Universitas Paramadina memiliki mata kuliah umum (MKDU) anti korupsi, gimana 
kampus lain?




________________________________
From: "wanbem...@yahoo.co.id" <wanbem...@yahoo.co.id>
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Sent: Sun, July 25, 2010 10:59:54 AM
Subject: Re: [GM2020] Pendidikan Antikorupsi; Tantangan Perguruan Tinggi di 
Gorontalo

  
Korupsi hanyalah bagian kecil dari degradasi moral. Pendidikan moral jauh lebih 
penting dari pada pendidikan anti korupsi. Panutan dan tauladan dari seorang 
pendidik jauh lebih mendidik dari pada kurikulum pendidikan itu sendiri 

Powered by Telkomsel BlackBerry®
________________________________

From:  Herwin Mopangga <winshots_pwd@ yahoo.co. id> 
Sender:  gorontalomaju2020@ yahoogroups. com 
Date: Sun, 25 Jul 2010 10:54:57 +0800 (SGT)
To: <gorontalomaju2020@ yahoogroups. com>
ReplyTo:  gorontalomaju2020@ yahoogroups. com 
Subject: [GM2020] Pendidikan Antikorupsi; Tantangan Perguruan Tinggi di 
Gorontalo
  
 
Mencermati headline media massa  nasional dan lokal terkini, makin jelas bahwa 
persoalan korupsi benar-benar telah menjadi penyakit akut dan kronis. 
Penanganannya pun menjadi semakin rumit seperti mengurai benang kusut_tak tahu 
dimana ujung pangkalnya. Setelah Walikota dan Wakil Walikota Manado resmi 
ditahan, menyusul Walikota Tomohon dan Bupati Kepulauan Talaud ditetapkan 
menjadi tersangka. Tidak ketinggalan beberapa figur elit eksekutif maupun 
legislatif hingga stafnya di Kabupaten Kota dan Provinsi Gorontalo-pun 
ikut-ikutan terjerat masalah korupsi. Liputan tentang korupsi di beberapa koran 
lokal memang menjadi berita utama yang paling “panas” akhir-akhir ini. Dan 
sebagai tenaga edukasi, secara pribadi terbersit keinginan dan harapan kami 
untuk memberi warna baru dalam pembelajaran dan kurikulum yang baik langsung 
maupun tidak langsung memberi jawaban atas keprihatinan pada makin tingginya 
kasus-kasus korupsi di daerah ini. Sebagai salah satu solusi akademis adalah 
perlu adanya pendidikan anti-korupsi pada perguruan tinggi di Gorontalo.
Semangat menjadikan pendidikan sebagai alat ampuh untuk mengasah kepekaan 
masyarakat terhadap korupsi dan menimbulkan keberanian untuk menuntut 
transparansi dan integritas penyelenggaraan negara, tampak seperti virus yang 
menyebar cepat ke seluruh penjuru dunia. Dalam berbagai model, pendidikan 
anti-korupsi merentang sejak moral individu tumbuh dalam asuhan keluarga hingga 
menjadi anggota masyarakat dewasa yang mandiri. Maka itu, optimisme akan peran 
kunci pendidikan dalam menumbuhkan dan memelihara moral anti-korupsi pada diri 
individu patut terus dibangun. Dan dukungan penuh semestinya diberikan kepada 
pihak manapun yang terus berupaya mengembangkan model dan program pendidikan 
anti-korupsi diberbagai tempat dan situasi.
Upaya pemberantasan korupsi dewasa ini rasanya tidak cukup lagi hanya dengan 
upaya penegakkan hukum. Dalam beberapa tahun terakhir mulai menguat perhatian 
banyak pihak terhadap perlunya upaya preventif yang lebih menyentuh masyarakat 
akar rumput sekaligus melahirkan generasi bersih korupsi, salah satunya melalui 
pendidikan. Pendidikan dalam arti luas pada hakikatnya akan selalu eksis 
sepanjang kehidupan manusia dan simultan memperbaiki kualitas kemanusiaan 
melalui perbaikan akal dan budi. Persoalannya adalah tidak semua nilai-nilai 
dan 
skill dapat ditransfer melalui pendidikan di kelas-kelas. Ketika berbicara 
tentang hardskill, barangkali kelas merupakan wahana yang tepat, tetapi ketika 
dalam lingkup softskill dan attitude, efektivitasnya masih belum teruji.
Dalam kenyataannya, praktik korupsi melibatkan berbagai aktor yaitu pemerintah, 
sektor swasta dan masyarakat. Mengandaikan struktur korupsi dengan sebuah 
piramida, maka di puncak piramida adalah pemerintah yang sering berperan 
sebagai 
juru kunci pembuka pintu-pintu korupsi. Dibagian tengah piramida adalah sektor 
swasta yang merupakan arena luas bagi permainan kasus korupsi. Dan didasar 
piramida terdapat masyarakat sebagai mayoritas yang banyak menanggung akibat 
dari aksi korupsi dalam bentuk hilangnya hak sosial dan ekonomi mereka.
Menyikapi kondisi saat masyarakat rentan menjadi korban korupsi karena 
kurangnya 
pemahaman mengenai korupsi itu sendiri, amat diperlukan program penyadaran 
masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat pada 
beragam 
bentuk, aspek dan bahaya korupsi. Program ini dapat berupa penyebaran informasi 
tentang korupsi dan antikorupsi melalui berbagai media meliputi kampanye 
antikorupsi lewat deklarasi, konser musik, penyuluhan, training, leaflet, buku 
saku, spanduk, stiker dan lainnya. Pemahaman tentang korupsi ini akan 
menjadikan 
masyarakat sadar ketika haknya dirampas, ketika dirinya menjadi korban tindakan 
korupsi. Responnya, mereka akan melaporkan hal ini kepada pihak yang berwenang. 
Semakin tinggi public awareness, semakin sempit ruang gerak kegiatan para aktor 
korupsi.
Namun upaya pencegahan korupsi tidak bisa berhenti pada tahap kepedulian publik 
(public awareness) saja. Perlu tuas yang lebih kuat yang bisa menggerakkan 
masyarakat untuk terlibat aktif dalam memberantas korupsi. Salah satunya adalah 
pendidikan anti-korupsi. Pendidikan anti-korupsi yang gelombangnya mulai 
mengalir deras memasuki ranah pendidikan (dari pendidikan dasar hingga 
pendidikan tinggi), seharusnya bercermin pada ketimpangan fungsi dan sistem 
pendidikan umum yang berlangsung di negeri ini. Harapannya adalah agar output 
dari pendidikan anti-korupsi tidak terjerumus dalam lubang yang sama. Fungsi 
pembangun karakter harus mendapatkan porsi cukup untuk memungkinkan 
internalisasi nilai-nilai luhur dan nilai-nilai moral yang berperan sebagai 
penyeimbang antara kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Jika fungsi 
internalisasi nilai-nilai moral ini tidak terasah, dikhawatirkan peserta didik 
pendidikan anti-korupsi hanya mampu memahami konsep anti-korupsi, bahaya 
korupsi 
dan hukum yang berkaitan dengan korupsi sebatas pengetahuan semata dan tidak 
menjadikan mereka sebagai agen-agen anti-korupsi dan pemberantasan korupsi.
Tujuan pendidikan anti-korupsi lebih dari sekedar menghadang terjadinya korupsi 
tetapi bertindak lebih cepat dalam menyentuh sisi moral manusia dengan 
menumbuhkan dan memperkuat nilai-nilai anti-korupsi. Hasilnya tidak segera 
(instant), bahkan bisa jadi baru akan terlihat dalam 10 sampai 15 tahun 
mendatang ketika generasi sekarang sudah digantikan oleh generasi baru yang 
anti-korupsi.Pendidikan Antikorupsi: Sebuah Perspektif 

Diwilayah manakah pendidikan anti-korupsi berada? Apakah pendidikan 
anti-korupsi 
bisa berdiri sendiri dalam menghadapi masalah bangsa? Pendidikan anti-korupsi 
sebagai penamaan baru sebuah bidang keilmuan ternyata merupakan pembidangan 
yang 
independen. Korupsi terkait erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM), karena korupsi 
adalah penyebab dan inti dari sejumlah pelanggaran HAM. Bahkan dinegara-negara 
berkembang terdapat kecenderungan bahwa korupsi sistemik berdampingan dengan 
kegagalan negara menjamin dan memenuhi hak-hak warganya. Korupsi (kecil atau 
besar) menghalangi akses masyarakat memperoleh pelayanan negara di sektor 
publik 
(pendidikan, kesehatan, air bersih dan infrastruktur) . Artinya korupsi 
melanggar hak ekonomi, sosial dan budaya, sehingga mengurangi korupsi berarti 
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan publik terutama bagi kaum 
miskin. Sementara itu gerakan HAM mengejar kepastian akan terjadinya 
perlindungan dan pemenuhan berbagai hak asasi berdasarkan Universal Declaration 
on Human Rights.
Dengan adanya korelasi masalah dan tujuan tersebut, pendidikan anti-korupsi dan 
pendidikan HAM sebenarnya berjalan pada koridor yang hampir sama meskipun 
dikemukakan dalam bahasa yang berbeda. Istilah gerakan anti-korupsi seperti 
“membasmi korupsi politik dan peradilan, menghapuskan marginalisasi dan 
pengecualian serta menjamin pelayanan publik” dibahasakan oleh gerakan HAM 
sebagai “menjamin hak politik dan sipil, melindungi hak nondiskriminasi dan 
persamaan hak serta menjamin hak ekonomi, sosial dan budaya”.
Model Pendidikan Antikorupsi
Turunnya standar nilai moral dikalangan anak muda tampaknya telah menjadi 
fenomena diberbagai negara. Booming ekonomi selama lebih sepuluh tahun telah 
menciptakan kultur materialistik terutama dikalangan generasi muda, saat moral 
mereka sangat dipengaruhi oleh media, tren sosial dan peer pressure. Survei 
menunjukkan adanya kecenderungan yang mencemaskan terkait dengan makin besarnya 
toleransi generasi muda terhadap tindakan korupsi. Karena itu penting bagi kita 
untuk meningkatkan budaya jujur, menularkan nilai-nilai positif dan memastikan 
generasi muda kita memiliki zero-tolerance terhadap kejahatan korupsi (Tony 
Kwok 
Man-wai, Former Head of Operations, ICAC, Hongkong on the Anticorruption 
Semiar, 
Seoul Institute of Transparency, 2003).
Mengapa generasi muda? Generasi muda adalah kepada siapa setiap bangsa kelak 
akan dititipkan. Mereka yang akan menjadi pemimpin masa depan, menempati posisi 
pengambil keputusan bagi bangsa dan negaranya. Maka pendidikan adalah komponen 
penting bagi strategi anti-korupsi. Sekolah (dan universitas) sebagai institusi 
pendidikan formal seharusnya bisa memanfaatkan peluang dan otoritasnya untuk 
menjadi tempat persemaian manusia baru yang anti-korupsi dan pengajar 
anti-korupsi tentu harus merepresentasikan nilai-nilai yang mereka ajarkan. 
Pendidikan dasar dan menengah merupakan jenjang awal yang sangat tepat untuk 
penanaman nilai anti-korupsi kepada anak dan remaja. Pendidikan tinggi adalah 
tempat mencetak calon-calon konseptor dan agen perubahan bagi bangsa dan negara.
Penerapan pendidikan anti-korupsi di lembaga pendidikan tinggi Indonesia sudah 
dijalankan oleh beberapa perguruan tinggi terkemuka. Universitas Gadjah Mada 
Yogyakarta telah mendirikan Pusat Kajian Antikorupsi. Dalam rangkaian program 
Mainstreaming Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi Islam di Indonesia 
(PTII), Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam 
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menggagas pengajaran pendidikan antikorupsi 
dan telah menerbitkan beberapa buku ajar bagi micro teaching di sejumlah 
UIN/IAIN di Indonesia. Pada tahun 2008, Universitas Paramadina Jakarta 
memprakarsai matakuliah Pendidikan Antikorupsi yang bersifat independen dan 
wajib bagi seluruh mahasiswa. Tahun 2009, Universitas Taman Siswa Padang 
memperkuat kompetensi mahasiswa Fakultas Hukumnya dengan mendirikan Program 
Studi Hukum Antikorupsi, demikian halnya dengan Institut Teknologi Bandung. 
(Widjajanto & Zachrie, 2009)
Bagaimana dengan penerapan pendidikan anti-korupsi di Gorontalo? Saat ini kita 
punya beberapa perguruan tinggi yang cukup berreputasi_ minimal di regional 
Sulawesi. Sebut saja Universitas Negeri Gorontalo, Institut Agama Islam Negeri 
Sultan Amai, Universitas Gorontalo, Universitas Muhammadiyah Gorontalo dan 
Universitas Ichsan Gorontalo. Pada tahap awal, pendidikan anti-korupsi ini 
dapat 
diintegrasikan ke dalam kurikum melalui dua model: Pertama, dengan menyisipkan 
materi anti-korupsi kedalam satu atau beberapa mata kuliah tertentu seperti 
Kewarganegaraan, Etika Bisnis, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pendidikan Agama 
atau mata kuliah lain yang berorientasi pada nilai/moral. Kedua, adalah 
menjadikan pendidikan anti-korupsi sebagai satu mata kuliah wajib universitas. 
Disebut mata kuliah wajib universitas berarti setiap mahasiswa jenjang Diploma, 
Sarjana maupun Pascasarjana pada berbagai Fakultas dan Program Studi di 
perguruan tinggi itu wajib mengontrak mata kuliah tersebut.
Langkah ini cenderung lebih tegas dan berani. Karena perlu upaya besar bagi 
lembaga-lembaga diatas untuk mempersiapkan secara matang seluruh perangkat 
komplit bagi pelaksanaan suatu mata kuliah mulai dari silabus, materi, 
referensi, metode pembelajaran, sumber daya manusia (pengajar) serta ragam 
aktivitas mahasiswa bagi perkuliahan pendidikan anti-korupsi selama satu 
semester. Diluar pertimbangan praktis tersebut, terdapat kemungkinan adanya 
pertimbangan beban moral: berani mengajarkan materi anti-korupsi (yang 
independen) berarti berani menyatakan lembaga pendidikan ini sudah bersih dari 
praktik korupsi. Padahal fakta membuktikan demikian banyak dan ragamnya bentuk 
korupsi di sektor pendidikan, sektor yang seharusnya menjadi garda depan negara 
bagi pembentukan generasi muda baru yang siap melaksanakan good and clean 
governance untuk membawa bangsanya menuju kesejahteraan sosial ekonomi.
(Pendapat pribadi, mohon maaf bila ada kekeliruan)
 

 


      

Kirim email ke