-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1791-panopticon-covid-19 Rabu 01 April 2020, 05:30 WIB Panopticon Covid-19 Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group | Editorial Panopticon Covid-19 Dok.MI/Ebet .. MOHON maaf, bila judul tulisan ini bikin dahi khalayak pembaca mengernyit. Covid-19 sebagian besar kita paham bahwa dia jenis virus korona. Namun, panopticon, tidak semua orang mengetahui, bahkan mendengarnya pun mungkin belum pernah. Panopticon atau panoptisisme ialah mekanisme atau strategi bagi beroperasinya kekuasaan. Teori panoptisisme itu dicetuskan filsuf pascamodernisme Michel Foucault. Foucault mengambil ide panoptisisme dari model arsitektur rancangan fi lsuf Inggris Jeremy Bentham yang disebut panopticon. Panopticon berupa bangunan melingkar di bagian luar dengan menara di tengah-tengah. Menara dilengkapi jendela besar yang terbuka untuk melihat ke sisi dalam bangunan melingkar. Bangunan melingkar di sisi luar dibagi menjadi sel-sel. Setiap sel punya dua jendela, satu di dalam menghadap jendela menara dan satu jendela lagi di bagian luar sehingga memungkinkan cahaya menembus dari sel yang satu ke sel lain. Sel-sel itu terlihat seperti sangkar yang sangat banyak. Sel-sel itu bisa digunakan untuk menempatkan orang gila, pasien, orang yang dikutuk, tahanan, buruh, atau anak sekolah. Di menara ditempatkan pengawas. Karena efek cahaya dari balik sel, pengawas bisa mengamati orang-orang yang berada di dalam sel-sel. Mekanisme panoptic membentuk kesatuan spasial yang memungkinnya terus terlihat dan terpantau. Walhasil, efek utama panopticon ialah menciptakan dalam diri para penghuni sel kesadaran bahwa mereka diamati terusmenerus, menghadirkan fungsi kekuasaan secara otomatis. Sebagai akibatnya, panopticon berfungsi mengatur segala sesuatu agar berada dalam pengawasan permanen meski pengawasan itu tidak berlangsung terus-menerus, meski pengawas tidak selamanya mengawasi. Karena merasa diawasi terus-menerus, mereka yang berada di dalam sel akan patuh dan disiplin. Di perumahan mewah sering kali terpasang tulisan ‘Perumahan ini Diawasi CCTV’. Pengunjung merasa diawasi, dipantau, diintai, tanpa perlu memeriksa apakah di situ memang ada CCTV dan apakah, bila CCTV ada, dia benar-benar berfungsi. Perasaan diawasi itu membuat pengunjung patuh, tidak mencuri, misalnya. Orang bertuhan merasa gerak-geriknya diawasi selama hayat di kandung badan oleh Tuhan yang tak terlihat secara kasatmata. Mereka merasa harus berdisiplin dan patuh berbuat baik. Bila sesekali atau berulang kali tidak patuh, dia akan meminta ampun kepada sang Pengawas. Para perempuan merasa tubuhnya diawasi pacar, suami, atau laki-laki pada umumnya untuk disiplin dan patuh menjaga kelangsingan dan kemolekan. Mereka patuh dan disiplin minum jamu galian singset, sari rapet, susut perut, berdiet, beraerobik, sampai operasi angkat lemak dan operasi plastik di Korea demi mempertahankan keindahan tubuh. Para redaktur media massa sering melakukan swasensor berlebihan bila menyangkut berita suatu agama karena merasa terus diawasi ormas agama yang doyan mendatangi kantor redaksi bila ada berita yang tidak pas menurut ukuran mereka. Kini yang mengoperasikan mekanisme kekuasaan panopticon atau panotisisme ialah covid-19. Covid-19 yang tak kasatmata itu mengawasi kita. Ketika WHO menyatakan penyebaran covid-19 sebagai pandemi, kita semua menjadi orang dalam pantauan (ODP). Kita serupa orang-orang yang berada di dalam sel-sel yang diawasi covid-19 yang berada di menara pengawas. Kita patuh suhu tubuh kita diukur ketika memasuki perkantoran atau perumahan. Kita disiplin cuci tangan pakai sabun. Kita disiplin mengonsumsi vitamin E atau C untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Kita patuh bekerja, belajar, beribadah, di rumah untuk menjaga jarak fi sik dan sosial. Kita patuh tak mudik dulu juga untuk menjaga jarak fi sik dan sosial. Semua kedisiplinan dan kepatuhan itu kita lakukan karena kita diawasi, diintai, oleh covid-19. Mekanisme panopticon atau panotisisme ini berwajah ganda. Ada yang mesti dikritik dan ada yang mesti dipatuhi. Kita mengkritik panoptisisme yang diterapkan para perempuan yang repot-repot menjaga kelangsingan tubuhnya karena merasa para lelaki memantaunya. Kita juga mengkritik media yang melakukan swasensor berlebihan karena takut didemo kelompok tertentu. Akan tetapi, kita mesti patuh tidak mencuri di perumahan mewah atau mal karena kita dipantau CCTV, juga Tuhan. Pun, kita harus patuh dan disiplin menghadapi pengawasan dan pengintaian covid-19 karena bila tidak, dia akan terus mengawasi dan mengintai kita. Patuh dan disiplinlah mencuci tangan dengan sabun, menjaga daya tahan tubuh, serta menjaga jarak sosial dan fisik untuk mengakhiri pengintaian covid-19 dan penyebarannya. Yang penting, panopticon covid-19 tidak sampai bikin panik.