Bung Hartono,

Info mengenai Pembelian Sapi Pemda Gorontalo ke Pemda
Sulsel saya sudah dengar sudah lama, terlebih lagi
Jagung, berdasarkan Info yang saya dapatkan dari para
Petani Jagung bahwa Jagung2 Dengan Kwalitas Terbaik
dari Takalar dan Daerah Lainnya di Sulsel di Jual ke
Pemda Gorontalo utk mendapatkan Label Export Ke luar
dari Pemerintah Gorontalo.

Hal ini saya cari tahu karena saya jg Bingung ternyata
Petani Jagung Gorontalo tdk Bisa mencukupi Kebutuhan
Jagung utk di Export Bahkan saya dengar Mungkin KTI
(Kawasan Timur Indonesia) Utk product Jagung Jika akan
di Export Keluar Harus Melalui Pemerintah Gorontalo
yang sudah menjadi Trade Mark. Hal ini di Ikuti dengan
Kebijakan Export SAPI oleh FADEL. Dan tentunya SAPI2
BALI dari SULSEL tentunya Jika Gorontalo Berhasil
Memunculkan Brand Daerah Pengekspor SAPI maka sapi2 di
KTI akan di Export Pula melalui Pemda Gorontalo
seperti layaknya Jagung.

Makanya Saya tidak Heran Jika Pemda Gtlo akan membeli
Sapi sebanyak 5000 Ekor di SULSEL yang ke depan akan
di EKSPOR ke luar dan tentunya dengan Harga yang
tinggi.

Semoga dengan semakin Minimny Stok Sapi di SULSEL Gtlo
bisa melirik daerah lain lagi.

Wassalam


Taufik


--- hartono hadjarati <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> alasan utamanya untuk beli sapi disana karena untuk
> dapat memenuhi kuota 5000 ekor itu dan soal kwalitas
> bibitnya se pengetahuan mereka masih bagus dibanding
> daerah lain, diperkirakan 5000 ekor itu sudah
> diterima masyarakat tahun ini juga.
> 
> Mukti Syarif Rivai <[EMAIL PROTECTED]> wrote:       
>                           
> Milister,
>   
>  "Tanya Kenapa?" beli sapi dari Sulsel yang katanya 
> kualitas genetiknya sudah menurun? Oh iya, itu 5000
> ekor dibeli dalam  setahun ya? Saya liat di Teve
> katanya Tapos nya almarhum punya sapi bibit 
> berkualitas tinggi. kawan-kawan dari IPB mungkin
> bisa kasih info mana yang lebih  baik sapi bali dari
> sulsel ato yang di Tapos (lupa nama  sapinya) ?
>   
>  Rgds,
>  Ari
>   
>     ----- Original Message ----- 
>    From:    hartono    hadjarati 
>    To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com    
>    Sent: Friday, February 22, 2008 11:02    AM
>    Subject: Balasan: [GM2020] Gorontalo    Export
> Sapi, SulSel Berkurang Sapi ......
>    
> 
>       bung taufik
> 
> dalam waktu dekat ini pemerintah Bonbol rencananya
> akan    membeli sapi bali di sulsel, dalam rangka
> pengadaan bantuan sapi 5000 ekor    kepada
> masyarakat yang mana identifikasi penerima sudah
> dilakukan oleh dinas    peternakan bonbol. mudah2
> yang akan membeli dapat bibit yang berkwalitas, dan 
>   kalau bisa bung bisa dampingi mereka asal tidak
> asal beli. supaya sapi yang    dibeli untuk di
> kembangkan, bukan dijual lagi karena alasan sapi
> sakit    dll.
> 
> Taufik Polapa <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   
>           Dear All GM2020.
> 
> Berikut Artikel yang saya COPAS dari Harian     
> FAJAR
> Makassar, semoga bermanfaat buat Member.
> 
> Apakah UNG saat ini      sedang Melakukan Penelitian
> dalam
> Hal Bibit2 Unggul Sapi seperti UNHAS      ?
> 
> salam
> 
> Guru Besar Ilmu Produksi Ternak, Prof Dr Ir H     
> Basit
> Wello,M.Sc
> 
> Hasil sensus pertanian pada tahun 1993     
> menunjukkan
> bahwa populasi ternak sapi dan kerbau di Sulsel
> hanya
> 600      ribu ekor. Suatu angka yang mengejutkan
> jika
> mengingat di tahun 1979,      jumlah sapi dan kerbau
> mencapai lebih satu juta ekor.Bahkan Sulsel     
> menjadi
> penyuplai sapi bibit dan sapi potong di beberapa
> provinsi di      Indonesia.
> 
> Keadaan sapi Bali yang notabene paling      disukai
> masyarakat Sulsel, semakin memprihatinkan. Sebab,
> selain      terjadi penurunan jumlah secara drastis
> juga
> dibarengi dengan penurunan      kualitas genetik.
> Bukan
> tidak mungkin Sulsel terancam mengalami     
> kelangkaan
> sapi.
> 
> Mengapa sampai hal itu terjadi dan apa     
> solusinya?
> Berikut wawancara Anggi S Ugart dengan guru besar
> dalam      bidang Ilmu Produksi Ternak Potong pada
> Fakultas
> Peternakan Unhas, Prof      Basit Wello usai
> dikukuhkan
> Kamis, 21 Februari.
> 
> Bagaimana      sebenarnya kondisi ternak sapi di
> Sulsel,
> dari segi kuantitasnya dan      kualitasnya?
> 
> Di Sulsel telah terjadi penurunan kuantitas      dan
> kualitas sapi. Sekarang jumlahnya hanya 600.000 ekor
> tahun 1993      lalu, padahal jumlahnya pernah
> mencapai
> satu juta ekor.
> 
> Saya      melihat, upaya pemerintah sebatas
> meningkatkan
> populasi, tapi perbaikan      genetik belum ada.
> Jumlah
> populasi itu pun ditambah sapi dari luar     
> seperti
> Australia dengan sapi Brahman.
> 
> Sedangkan sapi kita sendiri      yakni sapi Bali itu
> meski
> kecil memiliki beberapa      keistimewaan.
> 
> Sapi Indonesia itu memiliki tingkat reproduksi     
> yang
> tinggi sekali, kualitas dagingnya sangat baik
> sehingga
> disukai      oleh masyarakat Sulsel. Bahkan sapi
> Australia
> lebih rendah kualitas      dagingnya dibanding sapi
> Bali.
> Masalahnya sekarang, di Sulsel saat ini      terjadi
> penurunan kuantitas dan kualitas genetik.
> 
> Pada 35 tahun      lalu, kita mudah memperoleh sapi
> Bali
> jantan dengan berat badan dewasa      sekira 450 kg
> di
> Enrekang, Sidrap, Bone, Barru, dan Parepare.     
> Tapi
> sekarang untuk mendapatkan sapi Bali yang beratnya
> 300
> kg saja      sangat sulit. Kecuali mungkin di daerah
> pegunungan atau      terpencil.
> 
> Apa faktor penyebabnya penurunan kualitas     
> genetik
> tersebut?
> 
> Ada dua faktor penyebab. Pertama, dulu itu      ada
> pengeluaran sapi bibit dari Sulsel dengan tinggi
> badan
> 105 cm pada      usia 1,5 sampai 2 tahun. Bahkan
> sampai
> 20.000 per tahun.
> 
> Sapi yang      dikeluarkan adalah sapi berkualitas
> bagus.
> Ada yang ke Kalimantan,      Lampung, dan beberapa
> daerah
> lainnya di Indonesia. Malah, standar ini     
> diturunkan
> menjadi 102 cm pada umur yang sama, sebab sulit
> mencari      anak sapi yang tingginya 105 cm.
> 
> Sekarang kita tinggal punya yang      sapi kecil,
> kerdil.
> Kita usahakan bagaimana sapi kita kembali     
> seperti
> semula, yang beratnya mencapai 450 kg. Sekarang
> berat
> sapi      hanya 275 kg sampai 300 kg.
> 
> Penyebab kedua, adanya peraturan      pemerintah
> yang
> melarang mengeluarkan sapi potong dari Sulsel     
> yang
> beratnya kurang dari 275 kg. Sebenarnya, peraturan
> tentang      pengeluaran sapi bibit ini tidak
> masalah
> karena tidak diikuti dengan      peraturan larangan
> mengeluarkan sapi yang tingginya lebih dari 105     
> cm
> pada usia 1,5 sampai 2 tahun.
> 
> Sehingga semua sapi yang      tingginya lebih dari
> 105 cm
> dengan umur seperti itu terjadi seleksi     
> negatif.
> 
> Seperti yang saya katakan, sapi di Sulsel yang     
> tersisi
> hanya sapi yang pertumbuhannya lambat, kerdil turun
> temurun      dan makin kecil sampai sekarang. Nah,
> faktor-faktor itulah yang      menurunkan kualitas
> genetik
> sapi Bali secara drastis di Sulsel.
> 
> Di      Sulsel, sapi jenis apa yang paling banyak
> dikonsumsi? Dan mengapa terjadi      juga penurunan
> dari
> segi jumlah?
> 
> Yang paling banyak dikonsumsi      adalah sapi Bali
> dan itu
> paling terkenal di masyarakat. Ini karena     
> kualitas
> dagingnya yang memang bagus. Tapi, jumlahnya juga
> menurun.      Ini terjadi karena banyaknya sapi
> betina yang
> dipotong di tempat      pemotongan.
> 
> 
=== message truncated ===



      
____________________________________________________________________________________
Looking for last minute shopping deals?  
Find them fast with Yahoo! Search.  
http://tools.search.yahoo.com/newsearch/category.php?category=shopping

Kirim email ke