Ar..! yang di apa kabar itu tidak solusinya untuk
mengatasi lumpur, yang ada bagaimana cara menuntut
LAPINDO !!!he hehe.tipe LSM


Salam

Hilman Sobir
Laverton Goldfield
--- Ariadi Subandrio <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:

> Vick, balas pantunku yang warna biru 
>   
> Rovicky <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>     Pembahasan menarik dari kampung sebelah
> 
> RDP
> --- In [EMAIL PROTECTED], "awesomedong_2005"
> wrote:
> 
> --- In [EMAIL PROTECTED], "Amir" wrote:
> >
> Buang Lumpur Lapindo ke Laut!
> Oleh Prof. Dr. R. KOESOEMADINATA
> 
>   jadi saja semburan liar ini disebabka atau dipicu
> oleh kelalaian pengeboran pada Banjar Panji-1, namun
> gejalanya sendiri lebih merupakan gejala alam yang
> menyangkut bahan alami bukan bahan asing untuk
> lingkungan bumi. Banyak para ahli geologi yang
> menganalogikan semburan lumpur ini dengan gejala
> alam yang disebut mudvolcano yang banyak tersebar di
> Indonesia (khususnya di Indonesia Timur dikenal
> dengan istilah poton),
> 
>   Penulis, mantan Guru Besar Ilmu Geologi Institut
> Teknologi Bandung.
> 
>   
> Dalam logika formal ada kesalahan logis yang
> dinamakan *illegitimate
> appeal to authority*. Bentuk argumennya seperti ini:
> Suatu klaim
> adalah benar karena diutarakan oleh seorang A yang
> adalah seorang
> pakar dalam bidang tertentu. Dus, kebenaran klaim
> tsb ditentukan
> oleh status A sebagai seorang pakar.
> 
>   >Logika sebaliknya : kalau yang menga-klaim
> terjadinya pencemaran adalah WALHI atau JATAM atau
> Emil Salim atau Chalid Muhammad apakah lantas
> menjadi BENAR terjadi pencemaran. Begitukah? Atau
> apakah kalau Prof. A bilang kadar merkuri Lumpur itu
> sebesar xxx gr/ltr lantas kita bisa terima sebagai
> kebenaran? .. ah jadi Fallacy semuanya
>    
>   Fallacy ini tetap berlaku *regardless* si A adalah
> pakar yang
> bidangnya sesuai dengan klaim yang dibuat atau
> bidangnya di luar
> itu. Dan fallacy ini bisa saja dibuat oleh kedua
> belah pihak yang
> saling berdebat tentang suatu hal. Khusus mengenai
> isu pro dan
> kontra soal pembuangan lumpur Lapindo ke laut, kedua
> belah pihak pro
> vs kontra bisa sama-sama rentannya terhadap fallacy
> ini. Tentunya
> validitas argumen pada akhirnya ditentukan bukan
> berdasarkan klaim
> oleh pakar ini atau itu secara individual, melainkan
> berdasarkan
> suatu konsensus yang didasarkan oleh pembuktian
> lewat data-data
> empirik (setelah melalui test/uji coba yang
> komprehensif) di
> lapangan.
> 
> Jika pihak yang pro pembuangan lumpur Lapindo ke
> laut menggunakan
> tulisan Prof. Koesoemadinata di atas untuk menopang
> posisi mereka,
> maka sebaiknya mereka harus berhati-hati supaya
> tidak jatuh ke dalam
> logical fallacy yang telah diterangkan di atas.
> Kesalahan logis,
> jika hanya berhenti pada level wacana saja, tentu
> tidak terlalu
> masalah. Namun, jika kesalahan tsb berimplikasi pada
> hajat hidup
> banyak orang dan makhluk hidup lainnya (mis. biota
> Selat Madura),
> maka kesalahan logis itu akan menjadi sangat-sangat
> serius--dan
> perlu ditunjukkan letak kesalahannya. Dengan hanya
> mengandalkan
> pendapat sporadis dari satu atau dua pakar secara
> individual saja
> dan tanpa didukung oleh hasil analisis kimia dlsb,
> maka jelas bahwa
> logical fallacy terjadi pada mereka yang hendak
> menggunakan tulisan
> Profesor R.K. di atas untuk mempertahankan posisi
> pro pembuangan
> lumpur panas ke laut.
>   >Jika bicara kesalahan adalah karena (kumpulan)
> Lumpur yang sudah ada di permukaan, tak dapat
> diselesaikan karena Lumpur permukaan tersebut tidak
> boleh dibuang karena KLAIM KEBENARAN tadi, yang
> jelas-jelas berimplikasi pada kerugian hidup ribuan
> manusia, lalu dimana letak hatinuraninya kawan2 itu.
> Hidupnya ribuan manusia itu kudu kalah oleh
> opini-nya kawan2 yang khawatir, sekali lagi khawatir
> dg biotanya... entahlah jalan hati mana yang jadi
> pilihan kawan2 itu
> 
> Lebih jauh, setidaknya ada tiga kesalahan
> fundamental dari klaim
> Profesor R.K. Pertama, sang profesor terkesan kuat
> hendak
> membelokkan isu dari *man-made disaster* (dhi. yang
> dilakukan oleh
> Lapindo) menjadi *natural disaster*. 
>   > Guru saya dulu bilang, walau pahit, sampaikanlah
> kepahitan itu. Nah, kalaulah memang fenomena
> tersebut adalah bencana alam, kenapa harus
> dipaksakan sebagai bencana industri?, bahwa bencana
> alam itu dipicu oleh aktifitas industri, ya biarlah
> hukum nanti yang akan menentukan,.. . kok
> belum-belum sudah khawatir dengan pembelokan
> pendapat. 
>    
>   Implikasi dari pembelokan ini
> jelas: jika ia berhasil menggiring opini publik ke
> arah yang
> diinginkan, maka Lapindo akan menuai berkat dengan
> tidak perlu
> khawatir akan dijerat oleh hukum. Sebab, banjir
> lumpur itu toh cuma
> fenomena bencana alam biasa.
>   > Eittsss, tunggu dulu, kenapa pagi-pagi sudah
> musti berpendapat Lapindo bebas dari hukum. Fakta
> lain dari aktifitas bawah permukaan (proses
> pemboran, dll) seharusnya diungkap dan dapat
> dijadikan delik2 hukum, semestinya
> dipertanggungjawabkan secara hukum. Jadi kenapa
> harus berpendapat Lapindo akan bebas hukum. Kenapa
> “kekhawatiran tidak dapat menghukum” ini kemudian
> dibebankan pada persoalan permukaan (menimbun
> Lumpur, nyusahkan banyak orang lantas dijadikan
> sebagai bahan jeratan hukum), korbannya rakyat
> banyak broer, rakyat yang sekarang musti hidup
> dengan sanitasi buruk, ribuan rakyat yang hidup gak
> layak dst.
>   
> 
> Kemudian, kedua, dengan Profesor R.K. mengatakan
> bahwa banjir lumpur
> panas Porong bukan "pencemaran lingkungan yang
> berat," maka ia
> cenderung (bisa dianggap sebagai) men-downplay atau
> bahkan
> mengabaikan *efek* yang ditimbulkan lumpur panas tsb
> terhadap
> *rakyat korban* yang rumah dan/atau sawahnya hancur
> terendam lumpur,
> kehilangan pekerjaan/mata pencaharian, puluhan
> pabrik yang harus
> tutup (gulung tikar) karena terendam lumpur, ribuan
> anak usia
> sekolah yang tidak bisa melakukan aktivitas
> belajarnya di sekolah,
> dan masih banyak lagi *penderitaan dan kerugian*
> lainnya.
> 
> Saya pikir, bertolak belakang dengan pandangan sang
> profesor, para
> ahli lingkungan tidak sedang "paranoid" a) ketika
> mereka
> menyuarakan kekhawatiran akan potensi bahaya
> terhadap lingkungan
> hidup yang ditimbulkan oleh lumpur panas tsb dan
>   > Setelah 100 hari, akhirnya Menteri KLH juga
> menyatakan Lumpur yang ada low toxic. Bahkan
> beberapa minggu lalu beliau sudah sempat minum air
> hasil treatment, yang kemudian semalem berkomentar
> “sedikit asin” di AN-Tv....
>    
>   ( (b) ketika melihat
> kenyataan bahwa kita sedang menyaksikan tenggelamnya
> ribuan hektar
> lahan produktif *secara percuma* hanya karena
> keteledoran dan
> mismanajemen dari segelintir manusia yang tergabung
> dalam korporasi
> bernama Lapindo Berantas. 
>   >Sekali lagi, karena basis pendapatnya adalah
> lumpur yang keluar ke permukaan TIDAK BOLEH dibuang
> ke alam sekitar,  maka kita saksikan ketidak
> berdayaan pengelolaan, yang ada hanyalah menambah
> pond-tambah pond terus, sampai kapan rek. Dan, kita
> menyaksikan yang Boeng Lodong sampaikan
> “tenggelamnya ribuan hektar sawah”. Terus kita
> diajak berpikir meloncat oleh Boeng Lodong, menunjuk
> hidung penyebabnya, mbok yo o nanti dululah urusan
> Lapindo teledor itu. Nanti, urusan keteledoran
> operasi dapat diurus kok. Sekarang (sejak bulan2
> lalu bahkan) yang mendesak adalah lumpur yang telah
> bejibun banyaknya di permukaan itu mau dikemanakan,
> kalau tidak boleh dibuang kelaut. Berilah solusi,
> berilah penjelasan yang masuk akal, jangan berpesta
> tunjuk 
=== message truncated ===



                
____________________________________________________ 
On Yahoo!7 
360°: Give your page a sassy look with a cool new theme
http://www.yahoo7.com.au/360

---------------------------------------------------------------------
-----  PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru
-----  Call For Papers until 26 May 2006             
-----  Submit to: [EMAIL PROTECTED]    
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Reply via email to