Mendiskusikan masalah pengelolaan pasir darat di Batam khususnya dan pulau-pulau kecil di Kep.Riau bagaikan mengurai benang kusut. Saya mendapat kesempatan untuk menjadi mediasi dalam beberapa kasus pasir darat di Batam selama desember 2006 lalu. Kekhawatiran semua pihak untuk warning kegiatan pertambangan pasir darat (sebagian besar merupakan pasir kuarsa) di pulau-pulau kecil di wilayah Batam adalah nyata. Kegiatan itu ada yang illegal tapi juga ada yang legal (terutama di kab.bintan, lingga, juga di tanjung balai karimun). Permasalahan terjadi ketika semua aktivitas tersebut akan ditata, baik secara legalitas kegiatannya, tapi juga bimbingan teknis pengelolaan lingkungan tambangnya.
Ada yang menarik, kalau mengacu pada KepMen Kelautan dan Perikanan No.41/2000 : "bahwa kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil yang mempunyai batas luasan 2.000 km2, tidak diijinkan". Kalau aturan itu diikuti, mestinya tidak ada penambangan pasir darat, tanah urug, lempung di pulau-pulau kecil di wilayah Kep.Riau, karena di wilayah kep.riau semua pulau-pulau kecil, luasannya dibawah 2.000 km2. Blaik... Luas pulau terbesar di kep.Riau adalah p.Bintan seluas 1.163 km2. Fakta di lapangan, kalau teman-teman terbang dan mau mendarat di Batam, maka yang terlibat banyak pulau-pulau kecil yang sudah banyak galian, bahkan P.Sebaik, tidak lama lagi akan tenggelam (Batam Post). Konflik terjadi, karena tuntutan akan kebutuhan pasir darat dalam 4 tahun terakhir ini sangat tinggi, ketika penggalian pasir laut di wilayah Kep.Riau, dilarang sejak tahun 2003 oleh Keppres. Kebutuhan tersebut baik untuk pemenuhan bahan bangunan bagi pembangunan industri, permukiman dan infrastruktur di kep.riau juga di ekspor ke Singapura. Pada sisi lain, para pengusaha yang legal juga penambang yang ilegal, lebih senang menggunakan terminologi "pasir darat" daripada "pasir kuarsa". Secara mineralogi, pasir tersebut SiO2-nya sampai kisaran 75 - 93%. Kemudian sejak Kep.riau jadi propinsi tersendiri dan wilayah Kota Batam diperluas secara administrasi meliputi beberapa pulau-pulau kecil di selatannya dan di baratnya, rupanya belum diikuti dengan regulasi yang terkait dengan penggalian bahan galian gol.C. Di Batam sendiri, ada Otoritas Batam (OB) yang merupakan lembaga dengan otoritas pusat dan mempunyai HPL (hak penguasaan lahan) untuk seluruh lahan di batam. Tetapi disana tidak ada mekanisme ijin pertambangan daerah (gol.C) yang ada hanya ijin cut and fill. Sementara di Pemerintah Kota Batam (tidak ada dinas pertambangan), belum mempunyai aturan dan mekanisme pengelolaan sumberdaya mineral. Padahal, kewenangan bahan galian C secara otonomi adalah kewenangan kota dan kabupaten, bukan pada propinsi. Lebih tragis lagi, banyak pengusaha real estate dan pengusaha kawasan industri yang mengajukan ijin pembukaan lahan ke Otorita Batam untuk industri atau permukiman, tapi hasil cut and fill-nya dijual ke Singapura sebagai aset pasir darat/ pasir kuarsa. Dalam hal ini Pemko Batam, tidak memperolah pajak penggalian, sampai hari ini. Kemudian, juga diikuti demonstrasi penggali pasir darat yang ilegal ke Dewan kota Batam, untuk minta dibuatkan aturan ijin penambangan. Tapi pada saat yang sama pemko Batam belum mempunyai mekanisme ijin penambangan galian C dan hak penguasaan lahan (HPL) masih dikuasai oleh otorita batam, blunder...tenan. Saya mendapat kesempatan untuk menjadi mediator kasus ini oleh pak Walikota. Saya mempelajari kasus itu 1 bulan, wira-wiri ke Batam. Kesempatan terakhir, saya presentasikan pemikiran-pemikiran tersebut sekitar 15 menit, di depan Pak Walikota, DPRD, Otorita Batam, Bapedalda, Dinas teknis di batam dan kepri, juga asosiasi pengusaha pasir darat kep.riau. Yang terjadi, bisakah semua ini diatur secara win-win solution dengan pendekatan good mining practise. Hambatan hukumnya adalah : Kepmen Kelautan dan Perikanan no.41/2000 yang melarang kegiatan pertambangan pulau-pulau kecil dibawah luasan 2000 km2. Apakah kep.Men tersebut bisa direvisi? Kalau bisa jalur lewat mana? Nah kebetulan, kemarin saat Lokakarya di Batam mbahas pasir darat ini, saya didampingkan dengan pejabat dari deputi lingkungan pertambangan KLH dan Direktorat Teknik dari ditjend.Minerba Pabum Dep.ESDM. Nah, yang berhak mengusulkan tersebut adalah dari ESDM, katanya. Sampai hari ini, solusi praktis belum clear, sementara itu banyak calon penggali pasir yang terus tanya ke Pemko Batam tentang solusinya bagaimana. Saat ini, saya sedang merancang solusi praktis. Moga-moga mediasi ini dapat terselesaikan dengan baik. Kalau mungkin: IAGI ke depan bisa mengangkat isu-isu tentang kegiatan tambang dan kelola lingkungan di pulau-pulau kecil dan pulau-pulau terluar Indonesia bersama pihak-pihak terkait. Memang pulau-pulau kecil di Indonesia juga rawan bencana geologi. ternyata..., walaupun urusan bahan galian golongan C (yang selama ini sering diremehkan, regulasinya)..ternyata panjang juga konflik dan intrik-intrik yang menyertai-nya.. demikian ceritanya.. Agus hendratno ____________________________________________________________________________________ Be a PS3 game guru. Get your game face on with the latest PS3 news and previews at Yahoo! Games. http://videogames.yahoo.com/platform?platform=120121 --------------------------------------------------------------------- ayo bersiap untuk PIT IAGI ke-36 tahun 2007!!! semarakkan dengan makalah-makalah yang berkualitas internasional... --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi ---------------------------------------------------------------------