-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://news.detik.com/kolom/d-4952061/memahami-kerusakan-dan-perkuat-optimisme?tag_from=wp_cb_kolom_list


Kolom

Memahami Kerusakan dan Perkuat Optimisme

Bambang Soesatyo - detikNews
Selasa, 24 Mar 2020 21:36 WIB
1 komentar
SHARE URL telah disalin
Bambang Soesatyo
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta -

Masih berselimut gelisah dan cemas oleh pandemi virus corona, masyarakat jangan 
lagi diteror dengan dramatisasi atas fakta memburuknya kinerja perekonomian 
negara. Sebaliknya, optimisme bersama harus dibangun dan terus diperkuat dengan 
keyakinan bahwa masa-masa sulit seperti sekarang akan bisa dilalui pada 
waktunya.

Tidak hanya masyarakat Indonesia, komunitas global pun tahu dan sedang 
merasakan ragam kerusakan akibat wabah Virus Corona (nCoV-19) yang telah 
berstatus pandemi global itu. Semua orang, di mana pun di dunia ini, merasa 
takut. Hingga pekan kedua Maret 2020, wabah nCoV-19 penyebab sakit Covid-19 
telah mewabah di 160 negara. Jumlah pasien yang terkonfirmasi positif 
terinfeksi Covid-19 diperkirakan 250 ribu orang. Jumlah yang meninggal mencapai 
lebih dari 10.000 pasien. Sementara ini, Italia tercatat sebagai negara dengan 
jumlah pasien meninggal tertinggi, mencapai 3.405 pasien per Kamis (19/3).

Di Indonesia pun jumlah pasien positif Covid 19 terus bertambah. Sebagaimana 
data resmi pemerintah, disebutkan bahwa sejak Jumat (20/3) hingga Sabtu (21/3) 
siang, ada penambahan pasien positif Covid-19 sebanyak 81 orang. Dengan begitu, 
total pasien Covid-19 pada hari itu bertambah pula menjadi 450 pasien dan 
tersebar di 16 provinsi. Untuk memperkecil akses penularan, beberapa provinsi 
dan kota sudah meningkatkan pembatasan mobilitas bagi warga. Tidak hanya 
meliburkan sekolah, pemerintah provinsi DKI Jakarta bahkan meminta perusahaan 
menutup kantor dan membiarkan karyawan bekerja di rumah. Juga meniadakan 
sementara ibadah bersama di rumah-rumah ibadah.

Tidak kurang dari Sembilan daerah sudah menetapkan darurat Corona. Melengkapi 
dan memperkuat inisiatif sejumlah pemerintah daerah itu, Kepolisian RI pun 
mengeluarkan maklumat. Dalam maklumat itu, Polri mengimbau agar kegiatan yang 
menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun 
di lingkungan sendiri, untuk sementara ini ditiadakan. Maklumat dengan kode 
Mak/2/III/2020 ini ditandatangani Kapolri Jenderal Idham Azis Idham pada Kamis 
(19/3). Negara tampak telah all out mereduksi dampak wabah nCov-19. Selain 
menyiapkan obat avigan dan Klorokuin untuk pasien Covid-19, juga menyemprot 
cairan disinfektan di lima wilayah kota Provinsi DKI Jakarta, serta menyiapkan 
Wisma Atlet Kemayoran di Jakarta menjadi rumah sakit darurat dan rumah isolasi 
pasien.

Negara lain, dan juga kota besar lain di berbagai belahan dunia, pun melakukan 
hal yang sama. Bahkan ada yang langkahnya terkesan cukup ekstrim. Misalnya di 
Amerika Serikat (AS). Setelah California, kota New York pun di-lockdown dalam 
upaya mengatasi pandemi nCoV-19. Di Inggris, opsi lockdown kota London terus 
dipertimbangkan sambil menunggu kepatuhan warga menerapkan kehati-hatian. 
Bahkan Pemerintah Prancis resmi mengisolasi negara itu. Presiden Prancis 
Emmanuel Macron mengambil langkah lockdown untuk memutus rantai penyebaran 
virus corona di negara itu. Malaysia pun memilh lockdown.

Orang awam sekalipun tahu bahwa pembatasan mobilitas warga yang terus 
dieskalasi, apalagi sampai pada tahapan lockdown sebuah kota atau negara, akan 
menimbulkan kerusakan di sana sini, termasuk kerusakan di sektor ekonomi, 
seperti perdagangan dan kegiatan bisnis lainnya. Produktivitas para pekerja 
menurun. Ada pabrik yang harus ditutup sementara sehingga volume produksi 
merosot. Permintaan melemah, mata rantai pasokan dan distribusi barang tidak 
lancar. Bahkan hingga potensi lonjakan harga dan panik beli. Lihat saja, 
beberapa saat setelah Malaysia di-lockdown, panic buying melanda kota Kuala 
Lumpur. Memang, dalam situasi seperti sekarang yang dihantui oleh ancaman 
tertular nCov-19 di ruang publik, sungguh tidak mudah mengelola dan menjaga 
ketertiban umum.

Melindungi Masyarakat

Dengan begitu, mudah untuk dipahami bersama kalau ancaman penyebaran Virus 
Corona tak hanya merusak kesehatan manusia, tapi juga memporakporandakan 
bangunan ekonomi, baik ekonomi skala nasional maupun ekonomi skala global. 
Kerusakan di sektor ekonomi menjadi sebuah konsekuensi logis, predictable dan 
sekaligus menjadi kecenderungan yang mudah untuk dipahami bersama pula. Pada 
saat-saat seperti ini, setiap komunitas dihadapkan pada pilihan yang tidak 
mudah karena harus ada yang dikorbankan. Kerja keras membatasi penyebarluasan 
wabah nCoV-19 otomatis menuntut pengorbanan dari sektor lain, termasuk sektor 
ekonomi dan semua sub-sektornya.

Saat ini, banyak negara, termasuk Indonesia, tidak hanya sekadar melakukan 
pembatasan atau lockdown, tetapi juga harus mengeluarkan anggaran ekstra - yang 
tidak diprediksi atau dialokasikan sebelumnya - semata-mata untuk melindungi 
semua warga negara dari kemungkinan tertular nCoV-19.

Tak hanya alokasi anggaran, bahkan waktu, tenaga serta pikiran seluruhnya fokus 
pada upaya cegah tangkal penyebarluasan wabah nCoV-19. Dan, sudah terbukti 
bahwa upaya komprehensif untuk cegah tangkal itu ternyata sangat tidak mudah. 
Lihatlah buktinya. Hanya dalam hitungan dua-tiga minggu sejak kasus pasien 
positif Covid-19 terdeteksi di Depok, total pasien Covid-19 di dalam negeri 
pada pekan kedua Maret 2020 sudah berjumlah 450 pasien dan tersebar di 16 
provinsi.

Pada saat yang sama, semua kepala pemerintahan bersama jajaran menteri ekonomi 
juga bekerja ekstra keras agar kinerja perekonomian negara tidak lumpuh. 
Alih-alih memacu pertumbuhan ekonomi sesuai target yang telah diproyeksikan, 
mencegah kerusakan di sejumlah sektor pun menjadi pekerjaan tidak mudah. 
Kerusakan di sektor pariwisata, jasa penerbangan dan hotel sangat nyata. Begitu 
juga di sektor perdagangan antar-negara (ekspor-impor). Kerusakan di sektor 
ekonomi saat ini bahkan sudah memunculkan perkiraan tentang potensi resesi 
ekonomi global. Dalam situasi seperti sekarang, yang bisa dilakukan setiap 
negara adalah menerapkan sejumlah kebijakan stimulus agar perekonomiannya tidak 
mengalami kerusakan yang kelewat serius. Langkah yang sama juga dilakukan 
Indonesia.

Sejumlah pihak sering menggambarkan kerusakan ekonomi Indonesia dari gambaran 
fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kalau nilai tukar saat ini 
sudah menyentuh level Rp 16.000 per dolar AS, depresiasi rupiah seperti itu 
sejatinya predictable, karena para pengelola dana (fund manager) menggeser 
penempatan dana ke negara-negara yang perekonomiannya relatif belum mengalami 
kerusakan akibat wabah nCoV-19. Sangat disayangkan karena ada saja pihak yang 
terus mendramatisasi fluktuasi nilai tukar valuta. Padahal dramatisasi seperti 
itu berpotensi menambah rasa takut masyarakat. Hal-hal seperti ini tak patut 
dilakukan ketika sebagian besar masyarakat masih diselimuti gelisah dan cemas 
oleh pandemi virus corona.

Sejumlah indikator ekonomi, seperti nilai tukar valuta, indeks harga saham 
gabungan hingga harga energi seperti minyak dan gas, memang harus 
dipublikasikan secara berkelanjutan untuk diketahui publik. Namun, publikasi 
indikator-indikator ekonomi itu hendaknya tidak didramatisasi untuk tujuan 
membuat publik takut. Jangan lupa bahwa dalam konteks gejolak ekonomi, situasi 
seperti sekarang bukan pengalaman pertama bagi Indonesia. Beberapa dekade lalu, 
Indonesia juga pernah menghadapi gejolak dan krisis ekonomi. Namun, sudah 
terbukti bahwa perekonomian negara tidak hancur. Dengan kebersamaan dan kerja 
keras, perekonomian Indonesia bisa pulih.

Kerusakan di sektor ekonomi akibat wabah nCoV-19 yang terjadi sekarang jangan 
sampai membuat Bangsa Indonesia pesimis. Sebaliknya, optimisme bersama harus 
dibangun dan terus diperkuat dengan keyakinan bahwa masa-masa sulit sekarang 
akan bisa dilalui pada waktunya.

Di penghujung pekan ketiga Maret 2020, otoritas kota Wuhan di Tiongkok 
melaporkan tidak adanya kasus baru Covid-19 selama tiga hari berturut-turut. 
Wuhan dikenal karena di kota inilah pasien positif Covid-19 pertama terdeteksi. 
Kalau penularan wabah nCoV-19 di Wuhan bisa direduksi atau terhenti, hal yang 
sama bisa terjadi di negara lain, termasuk di Indonesia. Karena itu, tetaplah 
optimis.

Bambang Soesatyo Ketua MPR RI
(ega/ega)
mpr
bambang soesatyo
virus corona






Kirim email ke