Pejabat pemerintah berulang kali mengutarakan Debt to GDP Ratio tetapi sangat jarang (atau tidak pernah?) mengutarakan Debt to Service Ratio dan Debt to Income Ratio. Setiap kali pejabat keuangan selalu mengutarakan hutang masih kecil dgn membandingkan Debt to GDP dan dibandingkan dgn negara2 lain seperti Jepang dan US, tetapi sayangnya Debt to Service dan Debt to Income tidak dibandingkan. Belum lagi kenyataan Indonesia negara pengutang murni dengan sedikit piutang (atau tidak ada?) sementara Jepang dan US selain utang juga banyak piutang. Bloomberg tahun lalu memberitakan hutang Indonesia sangat risky dengan rasio 51%. Moody’s Investors Service’s external vulnerability index -- which is the ratio of short-term debt, maturing long-term debt and non-resident deposits over one year calculated as a proportion of reserves -- puts Indonesia at 51 percent and India at 74 percent. India, Indonesia Are Among Asia's Most Debt-Risky Nations
| | | | | | | | | | | India, Indonesia Are Among Asia's Most Debt-Risky Nations Karl Lester M Yap It’s no surprise that India and Indonesia are among the worst-hit Asian currencies this year when you look at th... | | | ---In GELORA45@yahoogroups.com, <nesare1@...> wrote : Lah kan sudah ada data debt to GDP dan debt service ratio dan tersebar dimana2. Ayo ente analisa! Mari kita lihat klaim ente bahwa RI ngibul rakyatnya! Mari kita lihat gimana ente membahas debt to GDP vs debt service ratio ini! Atau ente hanya nyinyir saja! Atau kabur pake’ meme lagi?! Gimana ya pemerintah RI ngibulin rakyatnya itu? Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> Sent: Monday, March 11, 2019 1:47 PM To: Yahoogroups <gelora45@yahoogroups.com> Subject: RE: [GELORA45] Kemenkeu Soal Chinese Money Trap: Pengaruh untuk Indonesia Masih Sangat Jauh Artinya sederhana, dengan hanya meng-koar2kan Debt to GDP tanpa mengutarakan DSR pemerintah mengelabuhi rakyatnya sendiri seakan utang tsb kecil dgn menyembunyikan betapa untuk bayar gelagepan sehingga yang terjadi utang baru untuk bayar utang lama alias terjerat dalam debt trap. ---In GELORA45@yahoogroups.com, <nesare1@...> wrote : Pemerintah suatu negara tidak berkewajiban menjawab pertanyaan2 seperti ini.. Pemerintah suatu negara berkewajiban mengeluarkan data yang relevan dalam penyelenggaraan negaranya. Kalau ente mau tahu, cari datanya. Bukannya menyalahkan pemerintah RI tidak memberikan jawabannya. Orang2 yang belajar ekonomi dan disiplin ilmu yg terkait dgn data2 ekonomi, akan mencari data dan memberikan kesimpulan atas interpretasi data yg tersedia dari pemerintah suatu negara. Ente mentalnya minta2 saja! Jelas sekali ente gak ngerti permintaan ente dan data yg sdh tersedia! Data hutang dan data pajak serta data eksport pemerintah RI tersedia dimana2 baik primer, sekunder sampai tersier. Tinggal dilihat lalu disajikan dan diinterpretasikan. MAMPU NDAK ENTE SETELAH ANE KASIH TAHU BEGINI?!!!! Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> Sent: Monday, March 11, 2019 1:15 PM To: Yahoogroups <gelora45@yahoogroups.com> Subject: [GELORA45] Kemenkeu Soal Chinese Money Trap: Pengaruh untuk Indonesia Masih Sangat Jauh Pemerintah selalu beralasan masih aman melihat rasio utang terhadap GDP, tetapi tidak pernah diutarakan cicilan+bunga dibanding pendapatan pajak, tidak pernah diutarakan besarnya cicilan+bunga dibanding pendapatan ekspor atau yang disebut debt service ratio. Melihat tingginya tingkat bunga artinya cicilan + bunga (debt service) juga tinggi. --- Pemerintah menjelaskan, selain besaran jumlah utang dari China yang masih sebesar Rp 22 triliun atau 0,50 persen, rasio utang pemerintah terhadap PDB per 2018 masih dalam batas aman atau kurang dari 30 persen. Rasio utang Indonesia saat ini sebesar 29,78 persen, jauh di bawah negara peer atau yang setara. Di mana, Mesir sebesar 101,2 persen, Mongolia 79,4 persen, Sri Lanka 77,6 persen, Pakistan 67,2 persen. .... Kemenkeu Soal Chinese Money Trap: Pengaruh untuk Indonesia Masih Sangat Jauh | | | | | | | | | | | Kemenkeu Soal Chinese Money Trap: Pengaruh untuk Indonesia Masih Sangat ... Harwanto Bimo Pratomo Disebutkan, China memberikan pinjaman ke beberapa negara untuk mewujudkan New Silk Road yang semuanya akan terhu... | | | Senin, 11 Maret 2019 16:10Reporter : Harwanto Bimo Pratomo Ilustrasi Chinese Money Trap. ©2016 Merdeka.com Merdeka.com - Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa Indonesia masih aman dari pengaruh Chinese Money Trap yang tengah ramai dibicarakan. Mengutip penjelasan Facebook Nas Daily, Chinese Money Trap ialah skema China yang memberi pinjaman ke beberapa negara dalam jumlah besar untuk pembangunan dengan maksud agar Negeri Panda dapat menguasai aset tersebut jika penerima utang tidak mampu membayar. Dikutip dari akun Facebook Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Senin (11/3), pemerintah memaparkan utang dari China hanya sebesar Rp 22 triliun per akhir 2018. Jumlah utang tersebut setara dengan 0,50 persen jumlah total pinjaman pemerintah. "Utang pemerintah yang berasal dari pinjaman saat ini sebesar 18,23 persen. Sementara, dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN), sebesar 81,77 persen," tulis mereka. Pemberi pinjaman antara lain Bank Dunia, Asian Development Bank, Jepang, Jerman, Prancis, dan China. Pinjaman pemerintah kepada China menggunakan skema goverment to goverment (G to G) dan selalu menerapkan prinsip kehati-hatian, terukur, dan transparan. "Pinjaman pemerintah tidak jatuh tempo sekaligus, tetapi pembayarannya dicicil selama periode tertentu sehingga tidak memberatkan keuangan. Indonesia masih sangat jauh dari pengaruh skenario yang disebutkan sebagai Chinese Money Trap," jelasnya. Mengapa Indonesia masih aman? Pemerintah menjelaskan, selain besaran jumlah utang dari China yang masih sebesar Rp 22 triliun atau 0,50 persen, rasio utang pemerintah terhadap PDB per 2018 masih dalam batas aman atau kurang dari 30 persen. Rasio utang Indonesia saat ini sebesar 29,78 persen, jauh di bawah negara peer atau yang setara. Di mana, Mesir sebesar 101,2 persen, Mongolia 79,4 persen, Sri Lanka 77,6 persen, Pakistan 67,2 persen. Sementara, rasio defisit pemerintah pada 2017, sebesar 2,5 persen atau di bawah batas aman yang ditentukan 3 persen. Di mana, negara lain yakni Mesir di 10,7 persen, Kenya 9,5 persen, Mongolia 6,2 persen, Pakistan 5,8 persen, Sri Lanka 5,5 persen. Kemenkeu meyakinkan pemerintah mampu untuk membayar utang karena telah dianggarkan dalam APBN di setiap tahunnya. "Pengelolaan utang diatur dalam UU APBN serta pengawasannya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)." Selain itu, utang digunakan untuk membiayai proyek-proyek produktif yang memberikan manfaat lebih besar dari biaya utangnya. Menurut McKinsey pada 2016, proyek infrastruktur memberikan return 20 persen, sementara biaya utang pemerintah sekitar 8 persen. Disebutkan, China memberikan pinjaman ke beberapa negara untuk mewujudkan New Silk Road yang semuanya akan terhubung dengan China. Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, juga telah memperingatkan akan bahaya Chinese Money Trap ini. Mahathir, sejak kembali menjabat, terus menyuarakan perjanjian ulang atau bahkan pembatalan pada rencana kerjasama pembangunan infrastruktur oleh China yang disebutnya tak adil. [bim]