#Bersyukur PENGADILAN Hukum BELANDA-INDONESIA Gugatan korban-korban pembantaian 
massal oleh Westerling "DAPAT" BERLANGSUNG BAHKAN GANTIRUGIPUN 
TERPENUHI...Walau Nyawa yang hilang tak mungkin kembali dari kekejaman diluar 
perikemanusiaan tersebut... 👇

"Setelah banyak orang terbunuh, sebuah liang dibuat hari itu juga. Beberapa 
orang yang masih hidup diperintahkan membawa orang-orang yang terbunuh tadi ke 
liang besar. Namun, mereka yang membawa jenazah itu tak pernah kembali lagi. 
Rupanya hidup mereka juga sudah berakhir di tangan pasukan Westerling dan jadi 
penghuni liang yang ukurannya sekitar rumah type 36 itu."

"Acara pembantaian tersebut berlangsung seharian penuh. "Dari jam enam (pagi) 
sampai jam enam (sore)," kenang Andi Monji. "


"Ketika Tirto datang ke Suppa pada 28 Juni 2018, sidang gugatan korban-korban 
Westerling sedang berlangsung di Belanda. Beberapa orang tua di sekitar Suppa 
dihadirkan sebagai saksi secara teleconference di Café Resto Fly Over, Suppa. 
Tak jauh dari rumah Andi Monji tinggal. Andi Monji sendiri juga datang sebagai 
saksi." 

"Itu adalah rangkaian kedua sidang gugatan korban Westerling di Sulawesi 
Selatan. Dalam rangkaian pertama di Bulukumba, gugatan diterima dan mendapat 
uang ganti rugi 20.000 Euro. Tapi tetap saja, seperti dingiangkan Anhar 
Gonggong, nyawa yang hilang tak mungkin kembali.

Verzonden via Yahoo Mail op Android 
 
  Op do, jan. 24, 2019 om 16:59 schreef Awind j.gedea...@upcmail.nl 
[temu_eropa]<temu_er...@yahoogroups.com>:       
 


 
https://tirto.id/sejarah-keji-westerling-membantai-rakyat-suppa-dan-rajanya-deU1
 

                
                                                                   Seri 
Kekejaman Westerling
 
               Sejarah Keji Westerling: Membantai 
 
 
                      Rakyat Suppa dan Rajanya
                        
Potret sejarah pembantaian Westerling tahun 1946. FOTO/ Moluks Historisch Museum
    Oleh: Petrik Matanasi - 24 Januari 2019 Dibaca Normal 3 menit   Westerling 
bikin teror di Kedatuan Suppa. Sudah pasti banyak yang terbunuh, termasuk dua 
rajanya. tirto.id - Menjadi raja adalah takdir bagi Andi Abdullah Bau Massepe. 
Laki-laki kelahiran 1918 itu adalah putra dari Andi Mappanyukki, mantan Raja 
Bone—yang setelah Indonesia merdeka adalah pendukung Republik Indonesia—dengan 
istrinya, Besse Arung Bulo, seorang bangsawan  Sidenreng. Nama Massepe mirip 
dengan nama tempat kelahirannya di Sidenreng. Dia punya tiga istri, yang paling 
terkenal karena kecantikannya adalah Andi Bau Soji Datu Kanjenne.
 
 Menjelang 1947, Bau Massepe sudah menjadi salah satu pemimpin di Kedatuan 
Suppa. Dia dikenal sebagai Datu Suppa Muda. Pamannya, Andi Makassau, dijuluki 
Datu Suppa Tua. Suppa masa kini adalah sebuah kecamatan di antara jalan poros 
Pare-pare dengan Pinrang. Pusat Kedatuan Suppa berada di Mara’bombang di sisi 
utara Teluk Pare-pare. Di tempat itu nelayan biasa menanti ombak untuk melaut. 
Istana kedatuan Suppa menghadap ke teluk, di mana kota pelabuhan Pare-pare 
terlihat jelas.
 
 Rosihan Anwar pernah bertemu dengan Datu Suppa Muda waktu Konferensi Malino 
(1946). Saat itu, seperti dicatat Rosihan dalam Musim Berganti: Sekilas Sejarah 
Indonesia 1925-1950 (1985), Datu Suppa Muda “minta pesannya disampaikan kepada 
Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta di Yogya, dan menyerahkan dua helai 
tikar sembahyang buatan Bugis untuk kedua pemimpin Republik itu” (hlm. 180).
 
 Westerling tahu tentang keberpihakan Datu Suppa Muda. Suppa juga menjadi 
sasaran operasi militer yang dilancarkan Westerling dan pasukannya. Setelah 
beroperasi dari kampung ke kampung menebar teror, pasukan Westerling mencapai 
daerah Suppa pada 28 Januari 1947. Andi Kassi alias Andi Monji, bocah kelahiran 
1937, tak akan lupa hari itu.
 
 Baca juga: Pasukan Westerling Garang di Bandung, Loyo di Jakarta 
 
Pembantaian Sehari Penuh
 Sedari pagi buta, militer Belanda memasuki Suppa dan menggedori rumah-rumah. 
Semua warga dipaksa keluar rumah dan digiring di tanah lapang—yang kini jadi 
kantor kecamatan. Warga laki-laki dikumpulkan di tempat agak terbuka, warga 
perempuan di bawah kolong rumah panggung.
 
 Andi Monji melihat ayahnya, Andi Monjong, yang jadi Pabbicara Kedatuan Suppa, 
diturunkan dari mobil jip. Beberapa serdadu Belanda menggebuki ayahnya di 
hadapan rakyat Suppa. Itu adalah pemandangan sedih sekaligus mengerikan.
 
 Sepengelihatan Andi Monji, serdadu-serdadu Belanda adalah serdadu-serdadu bule 
(kulit putih) yang menjagai orang-orang kampung itu. Andi Monji tak tahu di 
mana serdadu-serdadu pasukan khusus Depot Speciale Troepen (DST) berada. 
Padahal mereka tulang punggung penting operasi Westerling yang dianggap sebagai 
Kampanye Pasifikasi itu.
 
 Di tanah lapang itu, Westerling dan pasukannya mempertontonkan aksi teror. 
Satu per satu warga ditembaki, baik oleh Westerling maupun bawahannya. Andi 
Monji sendiri melihat ayahnya ditembak kepalanya oleh Westerling menggunakan 
pistol. Seperti diketahui Andi Monji, jauh setelah Westerling membedil kepada 
ayahnya, tembakan Westerling tak pernah meleset.
 
 Baca juga: Sebelum Westerling Ditimpuk Sepatu  
 Setelah banyak orang terbunuh, sebuah liang dibuat hari itu juga. Beberapa 
orang yang masih hidup diperintahkan membawa orang-orang yang terbunuh tadi ke 
liang besar. Namun, mereka yang membawa jenazah itu tak pernah kembali lagi. 
Rupanya hidup mereka juga sudah berakhir di tangan pasukan Westerling dan jadi 
penghuni liang yang ukurannya sekitar rumah type 36 itu.
 
 Acara pembantaian tersebut berlangsung seharian penuh. "Dari jam enam (pagi) 
sampai jam enam (sore)," kenang Andi Monji. 
 
 Sebagai bocah yang tak berdaya, dia hanya bisa menangis. Tanpa adanya sang 
ayah membuat hidupnya suram di kemudian hari. Dia mengaku tak bisa menikmati 
bangku sekolah. Di hari ayahnya terbunuh, terbunuh pula kakek Andi Monji, Andi 
Wenda.
 
 Andi Monji mencatat 208 orang terbunuh pada kedatangan Westerling di Suppa.. 
Korban di daerah Suppa tergolong tinggi. Saat ini, lokasi penguburan para 
korban “pengadilan militer” ala Westerling tersebut telah menjadi Taman Makam 
Pahlawan. Peristiwa 28 Januari 1947 itu masih diingat warga. Selain ada taman 
makam pahlawan, tak jauh dari tempat pembantaian juga dibangun diorama adegan 
pembantaian Westerling.
 
 Ketika Tirto datang ke Suppa pada 28 Juni 2018, sidang gugatan korban-korban 
Westerling sedang berlangsung di Belanda. Beberapa orang tua di sekitar Suppa 
dihadirkan sebagai saksi secara teleconference di Café Resto Fly Over, Suppa. 
Tak jauh dari rumah Andi Monji tinggal. Andi Monji sendiri juga datang sebagai 
saksi. 
 
 Itu adalah rangkaian kedua sidang gugatan korban Westerling di Sulawesi 
Selatan. Dalam rangkaian pertama di Bulukumba, gugatan diterima dan mendapat 
uang ganti rugi 20.000 Euro. Tapi tetap saja, seperti dingiangkan Anhar 
Gonggong, nyawa yang hilang tak mungkin kembali.
 
 Baca juga: Saksi Hidup Pembantaian Westerling - Catatan Reporter 
 
Ditenggelamkan ke Laut
 Westerling tampaknya tahu adat Bugis. Haram darah raja mengalir di tanah. Baik 
Datu Suppa Tua dan Datuk Suppa Muda tak dibunuh dengan pistol Colt 38 milik 
Westerling. Atau juga dengan senjata otomatis Sten Gun atau Thompson atau atau 
laras panjang Lee-Enfield (LE). Dua bangsawan itu tetap dijadikan bahan shock 
therapy dengan cara yang tidak biasa.
 
 “Westerling membunuh Datu Suppa Toa Andi Makassau dengan jalan memecahkan biji 
kemaluan sang korban," kata Abdul Haris Nasution dalam Sekitar Perang 
Kemerdekaan Indonesia-Volume IV (1977: 155). 
 
      
 
 Versi yang banyak disebut, seperti dicatat wartawan senior Salim Said yang 
kelahiran Pinrang dalam Dari Gestapu ke Reformasi: Serangkaian Kesaksian 
(2013), “dia ditenggelamkan di Pantai Suppa. Badannya diberati dengan cara 
diikatkan ke lesung batu, kemudian dilemparkan ke dalam laut.”
 
 Sementara menurut Nurwahidah dalam Hj. Andi Siti Nurhani Sapada (2004), “Datu 
Suppa Tua ditemukan di laut di antara bangunan bambu nelayan, setelah tiga hari 
sebelumnya ditenggelamkan di laut Mara’bombang” (hlm. 58). 
 
 Berdasarkan penuturan Andi Monji, jenazahnya ditemukan La Ramalang Ambo Metro. 
Monji juga menyebut, “Semula dikuburkan di belakang masjid, lalu dipindahkan ke 
Taman Makam Pahlawan Pare-pare (Pacekke).”
 
 Hingga hari ini, jika warga yang tinggal di sekitar istana Kedatuan Suppa 
ditanya di mana Datu Suppa dibunuh, mereka akan menunjuk ke laut. “Di situ,” 
kata Nadira, yang tinggal di sebelah istana dengan menunjuk perairan yang 
menghadap kota Pare-pare. Jawaban Nadira dibenarkan seorang nelayan bernama 
Syaharudin Aco.
 
 Soal kematian Bau Massepe, tidak ada saksi yang melihat pembunuhannya. 
Lahadjdji Patang dalam Sulawesi dan pahlawan2nya: sejarah perjuangan 
kemerdekaan Republik Indonesia (1967) menyebut Bau Massepe dibunuh secara 
perlahan-lahan dengan cara diseret mobil pada 2 Februari 1947 (hlm. 119). 
 
 Bau Massepe kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 2005. Seperi Andi 
Makassau, Bau Massepe setidaknya jadi nama jalan di kota Pare-pare dan Makassar.
 
 Seri Kekejaman Westerling:    
   - Sejarah Pembantaian di Sulsel: Westerling Datang, Darah Tergenang
  
 ==========
 
 Dalam rangka mengenang Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada 
23 Januari 1950 yang didalangi Raymond Westerling, Tirto menerbitkan serial 
khusus tentang aksi kekejaman perwira Belanda itu. Serial ini ditayangkan 
setiap hari mulai Rabu (23/1/2019) hingga Sabtu (26/1/2019). Artikel di atas 
adalah tulisan kedua.   
 Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya 
Petrik Matanasi
     (tirto.id - Politik) 
 
 
 Penulis: Petrik Matanasi
 Editor: Ivan Aulia Ahsan
    
 
 
 
 
 
         #yiv7565581809 #yiv7565581809 -- #yiv7565581809ygrp-mkp {border:1px 
solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-mkp #yiv7565581809hd 
{color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 
0;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-mkp #yiv7565581809ads 
{margin-bottom:10px;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-mkp .yiv7565581809ad 
{padding:0 0;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-mkp .yiv7565581809ad p 
{margin:0;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-mkp .yiv7565581809ad a 
{color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-sponsor 
#yiv7565581809ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-sponsor #yiv7565581809ygrp-lc #yiv7565581809hd {margin:10px 
0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-sponsor #yiv7565581809ygrp-lc .yiv7565581809ad 
{margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv7565581809 #yiv7565581809actions 
{font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809activity 
{background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv7565581809
 #yiv7565581809activity span {font-weight:700;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809activity span:first-child 
{text-transform:uppercase;}#yiv7565581809 #yiv7565581809activity span a 
{color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv7565581809 #yiv7565581809activity span 
span {color:#ff7900;}#yiv7565581809 #yiv7565581809activity span 
.yiv7565581809underline {text-decoration:underline;}#yiv7565581809 
.yiv7565581809attach 
{clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 
0;width:400px;}#yiv7565581809 .yiv7565581809attach div a 
{text-decoration:none;}#yiv7565581809 .yiv7565581809attach img 
{border:none;padding-right:5px;}#yiv7565581809 .yiv7565581809attach label 
{display:block;margin-bottom:5px;}#yiv7565581809 .yiv7565581809attach label a 
{text-decoration:none;}#yiv7565581809 blockquote {margin:0 0 0 
4px;}#yiv7565581809 .yiv7565581809bold 
{font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv7565581809 
.yiv7565581809bold a {text-decoration:none;}#yiv7565581809 dd.yiv7565581809last 
p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv7565581809 dd.yiv7565581809last p 
span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv7565581809 
dd.yiv7565581809last p span.yiv7565581809yshortcuts 
{margin-right:0;}#yiv7565581809 div.yiv7565581809attach-table div div a 
{text-decoration:none;}#yiv7565581809 div.yiv7565581809attach-table 
{width:400px;}#yiv7565581809 div.yiv7565581809file-title a, #yiv7565581809 
div.yiv7565581809file-title a:active, #yiv7565581809 
div.yiv7565581809file-title a:hover, #yiv7565581809 div.yiv7565581809file-title 
a:visited {text-decoration:none;}#yiv7565581809 div.yiv7565581809photo-title a, 
#yiv7565581809 div.yiv7565581809photo-title a:active, #yiv7565581809 
div.yiv7565581809photo-title a:hover, #yiv7565581809 
div.yiv7565581809photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv7565581809 
div#yiv7565581809ygrp-mlmsg #yiv7565581809ygrp-msg p a 
span.yiv7565581809yshortcuts 
{font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv7565581809 
.yiv7565581809green {color:#628c2a;}#yiv7565581809 .yiv7565581809MsoNormal 
{margin:0 0 0 0;}#yiv7565581809 o {font-size:0;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809photos div {float:left;width:72px;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809photos div div {border:1px solid 
#666666;min-height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809photos div label 
{color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv7565581809
 #yiv7565581809reco-category {font-size:77%;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809reco-desc {font-size:77%;}#yiv7565581809 .yiv7565581809replbq 
{margin:4px;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-actbar div a:first-child 
{margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-mlmsg 
{font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-mlmsg select, #yiv7565581809 input, #yiv7565581809 textarea 
{font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-mlmsg pre, #yiv7565581809 code {font:115% 
monospace;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-mlmsg * 
{line-height:1.22em;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-mlmsg #yiv7565581809logo 
{padding-bottom:10px;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-msg p a 
{font-family:Verdana;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-msg 
p#yiv7565581809attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-reco #yiv7565581809reco-head 
{color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-reco 
{margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-sponsor 
#yiv7565581809ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-sponsor #yiv7565581809ov li 
{font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-sponsor #yiv7565581809ov ul {margin:0;padding:0 0 0 
8px;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-text 
{font-family:Georgia;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-text p {margin:0 0 1em 
0;}#yiv7565581809 #yiv7565581809ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv7565581809 
#yiv7565581809ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none 
!important;}#yiv7565581809   

Kirim email ke