Pak Rovicky,

Kalau hanya melihat crossplot after-effect gempa dengan sumbu2 distance
(terhadap episentrum) dan magnitude gempa memang LUSI jauh di posisi
anomaly, sehingga kita yang menafsirkannya langsung akan berkesimpulan
LUSI "jauh panggang dari api" sebagai diakibatkan gempa.

Tetapi, coba kita lihat slide2 selanjutnya dari Prof. Mori itu, bahwa
banyak after-effect gempa yang bisa menimbulkan banyak reaktivitas
gejala geologi seperti geothermal dalam jarak ribuan km. Bahkan, saat
gempa Sumatra Desember 2004, spring water level di Jepang terpengaruh
dalam jarak sekitar 6000 km. 

Lagipula, cross plot di atas itu tak pernah melihat bagaimana kondisi
struktur bawah permukaan antara Pusat gempa dengan terjadinya
after-effect. Kalau jaraknya > 1000 km, dan magnitude < 5 Mw, tetapi ada
tectonic freeway di kerak Bumi antara episentrum dan tempat after-effect
terjadi (mis bud volcano), maka saya pikir mud volcano akan tetap
terjadi walau posisi plot-nya jauh ke atas garis batas di cross plot
tersebut.

Benar kata pak Rovicky, statistik penting, tetapi kita harus memeriksa
satu demi satu karakteristiknya. Korelasi tak serta-merta bisa
menunjukkan pembenaran suatu gejala sebab di geologi banyak parameter
yang variable-nya tak bisa dikuantifikasi.

Salam,
awang

-----Original Message-----
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, March 14, 2007 10:05 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI

Menghubungkan gempa dengan semburan memang bukan hal tidak mungkin
karena secara statistik memang ada didaerah lain yang menunjukkan hal
itu. Tentusaja sebagai geologi tidak serta merta menggunakan data
statistik, karena setiap data memilki karakteristik sendiri-sendiri.
Setiap data point memilki attribut-attribut sehingga memenuhi
persyaratan untuk menunjukkan korespondensi (relasi).

Dalam hal gempa menyebabkan reaktivasi semburan mud volkano bisa
dilihat persyaratannya yang dilihat dengan cara fisis yaitu diukur
atau ada hal-hal dalam bentuk ukuran "measurement". Faktor-faktor yang
mempengaruhi tentu saja "besaran getaran". Kita sangat beruntung
karena ada ilmu gempa yang menggunakan ukuran ini misalnya MMI. MMI
ini mengukur (mengestimasi) besarnya kekuatan getaran di titik yang
diukur.

Secara grafis dapat digambarkan seperti yang ada disini :
http://rovicky.wordpress.com/2006/06/27/mungkinkah-gempa-penyebab-mud-fl
ow/
Juga yang dipertontonkan bulan lalu di BPPT disini (trims Pak Koesoema):
http://dongenggeologi.files.wordpress.com/2007/02/earthquake-trigger-lus
i.jpg

Gambar pertama menunjukkan bahwa intensitas diatas 6 MMI (ditempat
itu) yang akan menyebabkan reaktivasi dari mudvulkano (ingat
"re-aktivasi", bukan pembentukan mudvolkano baru !).

Dua gambar itu jelas menunjukkan bahwa sangat sulit gempa jogja
menyebabkan LuSi
Atau dalam bahasa awam "jauh panggang dari api". Walaupun secara
ilmiah api memang menyebabkan air itu mendidih, tetapi tidak bisa
menyatakan kalau ada api selalu akan menyebabkan air mendidih, kan ?
Menurut info di IAGI-net tulisan Pak Awang di stasiun Karangkates
tercatat III-IV MMI ...
bisa dibaca ulang lengkapnya disini :
http://hotmudflow.wordpress.com/2006/06/13/iagi-net-l-informasinya-benar
-banjar-panji-mud-extrusion/

Bagaimana kalau dengan hitung2an, ya siapa tahu pengukuran yang di
tretes
menurut perhitungan rekan saya yang terurai disini :
http://hotmudflow.wordpress.com/2006/07/05/gempa-yogya-bikin-mud-volcano
-di-porong/
Diperkirakan getaran sekitar 4.9 Mw ... sangat sesuai dengan yang
terukur di Karangkates maupun Surabaya yang kira-kira III-IV MMI.

Memang kadangkala kita terperangah dengan besarnya dampak yang hanya
karena kesalahan kecil. Akupun melihat dimensi dampak lumpurnya saja
menjadi terbelalak. Seolah kagak percaya apa iya ngebor ukuran 12 inci
bisa menyebabkan dampak sebesar itu ?

Kalau menggunakan pemikiran "trigger mechanism" yang menjalar dengan
"domino effect" dicampur dengan teori "butterfly effect", hal-hal
kecil memang bisa saja menyebabkan perubahan besar.
wadduh tapi ini tidak mudah membuktikanya secara matematika ataupun
fisika .... memang angel ...tetapi bukan tidak mungkin dilakukan  :(


rdp

On 3/14/07, Awang Harun Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>
>
>
> Pak Nyoto,
>
>
>
> Semua mud volcano di Indonesia dan di seluruh dunia muncul di suatu
kawasan
> geologi yang tidak stabil dan tertekan. Kawasan tidak stabil itu
tempat
> sedimen diendapkan begitu cepatnya sehingga tak punya waktu
terkompaksi
> dengan baik, tak ada proses dewatering sempurna. Di Indonesia, wilayah
> seperti itu ada di dua tempat yang sangat menonjol : Kendeng
Deep-Madura
> Strait dan foredeep Sorong Fault di utara Papua dari
> Salawati-Mamberamo-Sepik-Ramu di utara PNG. Di forearc basin yang
dalam pun
> ada seperti di Sawu Basin yang timbul akibat collision Australia. Maka
di
> wilayah2 ini banyak mud volcano dijumpai. Sedimentasi tak stabil,
terangkat,
> dan tertekan, akan mudah memunculkan mudvolcano.
>
>
>
> Kita cek peta fisiografi Jawa van Bemmelen (1949), khusus bagian Jawa
> Tengah-Jawa Timur. Sedimentasi tak stabil akan ada di dua tempat :
Depresi
> Solo dan Jalur Antiklinorium Kendeng. Jalur antiklinorium ini dulunya
adalah
> cekungan panjang (trough) yang sangat dalam tempat sedimen
volkanoklastik
> Neogen diendapkan di sini. Lalu pada Mio-Plio-Plistosen terangkat dan
> tertekan sangat kuat dengan dominasi arah kompresi (vergency) ke
utara.
> Kompresi karena subduction di selatan Jawa telah sangat menekan
Kendeng Deep
> ini. Maka, elisional condition sebagai syarat mud volcanoing pun
terbentuk
> di Kendeng Deep. Dalam kondisi sedimen tak stabil yang undercompacted
dan
> sangat tertekan, mud volcano bisa muncul.  Sidoarjo adalah wilayah di
bagian
> selatan Kendeng Deep yang menerus ke Madura Strait. Kalau saya bisa
membagi
> data seismik di Selat Madura yang belum tiga tahun diakuisisi di
> sini....waw....mengerikan Pak mud volcanonya...
>
>
>
> Mengapa LUSI bukan timbul di daerah dekat Yogya ? Tak ada fisiografi
yang
> mendukung terbentuknya dalaman seperti Kendeng Deep di situ. Di
wilayah
> Yogya dan sekitarnya adalah batuan masif Old-Andesite dan karbonat
Wonosari
> yang menyusun Pegunungan Selatan. Tak ada sedimen tidak stabil
diendapkan di
> situ. Tak ada kondisi elisional yang akan mendorong mud volcanism di
wilayah
> Yogyakarta. Waktu gempa 27 Mei 2006 ada beberapa semburan air dan
lumpur di
> wilayah ini, tetapi itu hanya gejala likuifaksi di kedalaman dangkal,
zone
> air tanah. Maka, secara geologi tak mungkin ada LUSI di dekat Yogya.
>
>
>
> Mengapa baru dua hari setelah gempa Yogya terjadi semburan LUSI ?
Semua
> pengaktifan skala besar geologi karena gempa terjadi umumnya beberapa
hari
> sesudah gempa. Aktivitas awan panas Merapi pun meningkat dua hari
setelah
> gempa, aktivitas awan panas Semeru pun terjadi dua hari setelah gempa
Yogya
> (data NASA 29 Mei 2006). Saat gempa menggoncang Nias tahun 2005 dengan
> kekuatan 8 SR pun gunung Talang aktif setelah beberapa hari. Tetapi,
ada
> gejala yang lebih instan akibat gempa ini di sekitar LUSI, yaitu
menurunnya
> produksi sumur Carat. Sumur Carat berlokasi di sekitar sumur Banjar
Panji
> juga.
>
>
>
> Sesar regional ala Sumatra Fault sebagai tectonic freeway dari Yogya
ke LUSI
> memang tidak ada, tetapi analisis citra, gravity dan peta permukaan
> menunjukkan hadirnya sekian banyak sesar2 mendatar (kebanyakan
dextral) yang
> berpola right-stepping sejak dari Opak Fault sampai ke sesar mendatar
besar
> di sekitar Banjar Panji (Sesar Watukosek). Coba kalau kita plot semua
> episentrum gempa afterschock dalam 2 hari setelah mainshock gempa
Yogya maka
> akan membuat cluster ke arah NE sesuai dengan berjalannya pola
> right-stepping sesar2 tadi. Apa artinya ? Kalau saya menafsirkannya
terjadi
> propagasi gaya ke timurlaut dari mainshock. Interpretasi ini dikuatkan
oleh
> terukurnya getaran gempa Yogya pada lima menit pertama perekaman
seismik
> Hess di perairan Ujung Pangkah di utara Delta Bengawan Solo.
>
>
>
> Tentu saja, posisi sumur Banjar Panji-1 yang jaraknya hanya 200 meter
dari
> pusat semburan akan menjadi sasaran utama untuk pemikiran sebagai
penyebab
> semburan LUSI. Tak usah kita para geologist, masyarakat non-geologi
pun
> semua akan bilang begitu. Ini adalah "sebab-akibat" yang paling
sederhana.
> Media pun menyebarkan berita itu. Tak perlu analisis mendalam, tak
perlu
> melihat2 data regional, dll. Kalau itu blow-out biasa, saya juga tak
akan
> susah2 mengumpulkan segala data seismik, data regional, data
kegempaan, dll.
> Tetapi, yang tengah terjadi di LUSI bukanlah blow-out biasa, bukan
gejala
> liquefaction seperti saya duga pertama kali, tetapi erupsi mud volcano
ala
> Bledug Kuwu. Dan, sebab ada koinsiden dengan gempa Yogya 27 Mei 2006
dan
> secara regional dan lokal banyak terpenuhinya syarat
earthquake-triggering
> mud volcanism, maka saya tak akan secepat orang lain menuduh sumur
Banjar
> Panji sebagai penyebab LUSI. Saya juga tak akan menafikan sumur Banjar
Panji
> sebagai penyebab LUSI. Semua harus dilihat dengan hati-hati sebab
masalahnya
> sungguh tak sederhana. Ocham/Ozzam  Razor analysis di sini tak bisa
dipakai
> saya pikir, masalahnya kompleks.
>
>
>
> Secara internasional, hanya tulisan Richard Davis dkk. (University of
> Durham) yang bilang bahwa LUSI akibat pemboran. Ini baru interpretasi,
> sebab Richard Davis mengumpulkan datanya dari publikasi2 yang ada
(termasuk
> dari internet), bukan dari hard field data (keterangan dari Richard
> Swarbick, co-authornya). Hard field data dikumpulkan oleh para
peneliti dari
> Jepang, Rusia dan Norwegia. Dan, tak ada peneliti dari
Jepang/Rusia/Norwegia
> yang bilang bahwa LUSI adalah akibat pemboran.
>
>
>
> Yang saya tulis di atas pun adalah fakta dan data, bukan interpretasi.
> Tulisan saya ini hendaknya tidak diinterpretasikan bahwa saya
mendukung
> teori gempa sebagai asal semburan LUSI, saya hanya ingin melihat lebih
jauh
> kemungkinan gempa sebagai penyebabnya, sebab terlalu banyak yang
apriori dan
> menutup mata terhadap hal ini. Karena saya terdidik sebagai geologist
yang
> biasa bermain dalam skala spatial dan temporal, maka saya tak mungkin
hanya
> melihat LUSI sebagai berhubungan dengan  Banjar Panji Lapindo, saya
juga
> harus melihat hubungannya dengan gempa Yogya 27 Mei 2006. Maka, saya
tak
> bisa secepat itu menunjuk Lapindo sebagai bertanggung jawab dalam hal
ini.
>
>
>
> Salam,
>
> awang
>
>
>
> -----Original Message-----
>  From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED]
>  Sent: Wednesday, March 14, 2007 8:58 C++
>  To: iagi-net@iagi.or.id
>  Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum
IAGI
>
>
>
>
> Justru saya sejak awal kurang sependapat dengan interpretasinya mas
Nana
> didalam "Mimbar Jum'at"-nya (tiap Jum'at saya terima via email) mas
Nana
> Djumhana tentang awal terjadinya LUSI/LULA tsb.  Tetapi karena itu
berupa
> "Mimbar Jum'at" ya saya kira kurang pas untuk meng-counter-nya.
>
>
>
>
>
> Kalau sebagai triggernya adalah gempa, mengapa LUSI justru timbulnya
di
> Sidoardjo, bukan di-dekat2 daerah Yogyakarta ?  Dan kenapa baru 2 hari
> kemudian munculnya ?  Itu bisa mungkin terjadi kalau misalnya memang
ada
> sesar/patahan regional yang besar sekali dengan trend dari Yogya ke
> Sidoardjo, seperti sesar Semangko di sepanjang P.Sumatra yang
mempunyai
> panjang sampai berratus kilometer.
>
>
>
>
>
> Perlu diketahui bahwa awal mula terjadinya LUSI adalah setelah
terjadinya
> problem drilling di sumur BJP-1, dan terjadinya juga hanya beberapa
meter
> dari lokasi sumur (tidak sampai ber-kilo2 meter, sedang jarak LUSI
dengan
> gempa Yogya adalah ber-ratus2 km) dan terjadinya 2 hari kemudian.
Jadi
> menurut logika akal sehat, apakah masuk akal kalau trigger-nya LUSI
adalah
> gempa Yogya & bukan sumur BJP-1 yang sedanag mengalami problem
drilling saat
> itu ?
>
>
>
>
>
> Terbukti sudah 2 ahli bumi international (kalau tidak salah dari
Inggris/USA
> ? & dari Jepang) yang meng-interpretasikan bahwa kejadian LUSI adalah
dipicu
> oleh problem drilling di sumur BJP-1 & bukan oleh gempa Yogya.
>
>
>
> Interpretasi boleh berbeda, tetapi data/fakta yang ada seyogyanya
jangan
> diabaikan ataupun dirubah.  Sebagai geologist memang kita bisa selalu
> berbeda pendapat & interpretasi, itu sah2 saja, jadi ya silahkan saja
kalau
> mas Nana masih tetap mempercayai interpretasinya, sedang saya lebih ke
> data/faktanya.
>
>
>
>
>
> Wass,
>
>
>
>
>
>
>
>
> ps: terima kasih tanggapannya mas Nana.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> On 3/14/07, Nana Djumhana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>
>
> Ingin juga saya urun rembug dalam masalah ini.
>
>
>
>
>
> Soal nama semburan lumpur, apakah LULA, LUSI atau apa saja, tidak
perlu
> dipermasalahkan. Saya sendiri sejak awal kejadian menamakannya dengan
> "Bledug Porong" yang identik dengan "Bledug Kuwu" di Wirosari,
Purwodadi,
> Jawa Tengah. Karena dari awal pula (Juni 2006) saya mengatakan bahwa
> berdasarkan data yang ada kejadian tersebut merupakan mud vulcano,
yang
> merupakan kejadian alam dan kemungkinan tidak berkaitan dengan adanya
> pemboran sumur BJP-1. Hal ini saya sampaikan selesai meeting di BP
Migas
> tgl. 15 Juni 2006, ketika itu Awang tanya pada saya tentang hal
tersebut,
> yang ternyata sama dengan dugaan dia. Bahkan Awang menambahkan data
lainnya
> dan efek/akibat yang akan mengikutinya. Masalah ini juga saya
sampaikan
> melalui "Mimbar Jum'at" mulai dari edisi No. 258 tgl.23 Juni 2006,
yang
> berjudul "Bencana Porong". Berbagai reaksi, baik kritik yang bernada
> memperingatkan sampai yang menakut-nakuti ditujukan kepada saya,
karena
> dianggap melawan arus.
>
>
>
>
>
> Kejadiannya memang 2 hari setelah gempa yang mengguncang Jogja dan
> sekitarnya. Oleh karena itu dalam beberapa "Mimbar Jum'at", saya
mengatakan
> bahwa gempa Jogja, kemungkinan hanya merupakan pemicu aktivitas mud
vulcano
> tsb., tetapi penyebab sebenarnya kemungkinan adalah : adanya getaran
terus
> menerus dari mobil-mobil besar yang melintas di jalan toll di atas
area
> shale diapir, dan beratnya beban bangunan di atas area tersebut.
Sedangkan
> adanya pemboran sumur BJP-1, kalaupun ikut andil sebagai penyebab,
kecil
> peranannya. Saya sampaikan juga melalui "Mimbar Jum'at" sejak awal
(karena
> saya belum bergabung dengan iagi-net) bagaimana mengatasinya, yaitu
agar
> segera melokalisir area luapan lumpur dan segera dibuatkan salurannya
ke
> laut, karena lumpur akan terus mengalir sampai waktu yang tidak
diketahui,
> bisa setahun, puluhan tahun atau mungkin ratusan tahun. Dan jika tidak
> segera diatasi, akan menjadi bencana yang lebih besar dan lebih parah
> akibatnya. Tetapi sebagaimana kita ketahui di negri ini, seringkali
mencari
> kambing hitamnya dulu yang menjadi penyebab kejadian, kemudian
berdasarkan
> asumsi itu baru dicari solusinya. Karena dari awal (dan sampai
sekarang)
> yang menjadi kambing hitam adalah 100% Lapindo dengan pemboran sumur
BJP-1,
> maka penanganan awal tertumpu kepada penanggulangan "drilling
hazzard",
> bukan penanggulangan mud vulcano. Dan kita bisa lihat kenyataannya
sekarang.
>
>
>
>
>
> Barangkali itu saja yang ingin disampaikan, dan bagi rekan yang
> "berlangganan" mimbar jum'at, semuanya sudah tahu.
>
>
>
> ----- Original Message -----
>
>
> From: nyoto - ke-el
>
>
> To: iagi-net@iagi.or.id
>
>
>
> Sent: Tuesday, March 13, 2007 7:42 PM
>
>
> Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum
IAGI
>
>
>
>
>
>
> Pak Achmad Luthfi ternyata sebagai seorang Ketua IAGI (Ikatan Ahli
Geologi
> Indonesia) kurang teliti didalam menulis Respon-2 ini. Perhatikan
didalam
> kalimat seperti tsb dibawah ini :
>
>
> "Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar
sumur
> BJP-1 pada tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi
gempa
> Jogja".
>
>
>
>
>
> Memang betul semburan lumpur panas tsb terjadi disekitar sumur BJP-1
pada
> hari Senin 29 Mei 2006 pagi, tetapi gempa Yogya terjadinya bukan hari
Senin
> itu tetapi terjadinya 2 hari sebelumnya, yaitu hari Sabtu pagi2 sekali
> tanggal 27 Mei 2006, bisa ditanyakan kepada orang2 di Yogyakarta yang
> mengalami sendiri gempa itu atau data2 gempa Yogya, dimana jelas
terjadinya
> bukan hari Senin 29 Mei melainkan hari Sabtu pagi2 tanggal 27 Mei
2006.
>
>
>
>
>
> Apakah penyebutan terjadinya gempa Yogya tanggal 29 Mei 2006, sengaja
akan
> dihubungkan dengan awal terjadinya semburan pertama lumpur panas
Sidoardjo,
> supaya klop dengan teori pak Luthfi, yaitu penyebab terjadinya lumpur
panas
> adalah akibat gempa Yogya ?  Tetapi sayang sekali teori itu banyak
sekali
> kelemahannya pak (tidak didukung data yang benar).
>
>
>
>
>
> Sekian dari saya, semoga pak Luthfi maklum.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Wassalam,
>
>
> nyoto - TG'74
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> On 3/13/07, Achmad Luthfi <[EMAIL PROTECTED] > wrote:
>
> RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI
>
>  LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk
>  ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
>  Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
>  tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan
ada
>  semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
>  walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
>  bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
>  tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.
>  Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang
berdasar
>  scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah
teknis,
>  terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang
>  panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
>  membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Dr. Ir. Rudy Rubiandini
>  (Kang Rudy). Saya sering mengikuti diskusi teknis tim-nya Kang Rudy,
>  setelah diputuskan melakukan serangkaian pekerjaan dari mulai
snubbing
>  unit sampai relief well dan belum menampakkan hasilnya, IAGI
mengundang
>  Kang Rudy untuk jadi pembicara dalam buka puasa bersama tahun lalu di
>  hotel Sahid, topiknya adalah hasil kerja Kang Rudy dalam upaya
mematikan
>  LULA. Kang Rudy berpendapat bahwa air (panas) bertekanan tinggi
berasal
>  dari lubang bor kedalam 9000-an kaki, air mengalir keatas melalui
lubang
>  bor menggerus shale diatasnya sehingga terjadi perlumpuran yang terus
>  bergerak ke atas melalui zona lemah dan terus ke permukaan. Dalam
>  kesempatan itu bagaimana kami bisa melakukan relief well sementara
>  pantat kami (maaf ini asli ucapan Kang Rudy) dikejar lumpur panas
>  (pemboran relief well spi kadalam 3600-an kaki gak maju2 sementara
>  permukaan lumpur panas naik begitu cepat). Salah seorang peserta buka
>  puasa bernama Hari (PT. Saripari) bertanya: kalau melihat volume
lumpur
>  yang keluar mencapai seratusan meter kubik, diperlukan berapa banyak
>  pompa duplex untuk mematikan semburan mengingat kapasitas pompa jauh
>  lebih kecil dari volume lumpur yang keluar, mungkin diperlukan
puluhan
>  pompa sekaligus. Waktu itu saya gak jelas apa jawaban Kang Rudy. Bagi
>  yang mengikuti seminar di BPPT yang lalu, pendapat Kang Rudy tersebut
>  mirip dengan teori satu (teori aliran) yang
disampaikan/dipresentasikan
>  oleh DR. Ir. Doddy Nawangsidi (itb) yang menyampaikan empat macam
teori
>  aliran, dengan fakta volume semburan lumpur Beliau mengemukakan bahwa
>  teori-1, teori-2, teori-3 tidak mungkin diterapkan untuk LULA, jadi
yang
>  paling mungkin adalah teori empat, yakni lumpur panas sampai ke
>  permukaan tidak melalui lubang bor tapi melalui rekahan yang sangat
>  besar, saya (DR. Doddy) tidak tahu bagaimana rekahan itu terjadi
apakah
>  akibat tektonik atau bukan karena saya (DR. Doddy) bukan ahli
geologi.
>  Karena Kang Rudy sudah pernah berbicara di IAGI, teman2 panitia tidak
>  mengundang Kang Rudy sahabat saya sebagai pembicara dalam seminar di
>  BPPT yang lalu. Saya sangat menghargai DR. IR. Rudy Rubiandini,
walaupun
>  masih muda Kang Rudy seorang guru yang punya kompetensi tinggi
>  dibidangnya (drilling engineering). Masih segar dalam ingatan saya
dalam
>  milis IAGI pernah heboh atas wawancara Kang Rudy dengan radio
Elshinta.
>  Bagi saya persahabatan dan kerukunan adalah nomor satu baik seprofesi
>  maupun antar profesi, kita harus kompak begitu kata Abah Yanto
melalui
>  SMS. Untuk itu saya minta sekjen IAGI utk melakukan klarifikasi
kepada
>  Kang Rudy dan hasilnya dimuat di milis ini.  Saya percaya sebagai
>  seorang guru, Kang Rudy tidak sedikitpun berniat/bermaksud menuduh
atau
>  menjelekkan rekan lain profesi. Sayang Kang Rudy mengajukan surat
>  pengunduran diri (surat ditembuskan ke saya, tapi saya tidak tahu
apakah
>  sudah disetujui oleh MESDM). Itulah ilustrasi pertemanan saya dengan
>  Kang Rudy, kalau dalam seminar tersebut tidak mengundang Kang Rudy
>  sebagai pembicara tidak ada maksud lain yang tersembunyi.
>
>  DIMANA IAGI BERADA WAKTU TIM INVESTIGASI DIBENTUK?
>
>  Pada waktu rapat pembentukan tim investigasi, IAGI menugaskan DR. Edy
>  Sunardi (Ketua Departemen Pengembangan Keilmuan). Kang Edy diminta
untuk
>  menjadi anggota tim investigasi, tapi Kang Edy tidak bersedia karena
>  sudah menjadi ketua tim IAGI untuk LULA. Apa yang dilakukan oleh tim
>  IAGI? Tim yang dipimpin Kang Rudy bekerja di lapangan lebih dulu
>  berfokus pada drilling engineering untuk mematikan LULA. Baru
Kemudian
>  tim IAGI melakukan observasi lapangan dan sampling lumpur. Pada saat
>  yang sama ada tim subsurface ITS yang dipimpin oleh DR. Ir. Maki
>  melakukan survey VFL (Very Low Frequnce) dan tim dari geofisika itb
yang
>  melakukan survey mikro seismic dan pemetaan penyebaran lumpur dengan
>  menggunakan foto udara yang dilakukan dgn cara sederhana (pesawat
mainan
>  berkamera dikendalikan dengan remote control) semua tim bekerja 24
jam
>  bergantian. Area survey meliputi daerah Banjarpanji dan sekitarnya.
Tim
>  IAGI, tim ITS, tim ITB melakukan diskusi secara intens di kampus ITS
>  maupun di hotel Shangrila bersama tim Kang Rudy.
>
>  ...lanjutan epilog bersambung pada surat berikutnya........TOETOEGE
>  (Bersambung)
>
>
>
>  -----Original Message-----
>  From: R.P. Koesoemadinata [mailto: [EMAIL PROTECTED]
>  Sent: 25 Februari 2007 13:41
>  To: iagi-net@iagi.or.id
>  Subject: [iagi-net-l] Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI-(2)
>
>  SURAT TERBUKA KEPADA KETUA UMUM IAGI (2)
>
>
>
>  Di lain pihak yang sangat menarik adalah  telah terungkapnya pula
data
>  pemboran yang pada waktu sebelumnya (terutama pada permulaan erupsi
>  Lusi)
>  tidak pernah muncul pada laporan pemboran, yaitu yaitu bahwa 10 menit
>  setelah terjadinya gempa di Jogya, terjadi 'partial loss' dari lumpur
>  pemboran yang teramati pada mud pit. Hal yang sama diungkapkan pula
oleh
>  Dr.
>  Doddy Nawangsidi, tetapi waktunya adalah 70 menit sesudah gempa
(mungkin
>  Pak
>  Doddy ini keliru membaca 1 sebagai 7). Ini data yang sangat menarik
>  karena
>  sebelum data ini belum pernah dilaporkan dan menunggu 7 bulan untuk
>  terungkap. Di lain pihak Dr. Nawangsidi ini menunjukkan secara
>  kwantitafi
>  dengan menggunakan rumus reservoir (Darcy) dengan parameter2 yang
>  diasumsikan bagaimana tidak mungkinnya  laju (rate of production)
jumlah
>  air
>  sebegitu besar (100 sampai 160 juta meter kubik per hari?) dari satu
>  lubang
>  sumur yang menembus Kujung hanya 15 kaki saja.. Analisa ini tentu
>  merupakan
>  pukulan, paling tidak renungan, bagi mereka yang  berpendapat  bahwa
>  gunung
>  api lumpur ini bersumber dari air bertekanan tinggi dari reservoir
>  terumbu
>  Kujung yang telah ditembus sumur BP-1, walaupun tentu orang dapat
>  mempertanyakan data serta parameter yang diasumsikannya, serta adanya
>  tambahan sumber air panas lainnya yang ikut terpicu dengan
underground
>  blow-out dari Kujung ini.
>
>  Mengenai stratigrafi lubang bor Dr. Adi Kadar dkk mengakui telah
>  mereview
>  serta menganalisa ulang data biostratigrafi dan disimpulkan bahwa
>  seluruh
>  lapisan batuan yang ditembus Banjar Panji hanyalah berumur
Pleistocene
>  yang
>  menimbulkan kesan bahwa Formasi Kujung tidak tersentuh oleh sumur bor
>  ini.
>  Juga telah ditekankan keberadaan diapirism dalam selang overpressured
>  shale,
>  yang banyak menganggap sebagai sumber lumpur.
>
>  Mengenai sumber air ini masih juga ada yang berpendapat bahwa lumpur
ini
>  berasal dari overpressured shale yang diyakini semua orang
keberadaannya
>  jauh di atas formasi Kujung, namun berdasarkan analisa penampang
seismic
>  dibantah oleh Dr. Alam sebagai mud diapir. Dr. Adriano Mazzini  dari
>  Oslo
>  University masih berpandangan bahwa sumber lumpur ini adalah dari
>  overpressured shale ini, tetapi ketika ditanyakan oleh Richard Davies
>  bagaimana begitu banyak air dapat dihasilkan dari overpressured shale
>  ini,
>  mengingat shale adalah impermeable, yang bersangkutan menghindar
untuk
>  menjawabnya dengan dalih pertanyaannya tidak jelas. Namun suatu hal
>  penting
>  yang dikemukakannya adalah bahwa cekungan Jawa Timur adalah matang
>  (ripe)
>  atau rawan terjadinya gunung api lumpur dibuktikan dengan adanya
>  overpressured shales dan banyaknya gunung api lumpur, tanpa pemboran
>  (atau
>  gempa) pun gunungapi lumpur dapat terjadi sewaktu-waktu. Mengenai
>  kayanya
>  cekungan Jawa Timur Utara juga telah dibahas oleh Dr. Djajang
Sukarna,
>  Kepala Badan Geologi, dalam keynote speech nya
>
>  Yang menarik adalah makalah dari Dr. Gregorii Akhmanov dari Moscow
>  University yang membahas mud volcanism di Elean Basins yang,  dengan
>  tidak
>  mengenyampingkan jenis gunungapi lumpur di daerah lain seperti shale
>  diapirism,  menyatakan bahwa pembentukan mudvolcano di Elean basins
>  adalah
>  oleh hydro-fracturing. Hydro-fracturing adalah proses terjadinya LUSI
>  yang
>  dianut oleh mereka yang meyakini bahwa bahwa air dari Fm Kujung
sebagai
>  penyebab semburan lumpur LUSI. Saya catat bahwa tidak ada makalah
yang
>  membahas berbagai jenis atau klasifikasi mudvolcano, sedangkan
menurut
>  hemat
>  saya gunungapi lumpur itu ada berbagai jenis dengan yang disebabkan
>  shale
>  diapirism di satu ujung (end member), biasanya merupakan lumpur
kental
>  dan
>  membentuk keruncut yang terjal, dan jenis mud spring di ujung lain,
yang
>  sangat encer (kadar air yang sangat tinggi) dan nyaris tidak
membentuk
>  kerucut atau kerucut yang sangat landai. Saya menganggap LUSI ini
lebih
>  sebagai jenis mud spring.
>
>
>
>  Walaupun makalah-makalah pada umumnya membahas asal gunungapi lumpur
>  disebabkan air yang bertekanan tinggi, yang boleh jadi disebabkan
gempa,
>  namun  gunungapi Lusi disimpulkan selain terjadi secara alamiah juga
>  disebabklan karena rekahan dan aktivitas tektonik yang diakibatkan
oleh
>  gempa bumi Jogya. Namun anehnya pada seluruh persidangan ini tidak
>  satupun
>  ada makalah yang membahas tektonik serta sistim sesar dari daerah
>  Sidoarjo,
>  bahkan peta geologi yang menunjukkan patahanpun nyaris tidak ada
kecuali
>  peta sesar Watukosek dengan satu garis saja yang menghubungkan
Watukosek
>  dengan Lusi dan G. Anyar dengan arah NNE-SSW.dan sesar-sesar amblasan
>  yang
>  berarahkan WSW-ENE yang menghubungkan semburan-semburan lumpur yang
>  sekarang
>  sudah tidak aktif lagi.  Apa lagi pembahasan bagaimana  mekanisme
gempa
>  bumi
>  Jogya  dapat  mengakibatkan sesar (rekahan) itu sama sekali tidak
ada.
>  Inilah yang dikeluhkan Dr. Benyamin Sapiie dari ITB pada komentar
yang
>  diberikannya sesaat sebelum rumusan akhir dari hasil workshop ini
>  dibacakan.
>  Beliau menyatakan betapa pentingnya kita menganalisa
tegangan-tegangan
>  tektonik yang aktif di daerah Sidoarjo ini untuk menentukan critical
>  stresses yang didapatkan, namun pembahasan ini tidak ada sama sekali.
>
>
>
>  Sdr. Ketua yang terhormat.
>
>  Saya sangat prihatin dengan hasil dari workshop yang disebutkan
sebagai
>  bertaraf internasional ini. Rumusan yang diberikan banyak tidak
relevant
>  dengan apa yang dibahas, bahkan cenderung bertolak belakang. Ini
sangat
>  menyedihkan, orang awampun akan bertanya-tanya apakah kesimpulan dari
>  workshop ini sudah ditentukan sebelumnya demi kepentingan nasional?
>  Komentar
>  di masyarakat ilmiah di luar negeri pun sudah bermunculan.
>
>  Sampai di mana kebenaran pengamatan dan pendengaran  saya ini selama
>  mengikuti persidangan  tentu akan ada  yang meragukannya mengingat
usia
>  saya
>  yang sudah lanjut  ini. Untuk itu saya sudah meminta pada panitya
supaya
>  bisa mendapatkan Power Point files dari presentasi masing-masing
>  pembicara
>  itu. Namun sayangnya panitiya hanya akan memberikannya sesudah
dilakukan
>  peng-edit-tan terlebih dulu (mengingat adanya data-data yang dianggap
>  confidential oleh BP Migas).
>
>
>
>  Satu hal yang menarik adalah Workshop ini tidak memberikan
rekomendasi
>  mengenai langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi
>  masalah ini, atau kapan . Padahal inilah yang ditunggu-tunggu oleh
>  masyarakat. Masyarakat tidak terlalu peduli mengenai apa penyebab
>  gunungapi
>  lumpur ini, walaupun mereka cenderung untuk menyalahkan pemboran.
Yang
>  berkepentingan dalam apa penyebab dari gejala ini adalah dalam
masalah
>  soal
>  siapa yang harus menanggung biaya penanggulangan bencana ini.
Masyarakat
>  hanya ingin mendengar bagaimana  bencana lumpur ini dapat dihentikan.
>  Tentu
>  saja kita bisa berdalih bahwa untuk dapat menghentikan semburan
lumpur
>  itu
>  kita harus tahu penyebabnya. Kalau panitya workshop ini berkeyakinan
>  bahwa
>  hasil workshop ini adalah LUSI murni gejala alam dan tidak dapat
>  dihentikan
>  dan tidak dapat diprediksikan kapan akan berhentiknya, maka
satu-satunya
>  rekomendasi yang bisa diberikan adalah mengevakuasi (mengosongkan)
>  daerah
>  yang dipengaruhi LUSI, khususnya daerah yang bakal amblas, membangun
>  tanggul
>  sekitarnya serta mengalirkan airnya dengan saluran bertanggul ke
laut,
>  sedangkan lumpur padatnya secara alamiah dapat ditinggalkan di daerah
>  amblasan, bahkan mudah-mudahan dapat mengkompensasi amblasannya
sendiri.
>  Saya lihat ada lebih dari 1 makalah (a.l. dari Dr. Ir. Prihadi
>  Sumintapura
>  dari ITB) para pakar kita  telah mampu melakukan deliniasinya. Saya
>  sadar
>  bahwa pernyataan demikian mungkin mempunyai dampak yang luas bagi
>  masyarakat, tetapi saya kira itu satu-satunya rekomendasi yang dapat
>  diberikan kalau panitia perumus menganggap penyebab ini gejala alam
yang
>  tidak dapat dihentikan atau tidak dapat diprediksi kapan
berhentinya..
>  (bersambung)
>
>
>
>
>
>
------------------------------------------------------------------------
>  ----
>  Hot News!!!
>  CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to
>  [EMAIL PROTECTED]
>  Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI & the 36th IAGI Annual
>  Convention and Exhibition,
>  Patra Bali, 19 - 22 November 2007
>
------------------------------------------------------------------------
>  ----
>  To unsubscribe, send email to:
> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
>  To subscribe, send email to:
> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
>  Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
>  Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
>  Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
>  No. Rek: 123 0085005314
>  Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
>  Bank BCA KCP. Manara Mulia
>  No. Rekening: 255-1088580
>  A/n: Shinta Damayanti
>  IAGI-net Archive 1:
> http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
>  IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------
>
>
>
------------------------------------------------------------------------
----
>  Hot News!!!
>  CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to
> [EMAIL PROTECTED]
>  Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
>  29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
>  Bali Convention Center, 13-16 November 2007
>
------------------------------------------------------------------------
----
>  To unsubscribe, send email to:
> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
>  To subscribe, send email to:
> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
>  Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
>  Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
>  Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
>  No. Rek: 123 0085005314
>  Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
>  Bank BCA KCP. Manara Mulia
>  No. Rekening: 255-1088580
>  A/n: Shinta Damayanti
>  IAGI-net Archive 1:
> http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
>  IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------
>
>
>
>
>
>


-- 
http://rovicky.wordpress.com/

------------------------------------------------------------------------
----
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to
[EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007
------------------------------------------------------------------------
----
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------


----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke