Selalu menyenangkan mendengar keinginan melawan kolonialisme dan berdikari, karena memang itulah maksud bangsa kepulauan ini memproklamirkan kemerdekaan. Dengan tujuan, menjadi masyarakat adil-makmur. Persoalannya, kolonialisme gaya baru terus menjaga Indonesia agar tetap terpecahbelah. Melalui berbagai isu dan cara mereka menghentikan tujuan bangsa ini (bukan membelokkan) hanya sampai di kursi kekuasaan, rebutan kekuasaan. Adilkah ini bagi masyarakat pemilik masa depan yaitu anak-cucu dan keturunan mereka? Jelas tidak. Dan ini bukti bahwa sistem pendidikan nasional yang ada tidak berhasil membuka mata. "seorang terpelajar harus sudah adil sejak dalam pikiran,"- pram
--- lusi_d@... wrote: Ada dua pendapat ttg penyelesaian dng PT Freport. Satu mendorong perpanjangan kontrak PT Freeport dan yang kedua kontrak selesai pada tahun 2021 nanti seperti yang dikemukakan oleh pengamat hukum pertambangan Bisman Bakhtiar ini. Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pendirian spt yg dikemukakkan itu bukan berarti datang dengan sendirinya. Masih harus diperjuangkan dengan segala cara. Hak pengelolaan tanah oleh PT Freeport sudah selesai. Jadi tanahnya, oleh PT Freeport harus dikembalikan sepenuhnya 100% kepada si pemiliknya, yaitu seluruh rakyat Indonesia. Karena itu untuk apa kok dimulai dari perdebatan kepemilikan saham 100% dan 51% itu. Saya berpendapat bahwa munculnya masalah kepemilikan saham (51% versus 49%) itu adalah akal busuk kaum neoliberal dan komprador imperialis menjebak selera hidup penguasa elite di Indonesia mengambil sikap untuk meneruskan hak pengelolaan dan perampokan kekayaan alam di Irian Barat itu ke PT Freeport dengan memperpanjang hak kepemilikan penguasaan dan pengelolaan wilayah tambang PT Freeport ke Indonesia pada tahun 2021 nanti. Kaum investor menuntut jaminan sambil menggunakan taktik merangkak-rangkak sedapat mungkin dengan cara menyodorkan tuntutan satu per satu untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Mestinya kita yah tidak perlu ikut-ikut bodoh dengan memperpanjang pengurasan kekayaan alam negerinya sendiri. Yang terpokok harus ada keberanian menentang kekuasaan nekolim di negeri kita kalau ingin mensejahterakan kehidupan rakyat. Tanpa keberanian semacam itu tidak akan tumbuh keyakinan kemenangan mempertahankan hakmilik nasionnya sendiri. Kewajiban kita selanjutnya bagaimana mengelola tambang yang sudah ada itu diabdikan sesuai dengan tuntutan Undang-Undang Dasar 45 Pasal 33. Diskusi kita harus dimulai disini. Kita perhatikan kwalitet manusia penguasa di Indonesia sekarang yang sudah pada ribut membayangkan limpahan rejeki finansial atau saham yang disimbulkan dengan istilah papa minta-saham melalui pertunjukan cakar-mencakar antar mereka. Jadi bukannya konsistens dengan janji mereka sendiri untuk menegakkan prinsip berdikari di bidang ekonomi itu yang menuntun politiknya, tapi rebutan rezeki saham. Orang harus berani menegakkan sendiri prinsip berdikari. Seberapapun ramainya orang menjajakan saham kalau tidak dirangkaikan dengan hasil produknya sendiri pada suatu saat nilai saham itu akan menjadi kertas gombal nol besar dan mampuslah si pemegang saham semacam itu. Belajarlah dari kebangkrutan Lemann Brothers Bank yang akhirnya aib penggelembungan bank-bank itu semuanya terbongkar dan menjalar ke seluruh dunia kapital finans dalam situasi yang sudah tidak bisa dikontrol lagi berapa nilai real setiap bank itu sebenarnya. Lain halnya kalau nilai produk itu dikuasai sendiri oleh negara yang berani menegakkan prinsip berdikari dalam ekonominya. Jadi masih ada yang menjamin nilai finansnya ketika krisis yang pasti akan datang itu terjadi. Sebab bagaimanapun krisis dan kontradiksi yang meruncing antar kekuasaan imperialis di Asia ini tidak akan terhindarkan. Tapi sampai sekarang yang saya perhatikan di Indonesia ini borjuis kecilnya, termasuk kaum sarjananya, kayaknya segan atau merasa sudah tidak mungkin meningkatkan pandangan klasnya bahkan menjadi borjuis nasional pun, karena itu lebih tertarik langsung jadi komprador saja? Oh enak ya ideologi cepat saji itu! Memang banyak orang yang pedenya merosot kalau digertak dengan soal kapital ketika memulai menggagas pelaksanaan berdikari di lapangan usaha. Jalan keluar yang terbayang dalam otaknya sampai sekarang barusamapi ke tingkat utang-utangan saja. Tapi kita tengok kejadian baru-baru ini. Ada juga sikap lain yang perlu mendapat perhatian dan bisa dikembangkan. Angkatan Udara beli pesawat udara ke Rusia dengan sistim pembayaran barter bahan baku. Ternyata Rusia mau menerima. Mengapa? Karena usaha ini bisa dilaksanakan dengan prinsip saling menguntungkan. Tidak perlu lewat dana devisa dolar atau euro dan dengan cara ini bisa menutup penggelembungan kapital. Dari sini kita menjadi maklum mengapa cara semacam ini tidak disenangi oleh kaum koruptor dan kaum neo-liberal. Di lain pihak kita semua kan katanya antikorupsi tokh. Diberi jalan yang menutup kemungkinan korupsi juga tetap bimbang-bimbang? Saya kira usaha keras menggagalkan perpanjangan kontrak pengurasan kekayaan alam negeri kita terhadap PT Freeport masih akan berlanjut sampai berhasil. Secara perjanjian internasional sebenarnya tidak ada penghalang kok. Sekali lagi untuk Jokowi, yang semacam ini sebenarnya merupakan kesempatan emas terakhir untuk naik daun lagi sebagai panglima tertinggi Angkatan Darat, Laut, dan Udara. Tergantung berani atau tidak. Lusi.- Am Tue, 3 Oct 2017 00:20:33 +0200 schrieb Sunny ambon : > *Diberitakan bahwa menteri seegala urusan akan ke Washington untuk > membicarakan Freeport.* > > > http://koransulindo.com/pemerintah-diminta-hentikan-upaya-divestasi-saham-freeport/ > > > Pemerintah Diminta Hentikan Upaya Divestasi Saham Freeport > > *Koran Sulindo* – Pemerintah diminta untuk tidak melakukan divestasi > karena masa kontrak PT Freeport akan berakhir 2021 mendatang. > > Pengamat hukum pertambangan Bisman Bakhtiar menilai langkah divestasi > tidak tepat dan pemerintah diminta bersabar hingga 2021. Ke depan, > nantinya wilayah tambang milik Freeport akan sepenuhnya kembali ke > Pemerintah Indonesia tanpa harus divestasi. > > “Pengelolaan wilayah pertambangan tersebut selanjutnya bisa melalui > BUMN yang dapat bekerjasama dengan berbagai pihak,” ujar Bisman dalam > keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (2/10). > > Menurutnya, dengan divestasi justru akan menjebak Indonesia untuk > memberikan perpanjangan terus kepada Freeport setelah kontrak karya > berakhir pada 2021. Padahal, kalau Pemerintah tidak memperpanjang > kontrak Freeport, posisi tawar Indonesia akan jauh lebih tinggi, > > Ditegaskan, sebaiknya pemerintah menghentikan perundingan dengan > Freeport. Pemerintah tidak perlu lagi negosiasi tentang divestasi, > melainkan perubahan kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan > Khusus, dan pemberian izin ekspor mineral mentah. > > “Sudah saatnya pemerintah tegas kepada Freeport agar tunduk dan patuh > pada undang-undang yang berlaku di Indonesia,” kata Bisman. *[CHA]*