Si Ahok kelihatannya sedemikian ditakuti dan sekaligus dikagumi, apakah 
cerminan alam bawah sadar?
 

 

 
https://duta.co/geger-ahok-bisa-gantikan-kiai-maruf-gus-aam-wahib-ini-sudah-lama-diprediksi-para-kiai/
 
https://duta.co/geger-ahok-bisa-gantikan-kiai-maruf-gus-aam-wahib-ini-sudah-lama-diprediksi-para-kiai/

 Geger Ahok Bisa Gantikan Kiai Maruf, Gus A’am Wahib: Ini Sudah Lama Diprediksi 
Para Kiai 10 Februari 2019 




 
 
 
https://www.facebook.com/sharer.php?u=https%3A%2F%2Fduta.co%2Fgeger-ahok-bisa-gantikan-kiai-maruf-gus-aam-wahib-ini-sudah-lama-diprediksi-para-kiai%2F




 

 
 Jokowi dan Ahok disebut paling chemistry. FT/rmol.co) 

 SURABAYA | duta.co – Dulu, begitu KH Ma’ruf Amin dipilih menjadi Cawapres 
Jokowi —  menggantikan Mahfud MD yang sudah meluncur dengan baju putih —  
seorang kiai dalam sebuah pertemuan kiai-kiai NU di sebuah pesantren salaf di 
Jombang, Jawa Timur, nyeletuk, menyebut nama Ahok.
 “Saya mendapat informasi, Ahok kemungkinan akan menggantikan Kiai Ma’ruf 
nanti,” demikian seorang kiai asal Surabaya ini.
 Tidak ada yang menggubris kalimat tersebut. Apalagi saat itu, Ahok masih dalam 
penjara. Tetapi, hari ini, Minggu (10/2/2019) dunia politik mulai geger, 
tentang kemungkinan Ahok menggantikan Kiai Ma’ruf jika berhalangan tetap.
 
 “Ini sudah lama diprediksi kiai. Saya teringat sambutan kiai di Jombang. Dalam 
politik apa yang tidak mungkin,” demikian disampaikan H Agus Solachul A’am, 
Ketua Barisan Kiai dan Santri Nahdliyin (BKSN) kepada duta.co Minggu, 
(10/2/2019).
 

 Menurut Gus A’am Wahib (panggilan akrabnya), para kiai, walau bukan politisi, 
ternyata memiliki ‘daya cium’ politik yang tajam. Mereka bukan hanya 
penglihatan lahir, tetapi juga batinnya berjalan.
 “Pertama, cara rekrutmennya sudah tidak benar, tidak ada musyawarah di tubuh 
NU. Kedua, mengorbankan Pak Mahfud MD yang sudah ukur baju segala. Ketiga, 
mengapa harus memilih beliau yang, secara usia lebih pas menjaga MUI, menjadi 
Rais Aam PBNU. Operasi politik macam apa ini? Jangan-jangan beliau hanya 
menjadi ganjal politik? Ini sudah dipikirkan para kiai,” tegas putra KH Wahib 
Wahab, Menteri Agama RI ke-8 ini.
 Jadi, tambah Gus A’am Wahib, kalau hari ini Ahok sudah menjadi kader PDI-P, 
maka, memori lama itu bangkit kembali. “Dalam permainan politik, apa pun bisa 
terjadi. Tidak ada yang sulit. Ini menjadi catatan serius warga NU khususnya, 
umat Islam umumnya,” tegas cucu pendiri NU (KH wahab Chasbullah) ini.
 Kiai Ma’ruf Sudah Menyesal Jadi Saksi Ahok Ketua DPP Partai Gerindra 
Habiburokhman juga mengingatkan ketika Ahok masih mendekam di balik jeruji, 
muncul spekulasi mantan gubernur DKI Jakarta itu akan merapat ke PDI 
Perjuangan. Kenyataannya, sekarang itu terjadi.
 “Kita bicara kemungkinan-kemungkinan ya,” ujar Habiburokhman kepada rmol, 
(Minggu, 10/2).
 Mengapa Ahok berpeluang menggantikan Maruf? Pertama, kata dia, kedekatan 
dengan Presiden Jokowi. “Dulu kan mereka duet di pemerintahan DKI,” ulasnya.
 Kedua, jika yang dipersoalkan koalisi di kubu Jokowi. Habiburokham 
mengingatkan, parpol-parpol pengusung duet Ahok dan Djarot Saiful Hidayat di 
Pilkada Jakarta 2017 lalu, masih yang sama dengan koalisi Jokowi-Maruf. 
Kemudian saat Ahok menghadapi kasus penistaan agama, mereka solid beri dukungan.
 “Jadi chemistry-nya sudah ketemu, saya pikir tidak banyak penolakan di 
internal mereka karena kan sama-sama,” jelasnya.
 Dalam konteks Pilpres pun menurut dia, tidak akan menemui kendala berarti 
selama di antara parpol koalisi sepakat mengusung Ahok, maka, tak perlu ada fit 
and proper test atau pembahasan di DPR.
 “Bisa langsung ditentukan kalau misal sudah ada situasi kiai Maruf 
digantikan,” demikian Habiburokhman menekankan. Apalagi, Kiai Ma’ruf sendiri 
sudah mengatakan bahwa saat menjadi saksi Ahok, itu karena terpaksa, dan 
menyesal.
 Politisi PDIP, Eva Kusuma Sundari menanggapi rumor tersebut semata untuk 
menggembosi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf.  “Tidak ada ceritanya di UU, 
yang orang bisa menggantikan seseorang, itu seolah menjadi urusan personal kan 
ada koalisi,” ujar Eva saat dihubungi RMOL, (Minggu, 10/2).
 Eva memberi contoh pergantian wakil gubernur DKI Jakarta paska ditinggal 
Sandiaga Uno hampir tujuh bulan, di mana antara Partai Keadilan Sejahtera dan 
Partai Gerindra sebagai pengusung belum menemui titik temu.
 “Ganti wagub saja berantem loh di antara koalisi. Ahok itu siapa, partainya 
PDIP, masa nanti orang-orang PPP, koalisi ngomong masa PDIP sama PDIP,” ucapnya.
 “Lihat saja kasus di DKI, tidak kelar-kelar,” cetus Eva yang juga anggota DPR.
 Sekali lagi Eva menekankan, menggantikan seorang presiden dan wakil presiden 
tidak sesederhana karena secara konstitusi memiliki prosedur sangat rumit dan 
yang harus dilalui. “Lagian Pak Maruf tidak bisa diganti sewaktu-waktu,” 
imbuhnya.
 
 Masalahnya: Dalam dunia politik, apa yang tidak mungkin. Semua serba mungkin 
jika mayoriotas sudah menghendaki. Bukankah begitu? Wallahu’alam. (mky,rmol)

Kirim email ke