Setuju bin sepakat dengan temey Wan!!!!
Zaman skarang ini apalagi di Indonesia negara mayoritas berpenduduk islam, 
jangankan pendidik, pemuka agama alias ustadz saja bisa menjadi pelaku korupsi 
baik nyata maupun terselubung. 
Yang tepat diterapkan utk memberantas korupsi di Indonesia adalah hukuman mati 
bagi pelaku korupsi!!! Spt yg diterapkan oleh Hu Jin Tao pemimpin cina dlm 
memberantas korupsi dinegerinya.

PG

On Sat Jul 24th, 2010 11:59 PM EDT wanbem...@yahoo.co.id wrote:

>Korupsi hanyalah bagian kecil dari degradasi moral. Pendidikan moral jauh 
>lebih penting dari pada pendidikan anti korupsi. Panutan dan tauladan dari 
>seorang pendidik jauh lebih mendidik dari pada kurikulum pendidikan itu 
>sendiri 
>Powered by Telkomsel BlackBerry®
>
>-----Original Message-----
>From: Herwin Mopangga <winshots_...@yahoo.co.id>
>Sender: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
>Date: Sun, 25 Jul 2010 10:54:57 
>To: <gorontalomaju2020@yahoogroups.com>
>Reply-To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
>Subject: [GM2020] Pendidikan Antikorupsi; Tantangan Perguruan Tinggi di 
>Gorontalo
>
>
> 
>
>Mencermati headline
>media massa
>nasional dan lokal terkini, makin jelas bahwa persoalan korupsi benar-benar
>telah menjadi penyakit akut dan kronis. Penanganannya pun menjadi semakin rumit
>seperti mengurai benang kusut_tak tahu dimana ujung pangkalnya. Setelah
>Walikota dan Wakil Walikota Manado resmi ditahan, menyusul Walikota Tomohon dan
>Bupati Kepulauan Talaud ditetapkan menjadi tersangka. Tidak ketinggalan 
>beberapa
>figur elit eksekutif maupun legislatif hingga stafnya di Kabupaten Kota dan
>Provinsi Gorontalo-pun ikut-ikutan terjerat masalah korupsi. Liputan tentang
>korupsi di beberapa koran lokal memang menjadi berita utama yang paling “panas”
>akhir-akhir ini. Dan sebagai tenaga edukasi, secara pribadi terbersit keinginan
>dan harapan kami untuk memberi warna baru dalam pembelajaran dan kurikulum
>yang baik langsung maupun tidak langsung memberi jawaban atas
>keprihatinan pada makin tingginya kasus-kasus korupsi di daerah ini. Sebagai
>salah satu solusi akademis adalah perlu adanya pendidikan anti-korupsi pada
>perguruan tinggi di Gorontalo.
>
>Semangat menjadikan pendidikan sebagai alat ampuh untuk
>mengasah kepekaan masyarakat terhadap korupsi dan menimbulkan keberanian untuk
>menuntut transparansi dan integritas penyelenggaraan negara, tampak seperti
>virus yang menyebar cepat ke seluruh penjuru dunia. Dalam berbagai model,
>pendidikan anti-korupsi merentang sejak moral individu tumbuh dalam asuhan
>keluarga hingga menjadi anggota masyarakat dewasa yang mandiri. Maka itu,
>optimisme akan peran kunci pendidikan dalam menumbuhkan dan memelihara moral
>anti-korupsi pada diri individu patut terus dibangun. Dan dukungan penuh
>semestinya diberikan kepada pihak manapun yang terus berupaya mengembangkan
>model dan program pendidikan anti-korupsi diberbagai tempat dan situasi.
>
>Upaya pemberantasan korupsi dewasa ini rasanya tidak cukup
>lagi hanya dengan upaya penegakkan hukum. Dalam beberapa tahun terakhir mulai
>menguat perhatian banyak pihak terhadap perlunya upaya preventif yang lebih
>menyentuh masyarakat akar rumput sekaligus melahirkan generasi bersih korupsi,
>salah satunya melalui pendidikan. Pendidikan dalam arti luas pada hakikatnya
>akan selalu eksis sepanjang kehidupan manusia dan simultan memperbaiki kualitas
>kemanusiaan melalui perbaikan akal dan budi. Persoalannya adalah tidak semua
>nilai-nilai dan skill dapat
>ditransfer melalui pendidikan di kelas-kelas. Ketika berbicara tentang 
>hardskill, barangkali kelas merupakan wahana
>yang tepat, tetapi ketika dalam lingkup softskill
>dan attitude, efektivitasnya masih
>belum teruji.
>
>Dalam kenyataannya, praktik korupsi melibatkan berbagai aktor
>yaitu pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Mengandaikan struktur korupsi
>dengan sebuah piramida, maka di puncak piramida adalah pemerintah yang sering
>berperan sebagai juru kunci pembuka pintu-pintu korupsi. Dibagian tengah
>piramida adalah sektor swasta yang merupakan arena luas bagi permainan kasus
>korupsi. Dan didasar piramida terdapat masyarakat sebagai mayoritas yang banyak
>menanggung akibat dari aksi korupsi dalam bentuk hilangnya hak sosial dan
>ekonomi mereka.
>
>Menyikapi kondisi saat masyarakat rentan menjadi korban
>korupsi karena kurangnya pemahaman mengenai korupsi itu sendiri, amat
>diperlukan program penyadaran masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan
>pemahaman masyarakat pada beragam bentuk, aspek dan bahaya korupsi. Program ini
>dapat berupa penyebaran informasi tentang korupsi dan antikorupsi melalui
>berbagai media meliputi kampanye antikorupsi lewat deklarasi, konser musik,
>penyuluhan, training, leaflet, buku saku, spanduk, stiker dan
>lainnya. Pemahaman tentang korupsi ini akan menjadikan masyarakat sadar ketika
>haknya dirampas, ketika dirinya menjadi korban tindakan korupsi. Responnya,
>mereka akan melaporkan hal ini kepada pihak yang berwenang. Semakin tinggi 
>public awareness, semakin sempit ruang
>gerak kegiatan para aktor korupsi.
>
>Namun upaya pencegahan korupsi tidak bisa berhenti pada
>tahap kepedulian publik (public awareness)
>saja. Perlu tuas yang lebih kuat yang bisa menggerakkan masyarakat untuk
>terlibat aktif dalam memberantas korupsi. Salah satunya adalah pendidikan 
>anti-korupsi.
>Pendidikan anti-korupsi yang gelombangnya mulai mengalir deras memasuki ranah
>pendidikan (dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi), seharusnya 
>bercermin
>pada ketimpangan fungsi dan sistem pendidikan umum yang berlangsung di negeri
>ini. Harapannya adalah agar output
>dari pendidikan anti-korupsi tidak terjerumus dalam lubang yang sama. Fungsi
>pembangun karakter harus mendapatkan porsi cukup untuk memungkinkan
>internalisasi nilai-nilai luhur dan nilai-nilai moral yang berperan sebagai
>penyeimbang antara kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Jika fungsi
>internalisasi nilai-nilai moral ini tidak terasah, dikhawatirkan peserta didik
>pendidikan anti-korupsi hanya mampu memahami konsep anti-korupsi, bahaya
>korupsi dan hukum yang berkaitan dengan korupsi sebatas pengetahuan semata dan
>tidak menjadikan mereka sebagai agen-agen anti-korupsi dan pemberantasan
>korupsi.
>
>Tujuan pendidikan anti-korupsi lebih dari sekedar menghadang
>terjadinya korupsi tetapi bertindak lebih cepat dalam menyentuh sisi moral
>manusia dengan menumbuhkan dan memperkuat nilai-nilai anti-korupsi. Hasilnya
>tidak segera (instant), bahkan bisa
>jadi baru akan terlihat dalam 10 sampai 15 tahun mendatang ketika generasi
>sekarang sudah digantikan oleh generasi baru yang anti-korupsi.
>
>Pendidikan Antikorupsi: Sebuah Perspektif
>
>Diwilayah manakah pendidikan anti-korupsi berada? Apakah
>pendidikan anti-korupsi bisa berdiri sendiri dalam menghadapi masalah bangsa?
>Pendidikan anti-korupsi sebagai penamaan baru sebuah bidang keilmuan ternyata
>merupakan pembidangan yang independen. Korupsi terkait erat dengan Hak Asasi
>Manusia (HAM), karena korupsi adalah penyebab dan inti dari sejumlah
>pelanggaran HAM. Bahkan dinegara-negara berkembang terdapat kecenderungan bahwa
>korupsi sistemik berdampingan dengan kegagalan negara menjamin dan memenuhi
>hak-hak warganya. Korupsi (kecil atau besar) menghalangi akses masyarakat
>memperoleh pelayanan negara di sektor publik (pendidikan, kesehatan, air bersih
>dan infrastruktur). Artinya korupsi melanggar hak ekonomi, sosial dan budaya,
>sehingga mengurangi korupsi berarti meningkatkan akses masyarakat terhadap 
>pelayanan
>publik terutama bagi kaum miskin. Sementara itu gerakan HAM mengejar kepastian
>akan terjadinya perlindungan dan pemenuhan berbagai hak asasi berdasarkan 
>Universal Declaration on Human Rights.
>
>Dengan adanya korelasi masalah dan tujuan tersebut, pendidikan
>anti-korupsi dan pendidikan HAM sebenarnya berjalan pada koridor yang hampir
>sama meskipun dikemukakan dalam bahasa yang berbeda. Istilah gerakan 
>anti-korupsi
>seperti “membasmi korupsi politik dan peradilan, menghapuskan marginalisasi dan
>pengecualian serta menjamin pelayanan publik” dibahasakan oleh gerakan HAM
>sebagai “menjamin hak politik dan sipil, melindungi hak nondiskriminasi dan
>persamaan hak serta menjamin hak ekonomi, sosial dan budaya”.
>
>Model Pendidikan Antikorupsi
>
>Turunnya standar nilai moral dikalangan anak muda tampaknya
>telah menjadi fenomena diberbagai negara. Booming
>ekonomi selama lebih sepuluh tahun telah menciptakan kultur materialistik
>terutama dikalangan generasi muda, saat moral mereka sangat dipengaruhi oleh
>media, tren sosial dan peer pressure.
>Survei menunjukkan adanya kecenderungan yang mencemaskan terkait dengan makin
>besarnya toleransi generasi muda terhadap tindakan korupsi. Karena itu penting
>bagi kita untuk meningkatkan budaya jujur, menularkan nilai-nilai positif dan 
>memastikan
>generasi muda kita memiliki zero-tolerance
>terhadap kejahatan korupsi (Tony Kwok
>Man-wai, Former Head of Operations,
>ICAC, Hongkong on the Anticorruption Semiar, Seoul Institute of Transparency,
>2003).
>
>Mengapa generasi muda? Generasi muda adalah kepada siapa
>setiap bangsa kelak akan dititipkan. Mereka yang akan menjadi pemimpin masa
>depan, menempati posisi pengambil keputusan bagi bangsa dan negaranya. Maka
>pendidikan adalah komponen penting bagi strategi anti-korupsi. Sekolah (dan
>universitas) sebagai institusi pendidikan formal seharusnya bisa memanfaatkan
>peluang dan otoritasnya untuk menjadi tempat persemaian manusia baru yang 
>anti-korupsi
>dan pengajar anti-korupsi tentu harus merepresentasikan nilai-nilai yang mereka
>ajarkan. Pendidikan dasar dan menengah merupakan jenjang awal yang sangat tepat
>untuk penanaman nilai anti-korupsi kepada anak dan remaja. Pendidikan tinggi
>adalah tempat mencetak calon-calon konseptor dan agen perubahan bagi bangsa dan
>negara.
>
>Penerapan pendidikan anti-korupsi di lembaga pendidikan
>tinggi Indonesia sudah dijalankan oleh beberapa perguruan tinggi terkemuka.
>Universitas Gadjah Mada Yogyakarta telah mendirikan Pusat Kajian Antikorupsi.
>Dalam rangkaian program Mainstreaming Pendidikan
>Antikorupsi di Perguruan Tinggi Islam di Indonesia (PTII), Center for the 
>Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas
>Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menggagas pengajaran pendidikan
>antikorupsi dan telah menerbitkan beberapa buku ajar bagi micro teaching di 
>sejumlah UIN/IAIN di Indonesia. Pada tahun 2008,
>Universitas Paramadina Jakarta memprakarsai matakuliah Pendidikan Antikorupsi
>yang bersifat independen dan wajib bagi seluruh mahasiswa. Tahun 2009,
>Universitas Taman Siswa Padang memperkuat kompetensi mahasiswa Fakultas 
>Hukumnya
>dengan mendirikan Program Studi Hukum Antikorupsi, demikian halnya dengan
>Institut Teknologi Bandung. (Widjajanto & Zachrie, 2009)
>
>Bagaimana dengan penerapan pendidikan anti-korupsi di
>Gorontalo? Saat ini kita punya beberapa perguruan tinggi yang cukup
>berreputasi_minimal di regional Sulawesi. Sebut saja Universitas Negeri
>Gorontalo, Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai, Universitas Gorontalo,
>Universitas Muhammadiyah Gorontalo dan Universitas Ichsan Gorontalo. Pada tahap
>awal, pendidikan anti-korupsi ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikum melalui
>dua model: Pertama, dengan menyisipkan materi anti-korupsi kedalam satu
>atau beberapa mata kuliah tertentu seperti Kewarganegaraan, Etika Bisnis, Hukum
>dan Hak Asasi Manusia, Pendidikan Agama atau mata kuliah lain yang berorientasi
>pada nilai/moral. Kedua, adalah menjadikan pendidikan anti-korupsi sebagai satu
>mata kuliah wajib universitas. Disebut mata kuliah wajib universitas berarti
>setiap mahasiswa jenjang Diploma, Sarjana maupun Pascasarjana pada berbagai
>Fakultas dan Program Studi di perguruan tinggi itu wajib mengontrak mata kuliah
>tersebut.
>
>Langkah ini cenderung lebih tegas dan berani. Karena perlu
>upaya besar bagi lembaga-lembaga diatas untuk mempersiapkan secara matang
>seluruh perangkat komplit bagi pelaksanaan suatu mata kuliah mulai dari
>silabus, materi, referensi, metode pembelajaran, sumber daya manusia (pengajar)
>serta ragam aktivitas mahasiswa bagi perkuliahan pendidikan anti-korupsi selama
>satu semester. Diluar pertimbangan praktis tersebut, terdapat kemungkinan
>adanya pertimbangan beban moral: berani mengajarkan materi anti-korupsi (yang
>independen) berarti berani menyatakan lembaga pendidikan ini sudah bersih dari
>praktik korupsi. Padahal fakta membuktikan demikian banyak dan ragamnya bentuk
>korupsi di sektor pendidikan, sektor yang seharusnya menjadi garda depan negara
>bagi pembentukan generasi muda baru yang siap melaksanakan good and clean 
>governance untuk membawa bangsanya menuju
>kesejahteraan sosial ekonomi.(Pendapat pribadi, mohon maaf bila ada kekeliruan)
>
>
>
>
>
>
>
>
>



      

Kirim email ke