengan kekayaan melimpah.
  
 Harus saya akui tulisan saya berikut ini subyektif, namun saya punya keyakinan 
AR yang taat beragama itu mustahil mau menerima dana bantuan bila dia tahu itu 
berasal dari sumber yang tidak halal.
 Andai beliau berhenti sampai pada penjelasan yang sudah jelas itu, dampaknya 
akan sangat baik. Bila perlu membiarkan proses hukum Alkes berjalan dan 
bersedia menjelaskan bila diminta membuktikannya di pengadilan nanti. Yang jadi 
masalah justru reaksi AR yang agak berlebih sampai kepada tuduhan ada unsur 
busuk di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bermaksud 
menyudutkannya.
 Padahal KPK tidak menyebarkan berita itu dan itu beredar di media atas dasar 
keterangan jaksa penuntut di pengadilan yang belum tentu disetujui oleh majelis 
hakim. Kemudian AR juga mengatakan punya bukti tentang dua tokoh besar yang 
terlibat korupsi di negeri ini. Dan seterusnya. Sayang sekali.
 AR adalah doktor ilmu politik lulusan Amerika dan seorang alim dalam agama 
yang sempat menjadi idola banyak orang di negeri ini. Karier politiknya 
gemilang sampai ketika beliau mencapai kedudukan tinggi sebagai ketua Majelis 
Permusyawaratan Rakyat (MPR) pertama pasca reformasi. AR-lah yang memimpin MPR 
sehingga berhasil menciptakan berbagai amandemen UUD 1945 dengan gemilang yang 
menjadi dasar kembalinya kehidupan demokrasi yang sehat di negeri ini.
 Saya dan kita semua pasti ingat betul 20 tahun yang lalu ketika AR di puncak 
popularitasnya. Nyaris tidak ada seorang pun yang berani melawan kekuasaan 
otoriter Suharto diluar beliau. Setelah Suharto jatuh, yang tidak lepas dari 
perjuangan beliau, AR tidak ingin memanfaatkan peluang berebut mengisi 
kekosongan kepemimpinan politik saat itu. AR ingin kembali tetap sebagai ketua 
Muhammadiyah dan tidak menunjukkan keinginan berkuasa.
 AR sering mengutarakan bahwa dirinya hanya ingin terlibat dalam “politik 
tinggi”, bukan politik praktis yang dianggapnya rendah. Saya ingat, saya 
sendiri bersama M Dawam Rahardjo dan almarhum Amien Aziz khusus berangkat ke 
rumah beliau di Solo untuk meyakinkannya agar tidak mundur dari keramaian dan 
melanjutkan perjuangannya dalam politik. Kami kuatir saat itu perjuangan 
mengembalikan demokrasi di negeri in akan gagal bila beliau tidak terus hadir.
 Dengan didukung oleh bebagai tokoh seperti Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, 
Taufik Abdullah, Toeti Heraty, Zumrotin, AM Lutfi, AM Fatwa, Rizal Panggabean, 
Amien Rais, dan saya sendiri, kami kemudian menjadi pengagas dan formatur 
pertama Partai Amanat Nasional (PAN). Harus diakui bahwa PAN tidak akan berdiri 
tanpa kesediaan AR untuk ikut bersama.
 
http://geotimes.co.id/online/wp-content/uploads/2017/06/IMG-20170612-WA0000.jpg 
Abdillah Toha dan Amien Rais saat aktif mempersiapkan pendirian Partai Amanat 
Nasional 20 tahun silam di kantor Abdillah Toha di Jakarta. [Dok. penulis]
  
 
 Kemudian berbagai rangkaian peristiwa politik terjadi setelah BJ Habibie 
memutuskan mengakhiri jabatan presidennya setahun setelah reformasi. 
Ringkasnya, ada kesepahaman pembagian kekuasaan di antara pimpinan 
partai-partai poros tengah di mana Akbar Tanjung menjadi ketua DPR, Amien Rais 
ketua MPR, dan Gus Dur sebagai presiden RI. Dalam proses itu, AR sempat 
“didaulat” untuk menjadi presiden RI oleh Habibie dan sekelompok kekuatan 
politik, namun AR menolak karena antara lain beliau tidak ingin mencederai 
hubungan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama karena sebelumnya sudah ada 
kesepakatan lain. 
  
 Dis-ilusi (kekecewaan) pertama bercampur keterkejutan AR dan kita semua saat 
itu timbul ketika PAN yang didirikan dan dipimpin oleh tokoh reformasi AR pada 
pemilu legislatif pertama pasca reformasi tahun 1999, hanya meraih tidak lebih 
dari 7.4 % kursi. PDIP merajai hasil pemilu dengan 33%, sedang partai Orde Baru 
Golkar, meski merosot dari 74% pada DPR Orde Baru, masih tetap populer dengan 
perolehan 22%. Pukulan kedua ketika pada Pemilu Presiden tahun 2004, AR dan 
pasangannya hanya menduduki posisi keempat dari lima calon presiden dan gugur 
pada putaran pertama.
 Hilangnya jabatan ketua MPR dan kekalahan besar pada Pilpres 2004 merupakan 
pukulan telak pada AR pribadi dan PAN sehinga kami sempat ramai-ramai datang ke 
rumah beliau di Yogya untuk menghibur. Setelah itu AR melepaskan jabatan 
sebagai ketua umum PAN, namun kemudian masih aktif di belakang layar ikut 
menentukan siapa yang dianggap layak menggantikan kedudukannya sebagai pimpinan 
ekskutif PAN. Dua kali pemilihan ketua umum PAN sejak itu nyaris tidak terbuka 
dan dimenangkan oleh orang yang direstui AR.
 Sejak itu, banyak dari kami penggagas pertama PAN berharap AR tidak lagi 
berpolitik praktis tapi menempatkan dirinya sebagai guru bangsa yang berada di 
atas semua golongan, layaknya negarawan mantan presiden atau mantan pejabat 
tinggi. Harapan ini tak terjadi dan AR yang sudah tak memiliki kekuasaan 
politik riel ternyata masih terus menerus melakukan manuver-manuver politik 
tingkat bawah yang sering membingungkan.
 Terakhir AR bahkan ikut dan melibatkan diri dalam demo-demo yang tidak jelas 
arahnya. Tidak jarang beliau malah membuat pernyataan-pernyataan kontroversial 
seperti merendahkan wibawa presiden dan mengancam akan menjatuhkan Presiden 
Jokowi jika tak memenuhi tuntutannya, menuduh Ahok korupsi, dan sebagainya.
 Akibatnya, menurut pandangan subyektif saya, popularitas AR di kalangan publik 
makin lama makin merosot dan AR yang tadinya merupakan aset utama PAN telah 
menjadi liabilitas partai yang didirikannya.
 Saya menulis ini karena saya, dan saya yakin banyak pendiri PAN lain, sayang 
kepada partai yang kami ikut dirikan. Sebuah partai yang ketika didirikan tidak 
punya beban masa lalu. Partai yang penuh idealisme dan berdiri di baris 
terdepan reformasi. Partai yang, menurut pandangan saya, sampai saat ini 
relatif masih terbersih dibanding partai-partai lain.
 Saya menulis ini karena saya juga percaya kepada pribadi Amien Rais yang 
tegar, berani, cerdas, dan bersih dari keinginan memperkaya diri dari uang 
rakyat. Negeri ini akan beruntung bila pemimpin sekaliber AR dapat mendudukkan 
dirinya sebagai begawan yang bersedia menginspirasi bangsa ini demi kemajuan, 
kedamaian, dan kesejahteraan lahir dan batin warganya. Bukan bermanuver dengan 
langkah-langkah yang mencerminkan orang yang menderita sindrom kekuasaan.
 Usia kita bertambah terus. Tidak ada yang tahu sampai kapan kita akan berada 
di planet bumi ini. Setiap dari kita pasti ingin meninggalkan legacy yang baik 
ketika saatnya tiba. Karenanya, doa yang didambakan terkabul oleh setiap Muslim 
adalah husnul khatimah yang secara harfiah berarti akhir yang baik. Bukan 
sekadar wafat dalam keadaan beriman seperti yang sering dipahami oleh awam, 
husnul khatimah juga berarti makin tambah usia makin baik kehidupan kita, bukan 
sebaliknya. Di ujung usia, kita berharap mengalami puncak kebahagiaan dan 
kedamaian ruhani dan memberi manfaat positif bagi banyak orang.
 Semoga Allah memberi petunjuk dan hidayah kepada saya dan kita semua agar 
dengan rahmat-Nya kita dapat meraih husnul khatimah. Amiin.
 Jakarta, 12 Juni 2017

  
  
  
  
  
  
  
  
 


 


 
 
 



 

Kirim email ke