OH, bung MY sekarang so mulai lupa dia pe kuda tersayang. Soale dia lagi 
bakudapa deng sayang2 laeng di Bandunghi hi hiiii

--- Pada Sab, 13/9/08, R. H. Uno <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
Dari: R. H. Uno <[EMAIL PROTECTED]>
Topik: [GM2020] FW:KISAH PANDHITA DHURNA : PERSETUBUHAN KUDA DAN MANUSIA
Kepada: "GM2020" <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>
Tanggal: Sabtu, 13 September, 2008, 1:21 PM










    
            


UNTUK TEMANKU 
PK. MY. salam&sori,OH
 

                                                                                                                                            
Subject: 





Petualangan Kuda dan Manusia 
Posted by: "Agus Hamonangan" agushamonangan@ yahoo.co. id   agushamonangan 
Fri Sep 12, 2008 4:16 pm (PDT) 
Oleh Cyprianus Lilik K P
http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2008/09/13/ 00505420/ petualangan. 
kuda.dan. manusia

Lakon 
wayang Sesaji Raja Suya bertutur tentang upacara purba
aswamedha. Seekor kuda 
dilepaskan Prabu Yudhistira untuk mengembara
bebas dan menapakkan kaki ke 
mana pun ia inginkan. Dan ke mana pun
kuda itu pergi, menjadi tugas dari 
pasukan Pandawa yang mengikuti
perjalanan sang kuda, untuk berperang 
menaklukkan negeri itu.

Yang tak banyak diketahui orang di balik kisah 
purba versi Jawa ini
adalah kisah-kisah Indo-Arya, seperti Mahabharata, 
Ramayana, dan
tradisi Vedic lainnya. Kisah itu muncul tak berselang lama 
dari
domestikasi kuda pertama oleh bangsa-bangsa Indo-Eropa, pengembara 
di
sisi timur stepa Asia Tengah 4.000 tahun sebelum Masehi (SM) 
dan
tersebar luas pada 3.000 SM. Bangsa Indo-Arya adalah subfamili 
Indo-
Iranian dari famili Indo-Eropa.

Sekitar tahun 5.000 SM mereka 
terusir dari dataran rendah yang subur
di tepian Laut Hitam purba. Banjir 
raksasa dari luapan air Laut Tengah
akibat pencairan es kutub di zaman 
Pleistosen akhir, menaikkan
permukaan laut, meluap melalui Selat Bosphorus 
membanjiri Laut Hitam,
dan mengubahnya dari danau air tawar menjadi bagian 
dari Laut Tengah.

Sejak itulah gelombang demi gelombang famili ini 
bermigrasi ke seluruh
penjuru mata angin. Terserak ke Barat memadati Eropa, 
tersebar ke
Timur beraduk dengan bangsa stepa Asia Tengah. Menjadi 
subfamili
Indo-Iranian, terserak lagi ke Pegunungan Hindukush sebelum 
akhirnya
masuk ke lembah Indus, sebagai Indo-Arya, dan mendesak 
Dravida.

Di gunung-gunung perhentian dari perjalanan panjang penuh 
peperangan
inilah sang Arjuna memanah, menghancurkan tambur besar milik 
Raja
Jarasandha, pemberi isyarat bahaya di puncak bukit pertahanan 
Kerajaan
Giribajra.

Ibu Pertiwi dan Bapa Aksara

Tradisi 
kesatriaan Arjuna, gunung-gemunung peperangan, dan kisah
pengembaraan kuda 
hanyalah artefak-artefak terserak dari kisah lain
yang tersembunyi dari 
milenia ke milenia. Kisah petualangan manusia
dan kuda, nalar dan instrumen, 
yang membentang membentuk narasi dan
definisi ketuhanan, kekuasaan, dan makna 
kehidupan.

Beberapa ribu tahun sebelumnya, Revolusi Neolitik 10.000-7000 
SM
menandai penyeberangan ras manusia dari kehidupan nomaden 
menjadi
menetap dan agraris. Masa ini menandai lahirnya perjumpaan 
intensif
dan ritualistik manusia dan alam.

Domestifikasi kuda, memberi 
makna kontinental dari migrasi besar
Indo-Eropa ini. Kontinental dalam dua 
arti, pertama ukuran spasial
dari migrasi, kedua, taraf kedalaman revolusi 
kebudayaan yang lahir
darinya. Penjinakan yang menggulung kembali permadani 
peradaban Neolitik.

Pencerabutan geografis akibat migrasi yang 
difasilitasi kuda sebagai
instrumen mobilitas ras manusia memunculkan 
konsekuensi yang tidak
sepele. Dialektika manusia-alam retak lantaran 
lenyapnya rumah
ekologis dan antropologis. Muncullah nomadenisme baru, 
masyarakat yang
sedenter dalam kultur tani purba di Kaukasus, kembali menjadi 
nomadik.
Yang terjadi adalah intensifikasi subyek dalam kilasan pengalaman 
yang
terus berganti dalam pergerakan bangsa-bangsa melintasi ruang. 
Terjadi
inflasi teknologi akibat intensifikasi nalar dan elaborasi 
penggunaan
alat.

â€Tuhan†pun bergeser dari bawah ke atas, dari 
tanah ke langit. Karena
bintang-bintang adalah satu-satunya yang tetap untuk 
menjadi rujukan,
maka muncullah sky father, bapa aksara, atau dalam bahasa 
yang lebih
kita akrabi Zeus pater, Deus, dan Jupiter.

Dan politik? 
Politik bergeser dari totalitarianisme teritorial yang
dirajut dalam kesatuan 
kosmik, menjadi terkait erat dengan identitas
tribal dan hubungan darah. Dari 
matrilineal atau setidaknya egali-
tarian, menjadi patrilineal. Dengan 
pasukan-pasukan yang lincah
merambah ruang, melin- tasi stepa-stepa, menghan- 
curkan desa-desa,
merebut kota-kota.

Ambiguitas 
pahlawan

Persetubuhan manusia dan kuda, kisah Pandhita Durna yang 
harus
menyetubuhi kuda untuk bisa sampai ke nusa Jawa, adalah kisah 
kita
yang sejati. Persatuan manusia dan alat, adalah mesin besar 
yang
membawa homo sapiens-sapiens berziarah melintasi ruang fisik, 
ruang
makna, dan ruang budaya. Tidak terpisah melainkan satu, 
semacam
cyborg, cybernetics organism dalam terminologi feminist 
postmodern
Donna Harraway. Di sinilah Tuhan, kekuasaan, ataupun makna 
kehidupan
didefinisikan, dalam persepsi ekologis-antropolog is dalam 
petualangan
manusia di atas punggung kuda.

Inilah bangsa yang kemudian 
berkuasa, yang bisa mengamini ambiguitas
sebagai pangkal kelahirannya, yang 
menguasai kecekatan purba dan tak
terjebak pada perdebatan makna, nilai, atau 
otentisitas diri yang
berlama-lama.

Pemuja tradisi fisik, bukan karena 
kenikmatannya, tetapi karena
penerimaan bahwa materialitas hidup itulah yang 
mendefinisikan
kebudayaan dan kemanusiaan kita. Bahwa tidak selayaknya 
manusia
terpenjara di kepalanya sendiri, dan bahwa sejatinya 
perjuangan
menyejarah adalah sebuah ragawidya. Perjuangan bajik dari jiwa dan 
raga.

Bangsa-bangsa perkasa bersenjatakan pedang dan panah, terserak 
di
bentang kontinental Asia Tengah, dari stepa Rusia hingga Mongolia.
Dari 
rahim kebudayaan stepa, beribu hidup yang keras di tanah tandus,
lahirlah dua 
kasta menengah yang sangat penting bagi zaman kita:
ksatria dan waisya, 
prajurit dan pedagang.

Keduanya berkawan karib sejak kafilah merintis 
Jalan Sutra hingga
zaman para cowboy penunggang kuda di era Wall Street di 
bumi Barat
yang liar. Maka wajar bila dunia mengenal mereka secara 
ambigu:
pahlawan besar peperangan dan perampok-penghancur agung 
kebudayaan.

Mengalahkan imperium-imperium mulai dari Mediteranian, 
Romawi, hingga
dinasti Fatimiyah di Baghdad. Itulah mengapa ia dimonsterkan 
sebagai
centaur di bukit-bukit Thessalonika dan Arkadia di Yunani, 
bertubuh
kuda berkepala manusia, tetapi juga menjadi guru-guru pahlawan 
Yunani
purba, Achilles, Hercules, Jason, dan Asclepius.

Pembunuh, 
perampok, satria, dan waisya, mereka dibintangkan Zeus
sebagai Sagitarius di 
angkasa.

Cyprianus Lilik Krismantoro Putro Peminat kajian kebudayaan, 
tinggal
di Yogyakarta



Back to top Reply to sender 
| Reply to group 
| Reply via web post 

Messages in this topic (1) 

  14. 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      
___________________________________________________________________________
Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist. Download sekarang juga.
http://id.toolbar.yahoo.com/

Reply via email to