Bung Icky,

Alhandulillah, cikal bakal Singapura yang "nggak punya apa-apa" tapi "punya 
stock banyak barang untuk export" mulai keliatan nih di Gorontalo. Semoga 
komoditinya semakin bertambah ya... amiin.


  ----- Original Message ----- 
  From: Taufik Polapa 
  To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, February 22, 2008 1:24 PM
  Subject: Re: Balasan: Re: Balasan: [GM2020] Gorontalo Export Sapi, SulSel 
Berkurang Sapi ......


  Bung Hartono,

  Info mengenai Pembelian Sapi Pemda Gorontalo ke Pemda
  Sulsel saya sudah dengar sudah lama, terlebih lagi
  Jagung, berdasarkan Info yang saya dapatkan dari para
  Petani Jagung bahwa Jagung2 Dengan Kwalitas Terbaik
  dari Takalar dan Daerah Lainnya di Sulsel di Jual ke
  Pemda Gorontalo utk mendapatkan Label Export Ke luar
  dari Pemerintah Gorontalo.

  Hal ini saya cari tahu karena saya jg Bingung ternyata
  Petani Jagung Gorontalo tdk Bisa mencukupi Kebutuhan
  Jagung utk di Export Bahkan saya dengar Mungkin KTI
  (Kawasan Timur Indonesia) Utk product Jagung Jika akan
  di Export Keluar Harus Melalui Pemerintah Gorontalo
  yang sudah menjadi Trade Mark. Hal ini di Ikuti dengan
  Kebijakan Export SAPI oleh FADEL. Dan tentunya SAPI2
  BALI dari SULSEL tentunya Jika Gorontalo Berhasil
  Memunculkan Brand Daerah Pengekspor SAPI maka sapi2 di
  KTI akan di Export Pula melalui Pemda Gorontalo
  seperti layaknya Jagung.

  Makanya Saya tidak Heran Jika Pemda Gtlo akan membeli
  Sapi sebanyak 5000 Ekor di SULSEL yang ke depan akan
  di EKSPOR ke luar dan tentunya dengan Harga yang
  tinggi.

  Semoga dengan semakin Minimny Stok Sapi di SULSEL Gtlo
  bisa melirik daerah lain lagi.

  Wassalam

  Taufik

  --- hartono hadjarati <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

  > alasan utamanya untuk beli sapi disana karena untuk
  > dapat memenuhi kuota 5000 ekor itu dan soal kwalitas
  > bibitnya se pengetahuan mereka masih bagus dibanding
  > daerah lain, diperkirakan 5000 ekor itu sudah
  > diterima masyarakat tahun ini juga.
  > 
  > Mukti Syarif Rivai <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
  >  
  > Milister,
  > 
  > "Tanya Kenapa?" beli sapi dari Sulsel yang katanya 
  > kualitas genetiknya sudah menurun? Oh iya, itu 5000
  > ekor dibeli dalam setahun ya? Saya liat di Teve
  > katanya Tapos nya almarhum punya sapi bibit 
  > berkualitas tinggi. kawan-kawan dari IPB mungkin
  > bisa kasih info mana yang lebih baik sapi bali dari
  > sulsel ato yang di Tapos (lupa nama sapinya) ?
  > 
  > Rgds,
  > Ari
  > 
  > ----- Original Message ----- 
  > From: hartono hadjarati 
  > To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com 
  > Sent: Friday, February 22, 2008 11:02 AM
  > Subject: Balasan: [GM2020] Gorontalo Export
  > Sapi, SulSel Berkurang Sapi ......
  > 
  > 
  > bung taufik
  > 
  > dalam waktu dekat ini pemerintah Bonbol rencananya
  > akan membeli sapi bali di sulsel, dalam rangka
  > pengadaan bantuan sapi 5000 ekor kepada
  > masyarakat yang mana identifikasi penerima sudah
  > dilakukan oleh dinas peternakan bonbol. mudah2
  > yang akan membeli dapat bibit yang berkwalitas, dan 
  > kalau bisa bung bisa dampingi mereka asal tidak
  > asal beli. supaya sapi yang dibeli untuk di
  > kembangkan, bukan dijual lagi karena alasan sapi
  > sakit dll.
  > 
  > Taufik Polapa <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
  > Dear All GM2020.
  > 
  > Berikut Artikel yang saya COPAS dari Harian 
  > FAJAR
  > Makassar, semoga bermanfaat buat Member.
  > 
  > Apakah UNG saat ini sedang Melakukan Penelitian
  > dalam
  > Hal Bibit2 Unggul Sapi seperti UNHAS ?
  > 
  > salam
  > 
  > Guru Besar Ilmu Produksi Ternak, Prof Dr Ir H 
  > Basit
  > Wello,M.Sc
  > 
  > Hasil sensus pertanian pada tahun 1993 
  > menunjukkan
  > bahwa populasi ternak sapi dan kerbau di Sulsel
  > hanya
  > 600 ribu ekor. Suatu angka yang mengejutkan
  > jika
  > mengingat di tahun 1979, jumlah sapi dan kerbau
  > mencapai lebih satu juta ekor.Bahkan Sulsel 
  > menjadi
  > penyuplai sapi bibit dan sapi potong di beberapa
  > provinsi di Indonesia.
  > 
  > Keadaan sapi Bali yang notabene paling disukai
  > masyarakat Sulsel, semakin memprihatinkan. Sebab,
  > selain terjadi penurunan jumlah secara drastis
  > juga
  > dibarengi dengan penurunan kualitas genetik.
  > Bukan
  > tidak mungkin Sulsel terancam mengalami 
  > kelangkaan
  > sapi.
  > 
  > Mengapa sampai hal itu terjadi dan apa 
  > solusinya?
  > Berikut wawancara Anggi S Ugart dengan guru besar
  > dalam bidang Ilmu Produksi Ternak Potong pada
  > Fakultas
  > Peternakan Unhas, Prof Basit Wello usai
  > dikukuhkan
  > Kamis, 21 Februari.
  > 
  > Bagaimana sebenarnya kondisi ternak sapi di
  > Sulsel,
  > dari segi kuantitasnya dan kualitasnya?
  > 
  > Di Sulsel telah terjadi penurunan kuantitas dan
  > kualitas sapi. Sekarang jumlahnya hanya 600.000 ekor
  > tahun 1993 lalu, padahal jumlahnya pernah
  > mencapai
  > satu juta ekor.
  > 
  > Saya melihat, upaya pemerintah sebatas
  > meningkatkan
  > populasi, tapi perbaikan genetik belum ada.
  > Jumlah
  > populasi itu pun ditambah sapi dari luar 
  > seperti
  > Australia dengan sapi Brahman.
  > 
  > Sedangkan sapi kita sendiri yakni sapi Bali itu
  > meski
  > kecil memiliki beberapa keistimewaan.
  > 
  > Sapi Indonesia itu memiliki tingkat reproduksi 
  > yang
  > tinggi sekali, kualitas dagingnya sangat baik
  > sehingga
  > disukai oleh masyarakat Sulsel. Bahkan sapi
  > Australia
  > lebih rendah kualitas dagingnya dibanding sapi
  > Bali.
  > Masalahnya sekarang, di Sulsel saat ini terjadi
  > penurunan kuantitas dan kualitas genetik.
  > 
  > Pada 35 tahun lalu, kita mudah memperoleh sapi
  > Bali
  > jantan dengan berat badan dewasa sekira 450 kg
  > di
  > Enrekang, Sidrap, Bone, Barru, dan Parepare. 
  > Tapi
  > sekarang untuk mendapatkan sapi Bali yang beratnya
  > 300
  > kg saja sangat sulit. Kecuali mungkin di daerah
  > pegunungan atau terpencil.
  > 
  > Apa faktor penyebabnya penurunan kualitas 
  > genetik
  > tersebut?
  > 
  > Ada dua faktor penyebab. Pertama, dulu itu ada
  > pengeluaran sapi bibit dari Sulsel dengan tinggi
  > badan
  > 105 cm pada usia 1,5 sampai 2 tahun. Bahkan
  > sampai
  > 20.000 per tahun.
  > 
  > Sapi yang dikeluarkan adalah sapi berkualitas
  > bagus.
  > Ada yang ke Kalimantan, Lampung, dan beberapa
  > daerah
  > lainnya di Indonesia. Malah, standar ini 
  > diturunkan
  > menjadi 102 cm pada umur yang sama, sebab sulit
  > mencari anak sapi yang tingginya 105 cm.
  > 
  > Sekarang kita tinggal punya yang sapi kecil,
  > kerdil.
  > Kita usahakan bagaimana sapi kita kembali 
  > seperti
  > semula, yang beratnya mencapai 450 kg. Sekarang
  > berat
  > sapi hanya 275 kg sampai 300 kg.
  > 
  > Penyebab kedua, adanya peraturan pemerintah
  > yang
  > melarang mengeluarkan sapi potong dari Sulsel 
  > yang
  > beratnya kurang dari 275 kg. Sebenarnya, peraturan
  > tentang pengeluaran sapi bibit ini tidak
  > masalah
  > karena tidak diikuti dengan peraturan larangan
  > mengeluarkan sapi yang tingginya lebih dari 105 
  > cm
  > pada usia 1,5 sampai 2 tahun.
  > 
  > Sehingga semua sapi yang tingginya lebih dari
  > 105 cm
  > dengan umur seperti itu terjadi seleksi 
  > negatif.
  > 
  > Seperti yang saya katakan, sapi di Sulsel yang 
  > tersisi
  > hanya sapi yang pertumbuhannya lambat, kerdil turun
  > temurun dan makin kecil sampai sekarang. Nah,
  > faktor-faktor itulah yang menurunkan kualitas
  > genetik
  > sapi Bali secara drastis di Sulsel.
  > 
  > Di Sulsel, sapi jenis apa yang paling banyak
  > dikonsumsi? Dan mengapa terjadi juga penurunan
  > dari
  > segi jumlah?
  > 
  > Yang paling banyak dikonsumsi adalah sapi Bali
  > dan itu
  > paling terkenal di masyarakat. Ini karena 
  > kualitas
  > dagingnya yang memang bagus. Tapi, jumlahnya juga
  > menurun. Ini terjadi karena banyaknya sapi
  > betina yang
  > dipotong di tempat pemotongan.
  > 
  > 
  === message truncated ===

  __________________________________________________________
  Looking for last minute shopping deals? 
  Find them fast with Yahoo! Search. 
http://tools.search.yahoo.com/newsearch/category.php?category=shopping


   

Kirim email ke