Iseng2 saya coba komentari tulisan salim said ini. 

1.      Masalah islam modernis beralih ke Prabowo itu bukan karena masalah 
Benny Moerdani. Walaupun memang Prabowo dan Benny tidak pernah bisa dekat. 
Ketidakdekatan antara kedua sosok ini karena Benny tidak memandang Prabowo. 
Fokusnya Benny adalah Soeharto. Jadi gak bener mereka “bersengketa”. 
2.      Yang harus dipahami adalah kekuatan Islam itu riil diNKRI sejak dulu. 
Kekuatan Islam ini adalah Islam moderat ala nusantara sudah ditelorkan oleh 
Bung Karno dalam Nasakom nya. Sejak dibredel Soeharto kekuatan ini terpendam 
dan diperparah oleh Benny. Suara ini mau keluar. Prabowo adalah channel nya. 
Triggering factor/pencetusnya adalah: Al Maidah/ahok. 
3.      Jelas2 habis Rizieq ngomong gimana mempolitisir islamnya Prabowo yg dia 
ragukan koq. Jadi politisasi agama terjadi dan disambut baik oleh Prabowo yg 
ambisi jadi presiden. Klop lah jadinya duet ini. Lucu sekali Prabowo dan 
apalagi Sandi diimage kan sbg ulama. Kalau anies sih masihlah sholat, eh 
Prabowo dan Sandi ulama? Gak lah.
4.      Jelas PDIP menutup pintunya rapat2 utk islam modernis ini. Ya gak ada 
pilihan ke Prabowo. 
5.      Istilah masyarakat “terbelah” itu gak usah digede2in. dari dulunya 
memang sudah “terbelah”. Nasakom sudah ngomong begini. Jadi “terbelah” ini 
seharusnya dibaca sbg “perbedaan” atau “kekuatan” yg ada di NKRI. Persoalan 
utamanya adalah islam modernis ini adalah yg datang dari luar. Ini faham 
wahabisme termasuk HTI yg dibubarkan oleh Jokowi. Persoalan islam nusantara itu 
kalaupun ada adalah persoalan dalam NKRI dan ini sekali lagi sudah ada sejak 
dulu kala. Dedongkot2nya NU, Muhammadiyah seperti: hasyim muzadi, ahmad syafii 
maarif, said aqil, mustofa bisri dll yg memang hidupnya selalu bersinggungan 
dgn kelompok minoritas terutama agama di NKRI. 2 figur kontroversial maaruf 
amin dan din syamsuddin yg terkenal konservatif pun akhirnya memilih menjadi 
moderat/wasathiyah krn mereka tahu faham islam wahabi dari timur tengah sudah 
masuk. PKS itu adalah sarangnya secara formal politis. PBB dan PPP itu partai 
islam tapi gak pernah populer apalagi menang. Itu jelas wajah Islam Indonesia 
itu memang moderat. Lain setelah wahabi dari timteng masuk, ya wajahnya lain. 
Makanya jangan heran kalau ke Indonesia sekarang mayoritas sudah berkerudung. 
Dulu ya jarang sekali walaupun ada. Social pressure sangat kuat kalau tidak 
berkerudung. Ini pertanda ada sesuatu riak yg lain dalam kehidupan beragama 
diindonesia. Masalah al maidah ahok itu titik tolak. Kekuatan 212 itu nyata. 
Nyatanya dipakai utk menaikkan elektabilitas pemilu dan gubernuran DKI saja. 
Kalau mau berbicara ttg NKRI, saya masih berpendapat gak akan menang lawan 
nasionalisme Indonesia. Jadi digede2in aja kekuatan islam modernis ini. 
Andaikata parpol tempo hari menyodorkan Mahfud, tetap Jokowi akan menang. 
Tetapi para bos2 agama islam memang sudah khawatir akan suara2 lantangnya islam 
modernis kayak rizieg yg sekarang sembunyi di arab sana.
6.      Ini keluar sedikit: masalah agama dan politik di Indonesia itu jalannya 
tidak sejalan. Ulama itu menjadi panutan dalam beragama. Politik ya laen di 
Indonesia itu.

 

Segitu aja dulu,

Nesare

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> 
Sent: Wednesday, April 24, 2019 7:08 PM
To: GELORA_In <GELORA45@yahoogroups.com>
Subject: [GELORA45] Fwd: Fwd: Fwd: Islam dan Perpolitikan di Indonesia

 

  

 



-------- 轉寄郵件 -------- 


主旨: 

Fwd: Fwd: Islam dan Perpolitikan di Indonesia


日期: 

Wed, 24 Apr 2019 23:00:49 +0800


從: 

ChanCT  <mailto:sa...@netvigator.com> <sa...@netvigator.com>


到: 

GELORA_In  <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> <GELORA45@yahoogroups.com>

 

 



-------- 轉寄郵件 -------- 


主旨: 

Fwd: Islam dan Perpolitikan di Indonesia


日期: 

Tue, 23 Apr 2019 19:34:05 +0700


從: 

Salim Said  <mailto:bungsali...@gmail.com> <bungsali...@gmail.com>

                

 

Pilpres dan Keterbelahan Indonesia Hari-hari ini.

(suatu percobaan untuk lebih mengerti)

.. 

Tulisan Luthfi Assaukani di Kompas beberapa hari lalu itu merupakan salah satu 
tulisan terbaiknya yang sempat saya baca. Sayang tulisan ini belum menyoroti 
persoalan yang menjadi dasar konflik atau "ribut" yang melanda Indonesia 
menjelang dan setelah pemungutan suara pilpres 2019  dan peranan Jokowi dalam 
"kekisruhan itu."

 

Tulisan Luthfi ini  akan lebih lengkap jika secara lebih saksama disertai  
penjelasan  mengapa kaum modernis Islam berkumpul di sekitar Prabowo dan 
bagaimana sebenarnya hubungan Prabowo dengan Islam modernis itu?  Saya sendiri 
cenderung berpendapat, fenomena ini sebagian besar bersumber pada kelemahan 
pengertian dan pengetahuan politik Jokowi. Kalau saja  Jokowi sadar akibat 
ucapan Ahok (soal Almaida)  yang memantik kemarahan ummat, "konflik" sekarang 
besar kemungkinan bisa dihindarkan.Tapi konflik sulit dihindarkan, sebab Jokowi 
tidak tahu potensi konflik mendasar Indonesia yang mulai muncul dan berkembang 
sejak adanya polemik Natsir-Sukarno di masa pergerakan kemerdekaan. Debat itu 
berputar sekitar persoalan tentang apa dasar negara yang  akan mereka bangun 
bersama kelak setelah Indonesia berhasil merdeka. Negara berdasarkan syariat 
(Islam) atau berdasarkan kebangsaan. Debat ini tidak pernah selesai hingga hari 
ini.Soal ini muncul kemudian dalam bentuk Piagam Jakarta, perdebatan di Sidang 
Konstituante, muncul pada deklarasi Sukarno kembali ke UUD 45 pada tahun 1959, 
juga muncul pada awal Orde Baru, mencul lagi setelah refomasi yang mengakhiri 
masa Orde Baru. Di masa pemerintahan  otoriter Suharto, soal Piagam Jakarta  
sukses ditekan hingga nyaris mencapai titik nol.

 

Yang menarik dan penting dicatat, pada masa Orde Baru itu muncul pemikiran baru 
golongan Islam merespon persoalan yang tidak mati-mati itu. Nurcholis Madjid 
(juga kemudian Gus Dur) mengembangkan konsep masyarakat Islam sembari 
meninggalkan konsep negara Islam. Dengan konsep baru itu, pemerintah Orde Baru 
nampaknya siap berdamai. Tapi konsep yang tampil dramatis dan revolusioner ini  
memerlukan waktu lama untuk diterima masyarakat Islam di klas menengah ke bawah.

 

Nah, ketika gagasan Nurcholis ini secara perlahan  sedang merambat  ke bawah, 
Ahok(Pernah menjadi Gubernuar DKI setelah sebelumnya menduduki kursiWagub DKI 
mendampingi Jokowi)  muncul dengan kasus AL Maida yang sangat 
menghebohkan..Masyarakat Islam klas menengah ke bawah bereaksi negatif dan 
cepat terhadap ucapan Ahok.Golongan klas menengah Islam sulit bersaingan 
menghadapi para dai garis keras di masyarakat Islam dalam masyarakat luas. Dari 
sinilah mulai munculnya fenomena  masyarakat terbelah.  Akibat paling parah 
dari perkembangan ini, Jokowi yang nampaknya tidak tahu sejarah Indonesia, 
memilih tetap mendukung Ahok.Sikap Jokowi yang kurang bersimpati kepada gerakan 
ummat yang marah kepada Ahok, menyebabkan Bapak Presiden dituduh anti Islam dan 
secara perlahan juga dituduh anak PKI. (Apakah Jokowi anti Islam dan betul anak 
PKI, itu soal lain) Kemudian berkembang cerita persekusi kiai,dai dan pendakwa 
Islam oleh aparat keamanan. Reaksi ummat Islam kepada Jokowi makin sangar. 
Reaksi ini  pada gilirannya membangkitkan "dukungan" kaum sekuler --dan mereka 
yang takut Islam-- kepada Jokowi. Maka makin sempurnalah  pembelahan tubuh 
Indonesia.

 

Menghadapi keterbelahan ini ummat Islam terkonsolidasi ke dalam dua kelompok 
lama, tradisional dan modernis. NU terbelah ke dalam dua kelompok: kultural dan 
struktural. Yang kultural berdiri pada posisi yang sama dengan kaum modernis 
dan melihat Prabowo sebagai "rumah" bersama mereka menghadapi Jokowi yang 
mereka anggap/tuduh sebagai anti Islam.

 

 

Mengapa Prabowo? 

 salah satu penyebabnya, presidensial treshold hanya membuka jalan  bagi dua 
calon presiden. Presidensial  Treshold mendorong  kaum modernis dan NU kultural 
berkubu di kelompok Prabowo, yang struktural (KH.Makruf Amin) mendukung Jokowi, 
sementara kaum sekuler dan  non muslim pada umumnya  mendukung Jokowi. Hubungan 
kaum modernis dengan Prabowo bukan pula cerita baru. Hubungan bermula pada  
masa menjelang akhir Orde Baru, Waktu itu Prabowo "bersengkata" dengan L.B. 
Murdani dan para perwira binaannya, Prabowo banyak mendapat bantuan kaum muslim 
modernis yang merasa "terancam" oleh Murdani.

 

Karena kampanye berlangsung terlalu lama,maka permusuhan dua pendukung Capres 
makin lama  makin "jorok" dan hanya makin memperdalam pembelahan masyarakat..

Kejadian makin buruk oleh "keributan" akibat kekacauan pada pemungutan suara 
tgl 17 April lalu.Tuduhan kecurangan ke alamat petahana terdengar di mana-mana. 
Keadaan ini dimanfaatkan dengan baik oleh golongan islam  modernis sebagai 
pertanda terancamnya Islam oleh pendukung-pendukung Jokowi yang pada umumnya 
tergolong  sekuler. Menghadapi rekasi golongan Islam yang merasa terancam, 
bangkit pula ketakutan kaum sekuler dan pendukung Jokowi kepada Islam yang 
mereka tuduh akan mendirikan kekhalifaan. Dan makin tajam sajalah  keterbelahan 
Indonesia.***

 

Tulisan ini sebuah percobaan mengerti perkembangan politik Indonesia sekarang. 
Ini bahan untuk diskusi, Untuk menyempurnakan pandangan ini,  mohon tanggapan 
sahabat-sahabat semua.

 

Salim Haji Said (Bung Salim).

 

 

 

 


 
<http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient>
 

不含病毒。 
<http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient>
 www.avg.com 



Kirim email ke