Dear All Milist GM2020.

Sebelumnya saya Mohon Maaf Atas Postingan Di Bawah ini
yang mengambil dari Media Indonesia,Sengaja saya
Posting ke Milist karena saya teringat Hasil
Perbincangan saya dengan Rahmad Mohi,Bpk Evendy Abdul
kebetulan Bpk2 ini waktu itu baru plg dari Australia
karena istrinya selesai Studi dari Australia.

Dalam Percakapan saya dengan mereka saat itu, beberapa
kali RM mengatakan kalo Australia itu merupakan Negara
Paling Aman bahkan Lebih aman dari USA, Bahkan saya
teringat cerita dari bpk Evendy Abdul bahwa pernah dia
tersesat jalan di tengah kota dan saat itu sudah larut
malam dan penduduk di kota itu berbaik hati
menunjukkan jalan pulang ke rmhnya.
Dari cerita2 tersebut dalam benak saya yang belum
pernah ke sana mengganggap ternyata AUStralia orangnya
Ramah2 dan Termasuk Negara yang Aman dari Tindak
Kriminalitas.

Tapi setelah membaca Berita di Media Indonesia saya
sempat bertanya dalam diri, "APA BENAR AUSTRALIA MASIH
BISA DI BILANG AMAN BUAT MAHASISWA/I INDONESIA ?"

Semoga Hal yang terjadi kepada Ketua Ranting
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) di
Universitas Victoria, Andi Syafrani, tidak terjadi
kepada saudara2 kita yang dari Gorontalo yang tengah
menuntut Ilmu di Negeri Kangguru tersebut.

Jadi Berhati2lah dan Waspadalah ...... Jangan sampai
Lengah .....


BRISBANE--MEDIA: Ketua Ranting Perhimpunan Pelajar
Indonesia di Australia (PPIA) di Universitas Victoria,
Andi Syafrani, dirampok dan dipukuli dua pemuda dan
seorang pemudi Australia kulit putih di halaman parkir
Stasiun Kereta Footscray.

Para perampok merampas mobil, telepon genggam dan uang
100 dolar Australia milik mahasiswa semester tiga
Program Magister Komparatif Hukum Bisnis di
Universitas Victoria, Melbourne, itu.

"Kasus ini murni kriminal," katanya di Brisbane,
Senin.

Andi mengatakan, perampokan dengan kekerasan yang
terjadi di Footscray, daerah yang dikenal sebagai
daerah rawan kejahatan di Melbourne karena menjadi
tempat transaksi narkoba itu terjadi sekitar pukul
01.00 dini hari saat ia hendak masuk ke mobilnya yang
diparkir di halaman stasiun sepulang dari bekerja.

"Saya kebetulan dalam dua minggu terakhir ini diminta
untuk bekerja pada shift malam karena menggantikan
teman saya yang lagi ujian. Jam kerjanya dari pukul
15.00 hingga 23.30 atau 24.00 . Karena tidak ada lagi
kereta, saya naik taksi ke Stasiun Footscray sekitar
pukul 00.30 Senin dinihari," katanya.

Setibanya di halaman parkir mobil stasiun itu, dua
orang pemuda dan seorang pemudi Australia kulit putih
bersama dua anjing mereka sudah menunggu dirinya.

"Pas (ketika) turun dari taksi dan mau 'nyamperin'
(bergegas ke) mobil saya, mereka berteriak-teriak
memanggil saya seraya memaksa meminta uang 100 dolar.
A hundred bucks," kata mereka memaksa.

"Lantas saya berucap I don't have... sambil masuk ke
mobil. Namun mereka mengejar. Dan tibat-tiba di cewek
bule itu langsung duduk di depan setir sambil meminta
kunci mobil".

Andi mengatakan, ia tetap mempertahankan kunci mobil
itu namun situasi berubah menegang. Mereka menarik
kunci mobil dan mulai memukul dirinya.

"Pada mulanya saya mencoba tidak mau melawan sambil
mempertahankan kunci mobil. Tapi akhirnya saya
memutuskan untuk melawan mereka bertiga. Kami
bergulat. Dan saya mempertahankan diri habis-habisan.
Satu dari dua orang pemuda itu melarikan diri karena
ketakutan."

Namun mereka kemudian melarikan mobil setelah berhasil
merampas kunci mobil, telepon selular dan uang 100
dolar.

"Saya hanya berhasil menarik dompet saya dari tangan
perampok itu. Suasananya sepi dan tidak ada saksi mata
pada saat kejadian itu," katanya.

Dengan muka yang lembam dan darah yang mengucur, ia
berjalan keluar halaman parkir untuk mencari
pertolongan.

"Kebetulan tidak jauh dari situ, ada pangkalan taksi.
Saya meminta tolong salah seorang supir taksi untuk
menghubungi polisi," katanya.

Mobil polisi tiba di tempat kejadian 15 menit setelah
ditelepon. Pada awalnya polisi mengira bahwa yang
mengalami perampokan mobil adalah supir taksi. Namun
setelah dijelaskan petugas itu baru mengerti bahwa ia
yang mengalami kasus perampokan itu, katanya.

"Polisi kemudian langsung menanyakan nama dan kartu
identitas saya, mengambi foto dan mengecek tempat
kejadian perkara. Setelah itu mengantar saya ke RS
Western Hospital Footscray. Baju dan celana saya kotor
dengan noda-noda darah," katanya.

Andi mengatakan, ia masih merasakan nyeri di bagian
matanya kendati pihak dokter rumah sakit itu telah
mengecek kondisi matanya.

"Baru pada hari Selasa (30/10), saya akan operasi mata
di RS Sunshines Melbourne," katanya.

Kejadian yang menimpa dirinya itu dianggap Andi
sebagai "murni kasus kriminal" yang sekaligus
membuktikan bahwa di negara maju seperti Australia
sekali pun kejahatan tetap mengintai orang-orang asing
seperti dirinya.

Namun, kasus yang menimpa dirinya itu bukanlah
kejadian buruk pertama yang dialami mahasiswa
Indonesia di Australia, katanya.

Berdasarkan informasi yang diterimanya, seorang
mahasiswi Indonesia yang baru tiba untuk kuliah di
Universitas Monash bahkan pernah dipukuli seorang
pemuda Australia yang mengusirnya agar pulang ke
Indonesia.

Di kota Sydney, beberapa kasus kejahatan lain pun
pernah dialami warga Indonesia, katanya.

Dalam beberapa kasus yang menimpa warga Indonesia,
termasuk mahasiswa, itu, kejadian buruk tersebut
terjadi bukan karena mereka orang Indonesia tapi
cenderung karena sentimen rasis anti Asia, katanya.

"Mungkin kompetisi pasar tenaga kerja menjadi isu
serius. Ada kecemburuan warga lokal kepada para
migran," kata Andi.

Sementara itu, Konsul Jenderal RI di Melbourne,
Budiarman Bahar, yang dihubungi secara terpisah
membenarkan kejadian buruk yang menimpa mahasiswa
Indonesia di Universitas Victoria itu.

Namun, kasus perampokan yang menimpa Andi Syafrani
yang juga pengurus pusat PPIA itu bukanlah sebuah
kecenderungan bagi komunitas mahasiswa dan warga
Indonesia di Melbourne, katanya.

"Perampokan ini kasuistis saja. Ya hanya bad luck
(nasib buruk) saja. Tapi, saya mengimbau para
mahasiswa dan warga Indonesia yang pulang malam agar
berhati-hati dan menghindari daerah-daerah rawan
kejahatan," katanya.

"Sebaiknya, mereka sebisanya tidak pulang jauh-jauh
malam. Dan kalaupun harus pulang malam, sebaiknya
mencari teman pulang," kata Budiarman Bahar.

Di seluruh Australia, Atase Pendidikan dan Kebudayaan
RI di KBRI Canberra mencatat jumlah mahasiswa
Indonesia mencapai 16.800 orang. Mereka menuntut ilmu
di berbagai universitas di kota-kota penting
Australia, seperti Sydney, Melbourne, Brisbane,
Canberra, Perth, Adelaide, dan Darwin. (ant/OL-1) 
(Sumber Media Indonesia)


wassalam

Taufik


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke