So kiapa dekan iain mo tahan nilai lo mahasiswa sampe mahasiswa mangamuk. Powered by Telkomsel BlackBerry®
-----Original Message----- From: "v_madjowa" <v_madj...@yahoo.com> Sender: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Date: Fri, 03 Sep 2010 08:56:26 To: <gorontalomaju2020@yahoogroups.com> Reply-To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com Subject: [GM2020] Mengklasifikasi Amplop bagi Jurnalis http://fspmindependen.wordpress.com/2008/09/17/mengklasifikasi-amplop-bagi-jurnalis/ Mengklasifikasi "Amplop" bagi Jurnalis Posted: 17/09/2008 by Serikat Pekerja Media in Tips and Guidelines Tags: amplop, jurnalis 1 Oleh Winuranto Adhi, Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta Modus pemberian "amplop" kepada jurnalis kian beragam. Tak lagi sekadar menyelipkan sejumlah duit ke dalam amplop, kini makin marak ditemui narasumber atau pihak ketiga yang memodifikasi "amplop" dalam bentuk doorprize (kompor gas, kamera digital, dvd, teve, uang tunai, motor, dll), kartu diskon, voucher belanja, pulsa telepon, termasuk pemberian saham. Sayangnya, tidak banyak perusahaan media yang secara tegas mengklasifikasi pemberian-pemberian dari pihak ketiga yang patut diduga terkait dengan kedudukan, pekerjaan atawa jabatan seseorang dalam perusahaan media. Akan lebih demokratis dan fair apabila di dalam perusahaan media dibentuk semacam Majelis Etik, secara ad hoc . Yang membentuk bisa saja serikat pekerja bersama manajemen perusahaan media. Tujuan Majelis adalah untuk mengawasi, maupun mengambil tindakan terhadap pelanggaran kode etik di lingkungan perusahaan–termasuk jika yang melakukan pelanggaran adalah para bos media. Secara umum tugas Majelis Etik adalah: a. Menyusun ketentuan etika karyawan. b. Mengawasi etika karyawan (termasuk para pimpinannya). c. Menerima laporan pengaduan pelanggaran kode etik. d. Menindaklanjuti laporan pengaduan kode etik dalam bentuk investigasi. e. Memberikan rekomendasi solusi atas hasil investigasi. Ada pun syarat keanggotaan Majelis Etik bisa ditetapkan berdasarkan kriteria: a. Independen. b. Memiliki kapasitas dalam menyusun kode etik. c. Mampu melakukan investigasi. d. Tidak memiliki konflik internal. Walau dalam kode etiknya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengharam-jadahkan anggotanya untuk menerima sogokan/suap/amplop, namun hingga saat ini belum ada rincian secara terperinci dari organisasi tentang kriteria pemberian apa saja yang bisa digolongkan ke dalam masalah ini. Dalam setiap training ke-AJI-an (salah satu syarat yang wajib diikuti oleh calon anggota AJI), boleh dibilang, masalah kriteria "amplop" inilah yang paling sering ditanyakan para calon anggota. Berikut klasifikasi bentuk-bentuk "amplop" yang dianggap mampu memengaruhi independensi jurnalis, serta tata cara demokratis yang bisa dilakukan di dalam ruang redaksi: 1. Jurnalis dan kerja jurnalistik * Wawancara a. Jurnalis dilarang menerima uang dari narasumber atau pihak ketiga terkait dengan tugasnya. Sebisa mungkin seorang jurnalis menolak pemberian uang tersebut di tempat. Apabila tidak kuasa menolaknya, uang bisa dibawa lalu diserahkan kepada sekretaris/bagian keuangan redaksi paling lambat 1 x 24 jam, kecuali pada hari libur, untuk kemudian dikembalikan ke pemberi. b. Jurnalis dilarang menerima barang/suvenir berkaitan dengan tugasnya. Dalam kasus khusus, barang-barang yang bisa diterima adalah barang promosi yang tidak dapat diperjualbelikan atau produk perusahaan yang fungsinya sekadar sebagai barang promosi. Umumnya barang jenis ini tercantum label tertentu. Untuk barang promosi yang nilainya mahal atau tidak lazim sebagai suvenir, ketentuan diterima atau tidaknya diputuskan oleh Majelis Etik. c. Beberapa bentuk pemberian yang harus ditolak/tidak dapat diterima antara lain: berbagai jenis voucher, kartu diskon, saham, asuransi, kartu perdana, pulsa telepon, barang elektronik non suvenir, jasa atau pelayanan khusus, jasa hiburan seperti spa, pijat, karaoke, dll. *Undangan a. Semua undangan harus ditujukan kepada pemimpin redaksi, bukan atas nama pribadi, untuk kemudian diumumkan secara terbuka, baik undangan ke luar kota maupun luar negeri. Penunjukan diputuskan oleh pemimpin redaksi. b. Dalam menjalankan tugas atas undangan pihak lain, jurnalis tidak diperbolehkan menerima: - Pemberian uang saku dari pengundang. - Biaya transportasi. - Doorprize selama acara. - Fasilitas, hiburan, dan service di luar acara. c. Dalam keadaan tertentu ketika tidak ada pilihan untuk mengikuti undangan dalam rombongan, misalnya karena berlokasi di pedalaman, daerah yang sulit dijangkau fasilitas umum, kondisi perang, fasilitas dari pengundang bisa diterima dengan catatan: - Tidak ada alternatif transportasi lain. - Akomodasi yang diterima tidak mengikat. - Fiskal, airport tax, dan biaya lain yang tidak disediakan pengundang akan dibayar sendiri. 2. Jurnalis dan pihak luar a. Selama menyangkut statusnya sebagai jurnalis dan masih berkaitan dengan kerja, pemberian-pemberian yang ditujukan secara pribadi tidak diperkenankan untuk diterima. Beberapa bentuk barang yang tidak bisa diterima misalnya kado, angpau, bingkisan terima kasih, komisi, termasuk potongan harga. b. Kiriman parsel dan bingkisan makanan atau minuman dalam masa tertentu (hari raya) bisa diterima dengan catatan: - Tidak dialamatkan ke rumah pribadi. - Dinikmati bersama dengan kawan-kawan sekantor. c. Untuk barang-barang pemberian yang ditujukan ke perusahaan dalam skala besar (air mineral, mi instan, dll) dengan intensi tertentu dari pengirim bisa diterima, untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan seperti korban bencana alam, kegiatan bakti sosial, panti asuhan, panti jompo, dll. d. Pemberian barang-barang untuk pribadi yang bisa menimbulkan perdebatan dinilai dan diputuskan oleh Majelis Etik.