-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1867-membakar-bendera



Sabtu 27 Juni 2020, 05:00 WIB 

Membakar Bendera 

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Membakar Bendera MI/Ebet Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group. SAYA 
mendadak kepingin bikin dan jualan bendera bergambar martil-sabit dan bendera 
bergambar kepala banteng. Musim demo menolak Rancangan Undang- Undang Haluan 
Ideologi Pancasila serupa sekarang ini kiranya membuat kedua bendera laku 
keras. Orang bakal banyak membutuhkan kedua bendera untuk dibawa berunjuk rasa 
lalu dibakar. Supaya bisnis bendera saya laris manis, saya akan berpromosi 
begini: ‘tak usah gusar bendera dibakar, beli lagi saja yang anyar’. Tak takut 
dituduh komunis karena bikin dan jualan bendera terutama yang bergambar 
martil-sabit? Kalau ada yang menuduh begitu, itu keliru besar. Saya justru 
kapitalis. Kurang kapitalis bagaimana seorang yang mencari keuntungan dari 
konfl ik di antara dua kelompok? Di Kota Khomein, Iran, ada pabrik bendera 
bernama Diba Parcham. Akhir Januari lalu, kantor berita Reuters memberitakan 
pabrik itu memproduksi 2.000 bendera Amerika dan Israel setiap bulan untuk 
memenuhi permintaan pasar. Pabrik tersebut menghabiskan 450.000 meter kain 
untuk membuat kedua bendera itu per tahun. Orang Iran membeli bendera Amerika 
dan Israel bukan untuk dikibar, melainkan dibakar saat unjuk rasa menentang 
kedua negara bersekutu itu. Bendera simbol sakral bagi setiap negara, bangsa, 
atau kelompok. Bendera menjadi representasi kehormatan satu bangsa. Oleh karena 
itu, saya heran tetapi bersyukur Amerika dan Israel tidak baper dan gusar 
bendera mereka dibakar. Mungkin Amerika dan Israel berpikir buat apa gusar 
bendera dibakar, toh bisa bikin atau beli lagi yang anyar. Bayangkan bila kedua 
negara baper dan gusar lalu merapatkan barisan untuk menyerang Iran demi 
membela kehormatan bangsa. Saya tak kuasa membayangkan bila Amerika atau Israel 
baper dan gusar, merapatkan barisan, lalu menyerang Indonesia karena orang 
Indonesia berulang kali berunjuk rasa di muka Kedubes Amerika sambil membakar 
bendera Amerika dan Israel. Di satu sisi, di negara kita, serupa di Iran, orang 
gemar melampiaskan protes atau kemarahan dengan membakar bendera. Satu kelompok 
Islam di sini doyan membakar bendera bergambar martil-sabit saat berunjuk rasa 
berbau antikomunisme. Banyak orang bertanya, kok mereka punya bendera itu; kok 
mereka simpan bendera itu; dari mana mereka dapat bendera itu. Tidak mungkin 
dari saya karena bisnis bendera saya cuma cita-cita, tidak nyata. Tidak mungkin 
dari pabrik di Iran karena mereka tak bikin bendera martil-sabit. Di sisi lain, 
kita kiranya menganggap bendera betul-betul sakral, simbol kehormatan, yang 
harus dibela dan dipertahankan. Kita, berbeda dengan Amerika dan Israel, kontan 
baper dan gusar setengah mati bila bendera kita dibakar Ketua Umum PDIP 
Megawati menyerukan kader partai merapatkan barisan setelah bendera partainya 
dibakar massa yang berunjuk rasa di depan kompleks parlemen, Kamis (25/6). 
‘Saya siap untuk mengasah tanduk…’, tulis seorang teman kader PDIP pada status 
di laman Facebook-nya. Sejumlah kelompok Islam memprotes keras pembakaran 
bendera bertuliskan ‘Laa ilaaha illallah’ dalam tulisan Arab oleh organisasi 
Banser NU di peringatan Hari Santri di Garut, Jawa Barat, Oktober 2018. Banser 
NU menganggap itu bendera HTI, organisasi terlarang. Kelompok Islam yang 
memprotesnya menganggap itu bendera tauhid. Ada paradoks di diri bangsa ini 
dalam memperlakukan bendera. Semua menganggap bendera sakral, tetapi kita gemar 
membakarnya. Bila semua, kita dan mereka, menganggap bendera sakral, semestinya 
kita tak saling membakarnya. Kita tak mau bendera kita dibakar. Pun mereka tak 
mau bendera mereka dibakar. Seorang lelaki, yang istrinya sedang mengandung, 
tewas dibakar massa atas tuduhan, baru tuduhan, mencuri amplifier satu musala 
di Bekasi, Jawa Barat, Agustus 2017. Lalu, seorang transpuan meninggal dibakar 
para preman atas tuduhan, masih tuduhan, mencuri telepon seluler salah seorang 
preman di Cilincing, Jakarta, April 2020. Adakah kalian merapatkan barisan dan 
mengasah tanduk untuk membela lelaki dan transpuan yang dibakar itu? Adakah 
kalian berunjuk rasa bergelombang-gelombang menuntut aparat menegakkan hukum 
atas perkara pembakaran kedua manusia itu? Kita kiranya lebih menghargai 
bendera daripada manusia. Kita rupanya lebih menghormati kebendaan daripada 
kemanusiaan. Padahal, bendera yang musnah dibakar bisa diganti dengan yang 
baru, tetapi manusia yang mati dibakar tak tergantikan. Di manakah rasa 
kemanusiaan yang adil dan beradab kita ketika kita gusar bendera dibakar, 
tetapi sabar kala manusia dibakar?  

Sumber: https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1867-membakar-bendera






Kirim email ke