Rupanya email saya beberapa bulan ini terkendala di yahoo dan google, seringkali tidak masuk begitu juga tidak sedikit pengiriman ditendang balik! Entah karena gangguan sesaat saja atau ada kebijakan pembatasan yg dianggap wajar bagi setiap pengguna agar jalur internet yg sudah makin sibuk tidak terjadi kemacetan total, padahal saya sudah kurangi pengiriman ke grup-milis dimana saya tergabung, ...

Mudah2an saja bung Salim berkenan dan masih bisa meluangkan waktu untuk memberikan pencerahan lebih lanjut, ... dengan diskusi yang muncul di GELORA45.

Saya sendiri juga sudah mengajukan sedikit pendapat dengan digunakannya sebutan Islam "tradisional" dan "mordenis" yang untuk pertama kali saya dengar ini. Karena biasanya digunakan sebutan Islam moderat, sekuler, abangan dan Islam fanatik, konservatif bahkan radikalis, ... Atau mungkin dari sudut pandang yang berbeda?

Mengapa gunakan sebutan "modernis"? Setelah saya pikirkan lebih lanjut, mungkin membedakan atau perkembangan selanjutnya dari Islam berpandangan tradisional yg memisahkan Islam dari politik kekuasaan Negara. Sehingga muncul pemikiran Nurcholis Madjid, juga Gus Dur untuk pertahankan pandangan tradisionalnya menjadi Islam masyarakat, yang bertentangan dengan Negara Islam.

Bagi saya, perbedaan yang terjadi dengan penafsiran ajaran Islam, berdasarkan Alquran itu boleh-boleh saja, yang lebih penting jangan sampai saling memaksakan dan hendak menang sendiri saja, bahkan menganggap tafsirannya sendiri itulah yang paling BENAR dan yang BERBEDA SALAH dan boleh saja dibunuhi, ...! Jadi jangan biarkan kelompok-kelompok itu tumbuh berkembang menjadi "GARIS KERAS", "RADIKALISME" karena fanatiknya pada Islam dengan penafsiran yang dianggap paling benar itu!

Salam-damai,

ChanCT


'nesare' nesa...@yahoo.com [GELORA45] 於 29/4/2019 22:14 寫道:

Saya ikutin Salim said yg pake’ istilah islam modernis dan saya mengerti maksudnya..

Gak ada istilah modern yg dipakai.. Apa yg ingin bung komentari dgn pertanyaan2 itu?

Manusia akan selalu dinamis dan fleksibel dalam melihat, meninterpretasi, reasoning tentang agamanya.

Nesare

*From:* GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com>
*Sent:* Sunday, April 28, 2019 4:13 AM
*To:* Gelora 45 <GELORA45@yahoogroups.com>; nesare <nesa...@yahoo.com>
*Subject:* Re: [GELORA45] Fwd: Fwd: Fwd: Islam dan Perpolitikan di Indonesia

Apanya yang modern? Apakah modern karena direformasikan seperti misalnya yang dibuat oleh Martin Luther, atau juga seperti teologia pembebaasan yang muncul di Amerika Latin?

On Fri, Apr 26, 2019 at 5:34 PM 'nesare' nesa...@yahoo.com <mailto:nesa...@yahoo.com> [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>> wrote:

    Iseng2 saya coba komentari tulisan salim said ini.

     1. Masalah islam modernis beralih ke Prabowo itu bukan karena
        masalah Benny Moerdani. Walaupun memang Prabowo dan Benny
        tidak pernah bisa dekat. Ketidakdekatan antara kedua sosok ini
        karena Benny tidak memandang Prabowo. Fokusnya Benny adalah
        Soeharto. Jadi gak bener mereka “bersengketa”.
     2. Yang harus dipahami adalah kekuatan Islam itu riil diNKRI
        sejak dulu. Kekuatan Islam ini adalah Islam moderat ala
        nusantara sudah ditelorkan oleh Bung Karno dalam Nasakom nya.
        Sejak dibredel Soeharto kekuatan ini terpendam dan diperparah
        oleh Benny. Suara ini mau keluar. Prabowo adalah channel nya.
        Triggering factor/pencetusnya adalah: Al Maidah/ahok.
     3. Jelas2 habis Rizieq ngomong gimana mempolitisir islamnya
        Prabowo yg dia ragukan koq.. Jadi politisasi agama terjadi dan
        disambut baik oleh Prabowo yg ambisi jadi presiden. Klop lah
        jadinya duet ini. Lucu sekali Prabowo dan apalagi Sandi
        diimage kan sbg ulama. Kalau anies sih masihlah sholat, eh
        Prabowo dan Sandi ulama? Gak lah.
     4. Jelas PDIP menutup pintunya rapat2 utk islam modernis ini. Ya
        gak ada pilihan ke Prabowo.
     5. Istilah masyarakat “terbelah” itu gak usah digede2in. dari
        dulunya memang sudah “terbelah”. Nasakom sudah ngomong begini.
        Jadi “terbelah” ini seharusnya dibaca sbg “perbedaan” atau
        “kekuatan” yg ada di NKRI. Persoalan utamanya adalah islam
        modernis ini adalah yg datang dari luar. Ini faham wahabisme
        termasuk HTI yg dibubarkan oleh Jokowi. Persoalan islam
        nusantara itu kalaupun ada adalah persoalan dalam NKRI dan ini
        sekali lagi sudah ada sejak dulu kala. Dedongkot2nya NU,
        Muhammadiyah seperti: hasyim muzadi, ahmad syafii maarif, said
        aqil, mustofa bisri dll yg memang hidupnya selalu
        bersinggungan dgn kelompok minoritas terutama agama di NKRI. 2
        figur kontroversial maaruf amin dan din syamsuddin yg terkenal
        konservatif pun akhirnya memilih menjadi moderat/wasathiyah
        krn mereka tahu faham islam wahabi dari timur tengah sudah
        masuk.. PKS itu adalah sarangnya secara formal politis. PBB
        dan PPP itu partai islam tapi gak pernah populer apalagi
        menang. Itu jelas wajah Islam Indonesia itu memang moderat.
        Lain setelah wahabi dari timteng masuk, ya wajahnya lain.
        Makanya jangan heran kalau ke Indonesia sekarang mayoritas
        sudah berkerudung. Dulu ya jarang sekali walaupun ada. Social
        pressure sangat kuat kalau tidak berkerudung. Ini pertanda ada
        sesuatu riak yg lain dalam kehidupan beragama diindonesia.
        Masalah al maidah ahok itu titik tolak. Kekuatan 212 itu
        nyata. Nyatanya dipakai utk menaikkan elektabilitas pemilu dan
        gubernuran DKI saja. Kalau mau berbicara ttg NKRI, saya masih
        berpendapat gak akan menang lawan nasionalisme Indonesia. Jadi
        digede2in aja kekuatan islam modernis ini. Andaikata parpol
        tempo hari menyodorkan Mahfud, tetap Jokowi akan menang.
        Tetapi para bos2 agama islam memang sudah khawatir akan suara2
        lantangnya islam modernis kayak rizieg yg sekarang sembunyi di
        arab sana.
     6. Ini keluar sedikit: masalah agama dan politik di Indonesia itu
        jalannya tidak sejalan. Ulama itu menjadi panutan dalam
        beragama. Politik ya laen di Indonesia itu.

    Segitu aja dulu,

    Nesare

    *From:* GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>
    <GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>>
    *Sent:* Wednesday, April 24, 2019 7:08 PM
    *To:* GELORA_In <GELORA45@yahoogroups.com
    <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>>
    *Subject:* [GELORA45] Fwd: Fwd: Fwd: Islam dan Perpolitikan di
    Indonesia



    -------- 轉寄郵件 --------

    *主旨**: *

        

    Fwd: Fwd: Islam dan Perpolitikan di Indonesia

    *日期**: *

        

    Wed, 24 Apr 2019 23:00:49 +0800

    *從**: *

        

    ChanCT <sa...@netvigator..com> <mailto:sa...@netvigator.com>

    *到**: *

        

    GELORA_In <GELORA45@yahoogroups.com> <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>



    -------- 轉寄郵件 --------

    *主旨**: *

        

    Fwd: Islam dan Perpolitikan di Indonesia

    *日期**: *

        

    Tue, 23 Apr 2019 19:34:05 +0700

    *從**: *

        

    Salim Said <bungsali...@gmail.com> <mailto:bungsali...@gmail.com>


        

    Pilpres dan Keterbelahan Indonesia Hari-hari ini.

    (suatu percobaan untuk lebih mengerti)

    .

    Tulisan Luthfi Assaukani di Kompas beberapa hari lalu itu
    merupakan salah satu tulisan terbaiknya yang sempat saya baca.
    Sayang tulisan ini belum menyoroti persoalan yang menjadi dasar
    konflik atau "ribut" yang melanda Indonesia menjelang dan setelah
    pemungutan suara pilpres 2019 dan peranan Jokowi dalam "kekisruhan
    itu."

    Tulisan Luthfi ini  akan lebih lengkap jika secara lebih saksama
    disertai penjelasan mengapa kaum modernis Islam berkumpul di
    sekitar Prabowo dan bagaimana sebenarnya hubungan Prabowo dengan
    Islam modernis itu? Saya sendiri cenderung berpendapat, fenomena
    ini sebagian besar bersumber pada kelemahan pengertian dan
    pengetahuan politik Jokowi. Kalau saja Jokowi sadar akibat ucapan
    Ahok (soal Almaida)  yang memantik kemarahan ummat, "konflik"
    sekarang besar kemungkinan bisa dihindarkan.Tapi konflik sulit
    dihindarkan, sebab Jokowi tidak tahu potensi konflik mendasar
    Indonesia yang mulai muncul dan berkembang sejak adanya polemik
    Natsir-Sukarno di masa pergerakan kemerdekaan. Debat itu berputar
    sekitar persoalan tentang apa dasar negara yang  akan mereka
    bangun bersama kelak setelah Indonesia berhasil merdeka. Negara
    berdasarkan syariat (Islam) atau berdasarkan kebangsaan. Debat ini
    tidak pernah selesai hingga hari ini.Soal ini muncul kemudian
    dalam bentuk *Piagam Jakarta*, perdebatan di *Sidang
    Konstituante,* muncul pada *deklarasi Sukarno kembali ke UUD 45
    pada tahun 1959*, juga muncul pada *awal Orde Baru*, mencul lagi
    *setelah refomasi *yang mengakhiri masa Orde Baru. Di masa
    pemerintahan otoriter Suharto, soal Piagam Jakarta sukses ditekan
    hingga nyaris mencapai titik nol.

    Yang menarik dan penting dicatat, pada masa Orde Baru itu muncul
    pemikiran baru golongan Islam merespon persoalan yang tidak
    mati-mati itu. Nurcholis Madjid (juga kemudian Gus Dur)
    mengembangkan konsep *masyarakat Islam* sembari meninggalkan
    konsep negara Islam. Dengan konsep baru itu, pemerintah Orde Baru
    nampaknya siap berdamai. Tapi konsep yang tampil dramatis dan
    revolusioner ini  memerlukan waktu lama untuk diterima masyarakat
    Islam di klas menengah ke bawah.

    Nah, ketika gagasan Nurcholis ini secara perlahan sedang merambat
    ke bawah, Ahok(Pernah menjadi Gubernuar DKI setelah sebelumnya
    menduduki kursiWagub DKI mendampingi Jokowi)  muncul dengan kasus
    *AL Maida *yang sangat menghebohkan*.*.Masyarakat Islam klas
    menengah ke bawah bereaksi negatif dan cepat terhadap ucapan
    Ahok.Golongan klas menengah Islam sulit bersaingan menghadapi para
    dai garis keras di masyarakat Islam dalam masyarakat luas. Dari
    sinilah mulai munculnya fenomena *masyarakat terbelah*. Akibat
    paling parah dari perkembangan ini, Jokowi yang nampaknya tidak
    tahu sejarah Indonesia, memilih tetap mendukung Ahok.Sikap Jokowi
    yang kurang bersimpati kepada gerakan ummat yang marah kepada
    Ahok, menyebabkan Bapak Presiden dituduh anti Islam dan secara
    perlahan juga dituduh anak PKI. (Apakah Jokowi anti Islam dan
    betul anak PKI, itu soal lain) Kemudian berkembang cerita
    persekusi kiai,dai dan pendakwa Islam oleh aparat keamanan. Reaksi
    ummat Islam kepada Jokowi makin sangar. Reaksi ini  pada
    gilirannya membangkitkan "dukungan" kaum sekuler --dan mereka yang
    takut Islam-- kepada Jokowi. Maka makin sempurnalah pembelahan
    tubuh Indonesia.

    Menghadapi keterbelahan ini ummat Islam terkonsolidasi ke dalam
    dua kelompok lama, tradisional dan modernis. NU terbelah ke dalam
    dua kelompok: kultural dan struktural. Yang kultural berdiri pada
    posisi yang sama dengan kaum modernis dan melihat Prabowo sebagai
    "rumah" bersama mereka menghadapi Jokowi yang mereka anggap/tuduh
    sebagai anti Islam.

    Mengapa Prabowo?

     salah satu penyebabnya, *presidensial treshold* hanya membuka
    jalan  bagi dua calon presiden. Presidensial Treshold mendorong 
    kaum modernis dan NU kultural berkubu di kelompok Prabowo, yang
    struktural (KH.Makruf Amin) mendukung Jokowi, sementara kaum
    sekuler dan  non muslim pada umumnya mendukung Jokowi. Hubungan
    kaum modernis dengan Prabowo bukan pula cerita baru. Hubungan
    bermula pada  masa menjelang akhir Orde Baru, Waktu itu Prabowo
    "bersengkata" dengan L.B. Murdani dan para perwira binaannya,
    Prabowo banyak mendapat bantuan kaum muslim modernis yang merasa
    "terancam" oleh Murdani.

    Karena kampanye berlangsung terlalu lama,maka permusuhan dua
    pendukung Capres makin lama makin "jorok" dan hanya makin
    memperdalam pembelahan masyarakat..

    Kejadian makin buruk oleh "keributan" akibat kekacauan pada
    pemungutan suara tgl 17 April lalu.Tuduhan kecurangan ke alamat
    *petahana* terdengar di mana-mana. Keadaan ini dimanfaatkan dengan
    baik oleh golongan islam modernis sebagai pertanda terancamnya
    Islam oleh pendukung-pendukung Jokowi yang pada umumnya tergolong
    sekuler. Menghadapi rekasi golongan Islam yang merasa terancam,
    bangkit pula ketakutan kaum sekuler dan pendukung Jokowi kepada
    Islam yang mereka tuduh akan mendirikan kekhalifaan. Dan makin
    tajam sajalah keterbelahan Indonesia.***

    Tulisan ini sebuah percobaan mengerti perkembangan politik
    Indonesia sekarang. Ini bahan untuk diskusi, Untuk menyempurnakan
    pandangan ini, mohon tanggapan sahabat-sahabat semua.

    Salim Haji Said (Bung Salim).

    https://ipmcdn.avast.com/images/icons/icon-envelope-tick-green-avg-v1.png
    
<http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient>

        

    不含病毒。www.avg.com
    
<http://www.avg.com/email-signature?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=emailclient>




---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com

Kirim email ke