-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://news.detik.com/kolom/d-4951547/rasionalisasi-fenomena-wabah?tag_from=wp_cb_kolom_list


Kolom

Rasionalisasi Fenomena Wabah

Iqbal Amin - detikNews
Selasa, 24 Mar 2020 16:00 WIB
0 komentar
SHARE URL telah disalin
Virus corona: Perburuan mencari orang pertama yang memicu wabah Covid-19
Foto: BBC Magazine
Jakarta -
Pada awal tahun 1920, ada kejadian aneh yang melanda dunia peternakan di 
Amerika Utara dan Kanada. Sejumlah sapi ternak di wilayah tersebut ditemukan 
mati dengan kondisi mengenaskan, yang ditandai dengan hidung, mulut, dan mata 
yang berdarah. Para petani menganggap wabah ini adalah sebuah kutukan Tuhan, 
dan berasumsi roh jahat sebagai biang keladi fenomena ini.

Satu tahun kemudian, Frank Schofield, seorang dokter hewan asal Kanada 
berhipotesis bahwa hal itu mungkin terjadi karena hewan ternak memakan semanggi 
kuning manis (Melilotus officinalis), yang memang merupakan tumbuhan endemis di 
daerah tersebut. Kandungan sebenarnya pada tanaman ini tetaplah menjadi misteri 
hingga 20 tahun kemudian.

Adalah Ed Carlson, seorang petani putus asa, yang mengemudikan truknya sejauh 
320 kilometer, dengan membawa segenggam semanggi kuning manis dan sapinya yang 
telah mati kepada seorang biokemis bernama Karl Link di Universitas Wisconsin. 
Pada saat itu, Link juga belum tahu pasti apa yang menyebabkan tanaman tersebut 
begitu mematikan.

Setelah penelitian panjang 7 tahun lamanya, bersama tim peneliti yang tergabung 
dalam Wisconsin Alumni Research Foundation, Link berhasil menemukan coumarin, 
zat yang menghambat penggumpalan darah atau pengencer darah pada tanaman 
tersebut. Inilah cikal bakal penemuan antikoagulan, obat yang rutin digunakan 
pada pasien dengan penyakit jantung dan gangguan hematologi.

Obat tersebut diberi nama Warfarin, yang merupakan singkatan dari Wisconsin 
Alumni Research Foundation (WARF) + arin (dari coumarin). Link awalnya 
memasarkan obat itu sebagai racun tikus.

Fenomena Luar Biasa

Dalam menghadapi sebuah fenomena luar biasa, yang harus kita kedepankan adalah 
rasionalitas dan ketenangan. Sehingga kita tidak mudah terjebak dalam kepanikan 
yang kemudian membuat kita sulit keluar dari masalah, walaupun sudah menemukan 
jalan keluar.

Apa jadinya jika Ed Carlson menelan mentah-mentah mitos yang berkembang di 
masyarakat tentang fenomena sapi mati berdarah yang terjadi karena kutukan 
Tuhan semata? Carlson sama sekali tidak punya dasar dunia sains apalagi 
kedokteran, namun ia sangat tahu apa yang semestinya dilakukan. Siapa sangka, 
perbuatan seorang petani kampung ini mengubah sejarah dunia medis untuk 
selamanya.

Begitu pula jika kita menilik peristiwa pandemi global Covid-19 sekarang ini; 
alih-alih mengambil sikap rasional dan tenang, banyak tokoh masyarakat yang 
dengan lugunya menghubungkan peristiwa ini dengan entitas supranatural yang 
tidak ada sangkut pautnya sama sekali. Dan celakanya lagi, mereka yang memberi 
pemaparan adalah orang yang bukan ahli di bidangnya. Sungguh benar pepatah Arab 
yang bertutur, "Kalau kau lihat ada seseorang yang bicara bukan pada bidangnya, 
niscaya kau akan melihat berbagai keajaiban keluar dari mulutnya."

Pemerintah, paramedis, dan alim-ulama telah merekomendasikan gerakan untuk 
tetap di rumah, social distancing, dan menjaga vitalitas serta higienitas 
pribadi. Rekomendasi ini bukanlah hasil obralan-obrolan instan, atau konspirasi 
elite global, bahkan strategi politik, namun ini adalah sikap yang paling 
rasional yang kita bisa dilakukan untuk mencegah merebaknya wabah global ini.

Rasional dalam Segala Hal

Mengapa kita harus rasional dalam segala hal? Begini, apakah Anda pernah 
mendengar tentang alkemi? Sebelum abad ketujuh, alkemi atau alkimia dipandang 
sebagai suatu cabang ilmu hitam, seorang alkemis dipandang sama derajatnya 
dengan shaman atau dukun, dan mempelajarinya merupakan dosa besar bagi sebagian 
tradisi agama-agama tertentu pada saat itu.

Sampai kemudian Jabir bin Hayyan, seorang alkemis muslim melakukan 
demagikalisasi alkimia pada saat itu. Jabirlah yang pertama sekali merumuskan 
secara runut senyawa-senyawa kimia dan reaksi di dalamnya. Alkimia yang kala 
itu dipandang suatu black magic berubah menjadi cabang ilmu pengetahuan modern 
karena rasionalitas dan kuriositas Jabir.

Mungkin benar wabah Covid-19 yang terjadi hari ini adalah cobaan dari Tuhan. 
Namun sikap kita terhadap cobaan tersebut bisa jadi berbuah anugerah di 
kemudian hari.

Wabah sapi berdarah tahun 1920 di Amerika memberikan dunia medis antikoagulan. 
Musibah tsunami pada 2004 mengantarkan Aceh ke gerbang perdamaian dari konflik 
bersenjata yang tak kunjung usai. Lantas apakah yang Tuhan kehendaki untuk 
dunia setelah pandemi Covid-19 ini usai? Sesuatu yang baik, pastinya. Semoga!

(mmu/mmu)
wabah
wabah corona
covid-19







Reply via email to