https://tirto.id/sejarah-keji-westerling-membantai-rakyat-suppa-dan-rajanya-deU1
<https://tirto.id/q/politik-bpt>
Seri Kekejaman Westerling
Sejarah Keji Westerling: Membantai
Rakyat Suppa dan Rajanya
Potret sejarah pembantaian Westerling tahun 1946. FOTO/ Moluks
Historisch Museum
<https://tirto.id/sejarah-keji-westerling-membantai-rakyat-suppa-dan-rajanya-deU1>
Potret sejarah pembantaian Westerling tahun 1946. FOTO/
Moluks Historisch Museum
Oleh: Petrik Matanasi - 24 Januari 2019
Dibaca Normal 3 menit
/Westerling bikin teror di Kedatuan Suppa. Sudah pasti banyak yang
terbunuh, termasuk dua rajanya./
tirto.id <https://tirto.id/> - Menjadi raja adalah takdir bagi Andi
Abdullah Bau Massepe. Laki-laki kelahiran 1918 itu adalah putra dari
Andi Mappanyukki, mantan Raja Bone—yang setelah Indonesia merdeka adalah
pendukung Republik Indonesia—dengan istrinya, Besse Arung Bulo, seorang
bangsawan Sidenreng. Nama Massepe mirip dengan nama tempat kelahirannya
di Sidenreng. Dia punya tiga istri, yang paling terkenal karena
kecantikannya adalah Andi Bau Soji Datu Kanjenne.
Menjelang 1947, Bau Massepe sudah menjadi salah satu pemimpin di
Kedatuan Suppa. Dia dikenal sebagai Datu Suppa Muda. Pamannya, Andi
Makassau, dijuluki Datu Suppa Tua. Suppa masa kini adalah sebuah
kecamatan di antara jalan poros Pare-pare dengan Pinrang. Pusat Kedatuan
Suppa berada di Mara’bombang di sisi utara Teluk Pare-pare. Di tempat
itu nelayan biasa menanti ombak untuk melaut. Istana kedatuan Suppa
menghadap ke teluk, di mana kota pelabuhan Pare-pare terlihat jelas.
Rosihan Anwar pernah bertemu dengan Datu Suppa Muda waktu Konferensi
Malino (1946). Saat itu, seperti dicatat Rosihan dalam /Musim Berganti:
Sekilas Sejarah Indonesia 1925-1950/ (1985), Datu Suppa Muda “minta
pesannya disampaikan kepada Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta di
Yogya, dan menyerahkan dua helai tikar sembahyang buatan Bugis untuk
kedua pemimpin Republik itu” (hlm. 180).
Westerling tahu tentang keberpihakan Datu Suppa Muda. Suppa juga menjadi
sasaran operasi militer yang dilancarkan Westerling dan pasukannya.
Setelah beroperasi dari kampung ke kampung menebar teror, pasukan
Westerling mencapai daerah Suppa pada 28 Januari 1947. Andi Kassi alias
Andi Monji, bocah kelahiran 1937, tak akan lupa hari itu.
Baca juga: Pasukan Westerling Garang di Bandung, Loyo di Jakarta
<https://tirto.id/pasukan-westerling-garang-di-bandung-loyo-di-jakarta-cDsv>
Pembantaian Sehari Penuh
Sedari pagi buta, militer Belanda memasuki Suppa dan menggedori
rumah-rumah. Semua warga dipaksa keluar rumah dan digiring di tanah
lapang—yang kini jadi kantor kecamatan. Warga laki-laki dikumpulkan di
tempat agak terbuka, warga perempuan di bawah kolong rumah panggung.
Andi Monji melihat ayahnya, Andi Monjong, yang jadi /Pabbicara /Kedatuan
Suppa, diturunkan dari mobil jip. Beberapa serdadu Belanda menggebuki
ayahnya di hadapan rakyat Suppa. Itu adalah pemandangan sedih sekaligus
mengerikan.
Sepengelihatan Andi Monji, serdadu-serdadu Belanda adalah
serdadu-serdadu bule (kulit putih) yang menjagai orang-orang kampung
itu. Andi Monji tak tahu di mana serdadu-serdadu pasukan khusus Depot
Speciale Troepen (DST) berada. Padahal mereka tulang punggung penting
operasi Westerling yang dianggap sebagai Kampanye Pasifikasi itu.
Di tanah lapang itu, Westerling dan pasukannya mempertontonkan aksi
teror. Satu per satu warga ditembaki, baik oleh Westerling maupun
bawahannya. Andi Monji sendiri melihat ayahnya ditembak kepalanya oleh
Westerling menggunakan pistol. Seperti diketahui Andi Monji, jauh
setelah Westerling membedil kepada ayahnya, tembakan Westerling tak
pernah meleset.
Baca juga: Sebelum Westerling Ditimpuk Sepatu
<https://tirto.id/sebelum-westerling-ditimpuk-sepatu-b9mo>
Setelah banyak orang terbunuh, sebuah liang dibuat hari itu juga.
Beberapa orang yang masih hidup diperintahkan membawa orang-orang yang
terbunuh tadi ke liang besar. Namun, mereka yang membawa jenazah itu tak
pernah kembali lagi. Rupanya hidup mereka juga sudah berakhir di tangan
pasukan Westerling dan jadi penghuni liang yang ukurannya sekitar rumah
type 36 itu.
Acara pembantaian tersebut berlangsung seharian penuh. "Dari jam enam
(pagi) sampai jam enam (sore)," kenang Andi Monji.
Sebagai bocah yang tak berdaya, dia hanya bisa menangis. Tanpa adanya
sang ayah membuat hidupnya suram di kemudian hari. Dia mengaku tak bisa
menikmati bangku sekolah. Di hari ayahnya terbunuh, terbunuh pula kakek
Andi Monji, Andi Wenda.
Andi Monji mencatat 208 orang terbunuh pada kedatangan Westerling di
Suppa. Korban di daerah Suppa tergolong tinggi. Saat ini, lokasi
penguburan para korban “pengadilan militer” ala Westerling tersebut
telah menjadi Taman Makam Pahlawan. Peristiwa 28 Januari 1947 itu masih
diingat warga. Selain ada taman makam pahlawan, tak jauh dari tempat
pembantaian juga dibangun diorama adegan pembantaian Westerling.
Ketika /Tirto/ datang ke Suppa pada 28 Juni 2018, sidang gugatan
korban-korban Westerling sedang berlangsung di Belanda. Beberapa orang
tua di sekitar Suppa dihadirkan sebagai saksi secara /teleconference/ di
Café Resto Fly Over, Suppa. Tak jauh dari rumah Andi Monji tinggal. Andi
Monji sendiri juga datang sebagai saksi.
Itu adalah rangkaian kedua sidang gugatan korban Westerling di Sulawesi
Selatan. Dalam rangkaian pertama di Bulukumba, gugatan diterima dan
mendapat uang ganti rugi 20.000 Euro. Tapi tetap saja, seperti
dingiangkan Anhar Gonggong, nyawa yang hilang tak mungkin kembali.
Baca juga: Saksi Hidup Pembantaian Westerling - Catatan Reporter
<https://tirto.id/saksi-hidup-pembantaian-westerling--catatan-reporter-dbb6>
Ditenggelamkan ke Laut
Westerling tampaknya tahu adat Bugis. Haram darah raja mengalir di
tanah. Baik Datu Suppa Tua dan Datuk Suppa Muda tak dibunuh dengan
pistol Colt 38 milik Westerling. Atau juga dengan senjata otomatis Sten
Gun atau Thompson atau atau laras panjang Lee-Enfield (LE). Dua
bangsawan itu tetap dijadikan bahan /shock therapy/ dengan cara yang
tidak biasa.
“Westerling membunuh Datu Suppa Toa Andi Makassau dengan jalan
memecahkan biji kemaluan sang korban," kata Abdul Haris Nasution dalam
/Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia/-/Volume //IV /(1977: 155).
Infografik mozaik westerling
Versi yang banyak disebut, seperti dicatat wartawan senior Salim Said
yang kelahiran Pinrang dalam /Dari Gestapu ke Reformasi: Serangkaian
Kesaksian /(2013), “dia ditenggelamkan di Pantai Suppa. Badannya
diberati dengan cara diikatkan ke lesung batu, kemudian dilemparkan ke
dalam laut.”
Sementara menurut Nurwahidah dalam /Hj. Andi Siti Nurhani Sapada/
(2004), “Datu Suppa Tua ditemukan di laut di antara bangunan bambu
nelayan, setelah tiga hari sebelumnya ditenggelamkan di laut
Mara’bombang” (hlm. 58).
Berdasarkan penuturan Andi Monji, jenazahnya ditemukan La Ramalang Ambo
Metro. Monji juga menyebut, “Semula dikuburkan di belakang masjid, lalu
dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Pare-pare (Pacekke).”
Hingga hari ini, jika warga yang tinggal di sekitar istana Kedatuan
Suppa ditanya di mana Datu Suppa dibunuh, mereka akan menunjuk ke laut.
“Di situ,” kata Nadira, yang tinggal di sebelah istana dengan menunjuk
perairan yang menghadap kota Pare-pare. Jawaban Nadira dibenarkan
seorang nelayan bernama Syaharudin Aco.
Soal kematian Bau Massepe, tidak ada saksi yang melihat pembunuhannya.
Lahadjdji Patang dalam /Sulawesi dan pahlawan2nya: sejarah perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia /(1967) menyebut Bau Massepe dibunuh
secara perlahan-lahan dengan cara diseret mobil pada 2 Februari 1947
(hlm. 119).
Bau Massepe kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 2005.
Seperi Andi Makassau, Bau Massepe setidaknya jadi nama jalan di kota
Pare-pare dan Makassar.
Seri Kekejaman Westerling:
* Sejarah Pembantaian di Sulsel: Westerling Datang, Darah Tergenang
<https://tirto.id/sejarah-pembantaian-di-sulsel-westerling-datang-darah-tergenang-deUW>
==========
/Dalam rangka mengenang Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) pada 23 Januari 1950 yang didalangi Raymond Westerling,
/Tirto/menerbitkan serial khusus tentang aksi kekejaman perwira Belanda
itu. Serial ini ditayangkan setiap hari mulai Rabu (23/1/2019) hingga
Sabtu (26/1/2019). Artikel di atas adalah tulisan kedua./
Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA
<https://tirto.id/q/sejarah-indonesia-dwA?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Lowkeyword>
atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi
<https://tirto.id/author/petrikmatanasi?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Lowauthor>
(tirto.id - Politik)
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan