-------- 轉寄郵件 --------
主旨:     Fwd: Fwd: Islam dan Perpolitikan di Indonesia
日期:     Wed, 24 Apr 2019 23:00:49 +0800
從:      ChanCT <sa...@netvigator.com>
到:      GELORA_In <GELORA45@yahoogroups.com>






-------- 轉寄郵件 --------
主旨:     Fwd: Islam dan Perpolitikan di Indonesia
日期:     Tue, 23 Apr 2019 19:34:05 +0700
從:      Salim Said <bungsali...@gmail.com>

        


Pilpres dan Keterbelahan Indonesia Hari-hari ini.
(suatu percobaan untuk lebih mengerti)
..
Tulisan Luthfi Assaukani di Kompas beberapa hari lalu itu merupakan salah satu tulisan terbaiknya yang sempat saya baca. Sayang tulisan ini belum menyoroti persoalan yang menjadi dasar konflik atau "ribut" yang melanda Indonesia menjelang dan setelah pemungutan suara pilpres 2019  dan peranan Jokowi dalam "kekisruhan itu."

Tulisan Luthfi ini  akan lebih lengkap jika secara lebih saksama disertai  penjelasan mengapa kaum modernis Islam berkumpul di sekitar Prabowo dan bagaimana sebenarnya hubungan Prabowo dengan Islam modernis itu?  Saya sendiri cenderung berpendapat, fenomena ini sebagian besar bersumber pada kelemahan pengertian dan pengetahuan politik Jokowi. Kalau saja  Jokowi sadar akibat ucapan Ahok (soal Almaida)  yang memantik kemarahan ummat, "konflik" sekarang besar kemungkinan bisa dihindarkan.Tapi konflik sulit dihindarkan, sebab Jokowi tidak tahu potensi konflik mendasar Indonesia yang mulai muncul dan berkembang sejak adanya polemik Natsir-Sukarno di masa pergerakan kemerdekaan. Debat itu berputar sekitar persoalan tentang apa dasar negara yang  akan mereka bangun bersama kelak setelah Indonesia berhasil merdeka. Negara berdasarkan syariat (Islam) atau berdasarkan kebangsaan. Debat ini tidak pernah selesai hingga hari ini.Soal ini muncul kemudian dalam bentuk *Piagam Jakarta*, perdebatan di *Sidang Konstituante,* muncul pada *deklarasi Sukarno kembali ke UUD 45 pada tahun 1959*, juga muncul pada *awal Orde Baru*, mencul lagi *setelah refomasi *yang mengakhiri masa Orde Baru. Di masa pemerintahan  otoriter Suharto, soal Piagam Jakarta  sukses ditekan hingga nyaris mencapai titik nol.

Yang menarik dan penting dicatat, pada masa Orde Baru itu muncul pemikiran baru golongan Islam merespon persoalan yang tidak mati-mati itu. Nurcholis Madjid (juga kemudian Gus Dur) mengembangkan konsep *masyarakat Islam* sembari meninggalkan konsep negara Islam. Dengan konsep baru itu, pemerintah Orde Baru nampaknya siap berdamai. Tapi konsep yang tampil dramatis dan revolusioner ini memerlukan waktu lama untuk diterima masyarakat Islam di klas menengah ke bawah.

Nah, ketika gagasan Nurcholis ini secara perlahan  sedang merambat  ke bawah, Ahok(Pernah menjadi Gubernuar DKI setelah sebelumnya menduduki kursiWagub DKI mendampingi Jokowi)  muncul dengan kasus *AL Maida *yang sangat menghebohkan*.*.Masyarakat Islam klas menengah ke bawah bereaksi negatif dan cepat terhadap ucapan Ahok.Golongan klas menengah Islam sulit bersaingan menghadapi para dai garis keras di masyarakat Islam dalam masyarakat luas. Dari sinilah mulai munculnya fenomena *masyarakat terbelah*.  Akibat paling parah dari perkembangan ini, Jokowi yang nampaknya tidak tahu sejarah Indonesia, memilih tetap mendukung Ahok.Sikap Jokowi yang kurang bersimpati kepada gerakan ummat yang marah kepada Ahok, menyebabkan Bapak Presiden dituduh anti Islam dan secara perlahan juga dituduh anak PKI. (Apakah Jokowi anti Islam dan betul anak PKI, itu soal lain) Kemudian berkembang cerita persekusi kiai,dai dan pendakwa Islam oleh aparat keamanan. Reaksi ummat Islam kepada Jokowi makin sangar. Reaksi ini  pada gilirannya membangkitkan "dukungan" kaum sekuler --dan mereka yang takut Islam-- kepada Jokowi. Maka makin sempurnalah  pembelahan tubuh Indonesia.

Menghadapi keterbelahan ini ummat Islam terkonsolidasi ke dalam dua kelompok lama, tradisional dan modernis. NU terbelah ke dalam dua kelompok: kultural dan struktural. Yang kultural berdiri pada posisi yang sama dengan kaum modernis dan melihat Prabowo sebagai "rumah" bersama mereka menghadapi Jokowi yang mereka anggap/tuduh sebagai anti Islam.


Mengapa Prabowo?
 salah satu penyebabnya, *presidensial treshold* hanya membuka jalan  bagi dua calon presiden. Presidensial  Treshold mendorong  kaum modernis dan NU kultural berkubu di kelompok Prabowo, yang struktural (KH.Makruf Amin) mendukung Jokowi, sementara kaum sekuler dan  non muslim pada umumnya mendukung Jokowi. Hubungan kaum modernis dengan Prabowo bukan pula cerita baru. Hubungan bermula pada masa menjelang akhir Orde Baru, Waktu itu Prabowo "bersengkata" dengan L.B. Murdani dan para perwira binaannya, Prabowo banyak mendapat bantuan kaum muslim modernis yang merasa "terancam" oleh Murdani.

Karena kampanye berlangsung terlalu lama,maka permusuhan dua pendukung Capres makin lama makin "jorok" dan hanya makin memperdalam pembelahan masyarakat.. Kejadian makin buruk oleh "keributan" akibat kekacauan pada pemungutan suara tgl 17 April lalu.Tuduhan kecurangan ke alamat *petahana* terdengar di mana-mana. Keadaan ini dimanfaatkan dengan baik oleh golongan islam  modernis sebagai pertanda terancamnya Islam oleh pendukung-pendukung Jokowi yang pada umumnya tergolong  sekuler. Menghadapi rekasi golongan Islam yang merasa terancam, bangkit pula ketakutan kaum sekuler dan pendukung Jokowi kepada Islam yang mereka tuduh akan mendirikan kekhalifaan. Dan makin tajam sajalah  keterbelahan Indonesia.***

Tulisan ini sebuah percobaan mengerti perkembangan politik Indonesia sekarang. Ini bahan untuk diskusi, Untuk menyempurnakan pandangan ini, mohon tanggapan sahabat-sahabat semua.

Salim Haji Said (Bung Salim).





---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com

Kirim email ke