PNS mah netral2 aja pak....., kecuali kalo dimobilisir...hehehe

--- Pada Sen, 2/3/09, verrianto madjowa <v_madj...@yahoo.com> menulis:

Dari: verrianto madjowa <v_madj...@yahoo.com>
Topik: [GM2020] Netralitas PNS dalam Pemilu
Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 2 Maret, 2009, 8:32 PM











    
            

Kompas.com



Netralitas PNS dalam Pemilu

Selasa, 3 Maret 2009 | 04:46 WIB 



Oleh Eko Prasojo



Pesta akbar demokrasi sudah di ambang pintu. Kini seluruh energi seolah 
tercurah pada persiapan pemilu legislatif dan pemilu presiden. 

 

Kekhawatiran akan kegagalan pemilu juga terjadi disebabkan banyaknya ketentuan 
peraturan pelaksanaan yang belum ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). 
Diperlukan waktu lama untuk menyosialisasikan peraturan itu kepada pemilih.

 

Salah satu faktor kekuatan yang menjadi harapan bala bantuan pelaksanaan pemilu 
adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang berjumlah 3,9 juta lebih. Tingkat 
pendidikan dan pengetahuan mereka memadai serta jaringan yang tersebar di 
seluruh pelosok desa, maka patut diperhitungkan untuk memanfaatkan sumber daya 
PNS dalam menyukseskan pemilu. Meski demikian, ada beberapa hal yang patut 
dicermati guna mengurangi ekses negatif keterlibatan PNS dalam pemilu.

Netralitas PNS

 

Sejarah birokrasi di Indonesia menunjukkan, PNS selalu merupakan obyek politik 
dari kekuatan partai politik (parpol) dan aktor politik. Jumlahnya yang 
signifikan dan fungsinya yang strategis dalam menggerakkan anggaran keuangan 
negara selalu menjadi incaran tiap parpol untuk menguasai dan memanfaatkan PNS 
dalam aktivitas politik.

 

Saat-saat menjelang pemilu, aktivitas politik partisan PNS menjadi kian 
intensif karena partisipasinya untuk mendukung kampanye secara terbuka maupun 
terselubung amat efektif.

 

Bagi parpol, keterlibatan PNS akan amat membantu dan mempermudah pelaksanaan 
kampanye yang sering terjadi melalui pemanfaatan fasilitas negara (mobil, 
gedung, dan kewenangan) secara diskriminatif, yang menguntungkan salah satu 
parpol. Selain itu, di pelosok pedesaan yang mayoritas penduduknya tidak 
terdidik, figur dan pilihan PNS akan menjadi referensi bagi pilihan masyarakat.

 

Pertukaran ekonomi politik antara partai/aktor politik (caleg) dan PNS dalam 
pemilu tidak saja menguntungkan sisi politik, tetapi juga PNS sendiri. 
Keberpihakan PNS dalam pemilu kepada parpol/caleg dibutuhkan untuk promosi dan 
karier jabatan. Dalam sistem birokrasi di Indonesia kini, di mana promosi dan 
karier jabatan tidak ditentukan oleh kompetensi dan kinerja, tetapi oleh 
afiliasi politik, netralitas PNS sulit ditegakkan. Hal inilah yang dapat 
menyumbangkan terjadinya blunder dalam pelaksanaan pemilu.

 

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara mengatur secara 
tegas netralitas pegawai dalam pemerintahan. Pasal 3 UU No 43/1999 mengatur, 
(1) Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas 
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, 
dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan; 
(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), pegawai 
negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak 
diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

 

Ketentuan ini jelas melarang keberpihakan PNS dalam menjalankan fungsi 
pemerintahan dan pembangunan.

 

Dalam praktik, tercatat ada tiga bentuk pelanggaran yang dilakukan PNS dan 
pejabat pemerintahan dalam pemilu.

 

Pertama, penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki, antara lain menerbitkan 
aturan yang mewajibkan kampanye kepada bawahan, pengumpulan dana bagi parpol 
tertentu, pemberian izin usaha disertai tuntutan dukungan kepada parpol/caleg 
tertentu, penggunaan bantuan pemerintah untuk kampanye, mengubah biaya 
perjalanan dinas, dan memaksa bawahan membiayai kampanye parpol/caleg dari 
anggaran negara.

 

Kedua, penggunaan fasilitas negara secara langsung, misalnya penggunaan 
kendaraan dinas, rumah dinas, serta kantor pemerintah dan kelengkapannya.

 

Ketiga, pemberian dukungan lain, seperti bantuan sumbangan, kampanye 
terselubung, memasang atribut parpol/caleg di kantor, memakai atribut 
parpol/caleg, menghadiri kegiatan kampanye dengan menggunakan pakaian dinas dan 
kelengkapannya, serta pembiaran atas pelanggaran kampanye dengan menggunakan 
fasilitas negara dan perlakuan tidak adil/diskriminatif atas penggunaan 
fasilitas negara kepada parpol/caleg. Larangan penggunaan fasilitas pemerintah 
ini juga diatur dalam Pasal 84 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 
tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pasal 41 Ayat 1 Huruf h 
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden.

Partisipasi aktif PNS

 

Sebagai salah satu faktor kekuatan negara, peran dan fungsi PNS amat potensial 
dalam pemilu. Selain harus netral dari kepentingan parpol/caleg, partisipasi 
PNS dapat diwujudkan dalam beberapa hal.

 

Pertama, PNS harus aktif menjadi pemilih dan memberikan sosialisasi kepada 
keluarga serta lingkungannya tentang pemilu. Keaktifan PNS dibutuhkan untuk 
memberi keyakinan tentang arti pentingnya pemilu kepada masyarakat sehingga 
dapat mengurangi jumlah golput. Apalagi kedudukan PNS sebagai pamong praja akan 
menjadi panutan masyarakat sekitarnya.

 

Kedua, PNS harus menjadi juru kampanye pemerintah yang menyampaikan kepada 
masyarakat tentang kebijakan KPU dan aneka kebijakan negara dalam meningkatkan 
pengetahuan dan membangun partisipasi aktif masyarakat dalam pemilu.

 

Ketiga, partisipasi aktif PNS diwujudkan dengan tidak menjadi partisan 
parpol/caleg dalam penyelenggaraan pemilu dan penyelenggaraan pemerintahan 
serta bertindak profesional dalam menjalankan tugas.

 

Keempat, partisipasi aktif PNS juga diperlukan guna mendukung kesekretariatan 
KPU dan KPUD untuk melaksanakan berbagai tahapan pemilu legislatif dan pemilu 
presiden. Sebagai supporting staff KPU dan KPUD, profesionalisme PNS akan amat 
menentukan keberhasilan tiap tahapan, mulai dari sosialisasi, pendistribusian 
surat suara dan kotak suara, sampai penetapan pemenang. Demikian pula 
keterlibatan aktif PNS menjadi PPK, PPS, dan KPPS dimungkinkan dalam Pasal 41 
UU No 10/2008, mengingat keterbatasan penduduk yang memiliki kualifikasi untuk 
dapat menjadi anggota panitia pemilu. Karena itu, netralitas dan 
profesionalisme PNS, terutama saat menjadi anggota panitia pemilu, akan amat 
menentukan keberhasilan pemilu.

 

Keberhasilan PNS dalam menyukseskan pemilu akan meningkatkan kepercayaan 
masyarakat terhadap netralitas PNS. Karena itu, pemilu adalah momentum bagi PNS 
untuk memperbaiki citra profesionalisme dan netralitas PNS serta mendapatkan 
kepercayaan dari masyarakat. Dalam jangka panjang, kepercayaan masyarakat akan 
meningkatkan pula terhadap pemerintah dan negara.



Eko Prasojo Guru Besar Ilmu Administrasi Negara FISIP UI




 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      Pamer gaya dengan skin baru yang keren. Coba Yahoo! Messenger 9.0 baru 
sekarang! http://id.messenger.yahoo.com

Reply via email to