Pak Nyoto,
Semua mud volcano di Indonesia dan di seluruh dunia muncul di suatu
kawasan
geologi yang tidak stabil dan tertekan. Kawasan tidak stabil itu tempat
sedimen diendapkan begitu cepatnya sehingga tak punya waktu terkompaksi
dengan baik, tak ada proses dewatering sempurna. Di Indonesia, wilayah
seperti itu ada di dua tempat yang sangat menonjol : Kendeng Deep-Madura
Strait dan foredeep Sorong Fault di utara Papua dari
Salawati-Mamberamo-Sepik-Ramu di utara PNG. Di forearc basin yang dalam
pun
ada seperti di Sawu Basin yang timbul akibat collision Australia. Maka di
wilayah2 ini banyak mud volcano dijumpai. Sedimentasi tak stabil,
terangkat,
dan tertekan, akan mudah memunculkan mudvolcano.
Kita cek peta fisiografi Jawa van Bemmelen (1949), khusus bagian Jawa
Tengah-Jawa Timur. Sedimentasi tak stabil akan ada di dua tempat :
Depresi
Solo dan Jalur Antiklinorium Kendeng. Jalur antiklinorium ini dulunya
adalah
cekungan panjang (trough) yang sangat dalam tempat sedimen volkanoklastik
Neogen diendapkan di sini. Lalu pada Mio-Plio-Plistosen terangkat dan
tertekan sangat kuat dengan dominasi arah kompresi (vergency) ke utara.
Kompresi karena subduction di selatan Jawa telah sangat menekan Kendeng
Deep
ini. Maka, elisional condition sebagai syarat mud volcanoing pun
terbentuk
di Kendeng Deep. Dalam kondisi sedimen tak stabil yang undercompacted dan
sangat tertekan, mud volcano bisa muncul. Sidoarjo adalah wilayah di
bagian
selatan Kendeng Deep yang menerus ke Madura Strait. Kalau saya bisa
membagi
data seismik di Selat Madura yang belum tiga tahun diakuisisi di
sini....waw....mengerikan Pak mud volcanonya...
Mengapa LUSI bukan timbul di daerah dekat Yogya ? Tak ada fisiografi yang
mendukung terbentuknya dalaman seperti Kendeng Deep di situ. Di wilayah
Yogya dan sekitarnya adalah batuan masif Old-Andesite dan karbonat
Wonosari
yang menyusun Pegunungan Selatan. Tak ada sedimen tidak stabil diendapkan
di
situ. Tak ada kondisi elisional yang akan mendorong mud volcanism di
wilayah
Yogyakarta. Waktu gempa 27 Mei 2006 ada beberapa semburan air dan lumpur
di
wilayah ini, tetapi itu hanya gejala likuifaksi di kedalaman dangkal,
zone
air tanah. Maka, secara geologi tak mungkin ada LUSI di dekat Yogya.
Mengapa baru dua hari setelah gempa Yogya terjadi semburan LUSI ? Semua
pengaktifan skala besar geologi karena gempa terjadi umumnya beberapa
hari
sesudah gempa. Aktivitas awan panas Merapi pun meningkat dua hari setelah
gempa, aktivitas awan panas Semeru pun terjadi dua hari setelah gempa
Yogya
(data NASA 29 Mei 2006). Saat gempa menggoncang Nias tahun 2005 dengan
kekuatan 8 SR pun gunung Talang aktif setelah beberapa hari. Tetapi, ada
gejala yang lebih instan akibat gempa ini di sekitar LUSI, yaitu
menurunnya
produksi sumur Carat. Sumur Carat berlokasi di sekitar sumur Banjar Panji
juga.
Sesar regional ala Sumatra Fault sebagai tectonic freeway dari Yogya ke
LUSI
memang tidak ada, tetapi analisis citra, gravity dan peta permukaan
menunjukkan hadirnya sekian banyak sesar2 mendatar (kebanyakan dextral)
yang
berpola right-stepping sejak dari Opak Fault sampai ke sesar mendatar
besar
di sekitar Banjar Panji (Sesar Watukosek). Coba kalau kita plot semua
episentrum gempa afterschock dalam 2 hari setelah mainshock gempa Yogya
maka
akan membuat cluster ke arah NE sesuai dengan berjalannya pola
right-stepping sesar2 tadi. Apa artinya ? Kalau saya menafsirkannya
terjadi
propagasi gaya ke timurlaut dari mainshock. Interpretasi ini dikuatkan
oleh
terukurnya getaran gempa Yogya pada lima menit pertama perekaman seismik
Hess di perairan Ujung Pangkah di utara Delta Bengawan Solo.
Tentu saja, posisi sumur Banjar Panji-1 yang jaraknya hanya 200 meter
dari
pusat semburan akan menjadi sasaran utama untuk pemikiran sebagai
penyebab
semburan LUSI. Tak usah kita para geologist, masyarakat non-geologi pun
semua akan bilang begitu. Ini adalah "sebab-akibat" yang paling
sederhana.
Media pun menyebarkan berita itu. Tak perlu analisis mendalam, tak perlu
melihat2 data regional, dll. Kalau itu blow-out biasa, saya juga tak akan
susah2 mengumpulkan segala data seismik, data regional, data kegempaan,
dll.
Tetapi, yang tengah terjadi di LUSI bukanlah blow-out biasa, bukan gejala
liquefaction seperti saya duga pertama kali, tetapi erupsi mud volcano
ala
Bledug Kuwu. Dan, sebab ada koinsiden dengan gempa Yogya 27 Mei 2006 dan
secara regional dan lokal banyak terpenuhinya syarat
earthquake-triggering
mud volcanism, maka saya tak akan secepat orang lain menuduh sumur Banjar
Panji sebagai penyebab LUSI. Saya juga tak akan menafikan sumur Banjar
Panji
sebagai penyebab LUSI. Semua harus dilihat dengan hati-hati sebab
masalahnya
sungguh tak sederhana. Ocham/Ozzam Razor analysis di sini tak bisa
dipakai
saya pikir, masalahnya kompleks.
Secara internasional, hanya tulisan Richard Davis dkk. (University of
Durham) yang bilang bahwa LUSI akibat pemboran. Ini baru interpretasi,
sebab Richard Davis mengumpulkan datanya dari publikasi2 yang ada
(termasuk
dari internet), bukan dari hard field data (keterangan dari Richard
Swarbick, co-authornya). Hard field data dikumpulkan oleh para peneliti
dari
Jepang, Rusia dan Norwegia. Dan, tak ada peneliti dari
Jepang/Rusia/Norwegia
yang bilang bahwa LUSI adalah akibat pemboran.
Yang saya tulis di atas pun adalah fakta dan data, bukan interpretasi.
Tulisan saya ini hendaknya tidak diinterpretasikan bahwa saya mendukung
teori gempa sebagai asal semburan LUSI, saya hanya ingin melihat lebih
jauh
kemungkinan gempa sebagai penyebabnya, sebab terlalu banyak yang apriori
dan
menutup mata terhadap hal ini. Karena saya terdidik sebagai geologist
yang
biasa bermain dalam skala spatial dan temporal, maka saya tak mungkin
hanya
melihat LUSI sebagai berhubungan dengan Banjar Panji Lapindo, saya juga
harus melihat hubungannya dengan gempa Yogya 27 Mei 2006. Maka, saya tak
bisa secepat itu menunjuk Lapindo sebagai bertanggung jawab dalam hal
ini.
Salam,
awang
-----Original Message-----
From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, March 14, 2007 8:58 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI
Justru saya sejak awal kurang sependapat dengan interpretasinya mas Nana
didalam "Mimbar Jum'at"-nya (tiap Jum'at saya terima via email) mas Nana
Djumhana tentang awal terjadinya LUSI/LULA tsb. Tetapi karena itu berupa
"Mimbar Jum'at" ya saya kira kurang pas untuk meng-counter-nya.
Kalau sebagai triggernya adalah gempa, mengapa LUSI justru timbulnya di
Sidoardjo, bukan di-dekat2 daerah Yogyakarta ? Dan kenapa baru 2 hari
kemudian munculnya ? Itu bisa mungkin terjadi kalau misalnya memang ada
sesar/patahan regional yang besar sekali dengan trend dari Yogya ke
Sidoardjo, seperti sesar Semangko di sepanjang P.Sumatra yang mempunyai
panjang sampai berratus kilometer.
Perlu diketahui bahwa awal mula terjadinya LUSI adalah setelah terjadinya
problem drilling di sumur BJP-1, dan terjadinya juga hanya beberapa meter
dari lokasi sumur (tidak sampai ber-kilo2 meter, sedang jarak LUSI dengan
gempa Yogya adalah ber-ratus2 km) dan terjadinya 2 hari kemudian. Jadi
menurut logika akal sehat, apakah masuk akal kalau trigger-nya LUSI
adalah
gempa Yogya & bukan sumur BJP-1 yang sedanag mengalami problem drilling
saat
itu ?
Terbukti sudah 2 ahli bumi international (kalau tidak salah dari
Inggris/USA
? & dari Jepang) yang meng-interpretasikan bahwa kejadian LUSI adalah
dipicu
oleh problem drilling di sumur BJP-1 & bukan oleh gempa Yogya.
Interpretasi boleh berbeda, tetapi data/fakta yang ada seyogyanya jangan
diabaikan ataupun dirubah. Sebagai geologist memang kita bisa selalu
berbeda pendapat & interpretasi, itu sah2 saja, jadi ya silahkan saja
kalau
mas Nana masih tetap mempercayai interpretasinya, sedang saya lebih ke
data/faktanya.
Wass,
ps: terima kasih tanggapannya mas Nana.
On 3/14/07, Nana Djumhana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Ingin juga saya urun rembug dalam masalah ini.
Soal nama semburan lumpur, apakah LULA, LUSI atau apa saja, tidak perlu
dipermasalahkan. Saya sendiri sejak awal kejadian menamakannya dengan
"Bledug Porong" yang identik dengan "Bledug Kuwu" di Wirosari, Purwodadi,
Jawa Tengah. Karena dari awal pula (Juni 2006) saya mengatakan bahwa
berdasarkan data yang ada kejadian tersebut merupakan mud vulcano, yang
merupakan kejadian alam dan kemungkinan tidak berkaitan dengan adanya
pemboran sumur BJP-1. Hal ini saya sampaikan selesai meeting di BP Migas
tgl. 15 Juni 2006, ketika itu Awang tanya pada saya tentang hal tersebut,
yang ternyata sama dengan dugaan dia. Bahkan Awang menambahkan data
lainnya
dan efek/akibat yang akan mengikutinya. Masalah ini juga saya sampaikan
melalui "Mimbar Jum'at" mulai dari edisi No. 258 tgl.23 Juni 2006, yang
berjudul "Bencana Porong". Berbagai reaksi, baik kritik yang bernada
memperingatkan sampai yang menakut-nakuti ditujukan kepada saya, karena
dianggap melawan arus.
Kejadiannya memang 2 hari setelah gempa yang mengguncang Jogja dan
sekitarnya. Oleh karena itu dalam beberapa "Mimbar Jum'at", saya
mengatakan
bahwa gempa Jogja, kemungkinan hanya merupakan pemicu aktivitas mud
vulcano
tsb., tetapi penyebab sebenarnya kemungkinan adalah : adanya getaran
terus
menerus dari mobil-mobil besar yang melintas di jalan toll di atas area
shale diapir, dan beratnya beban bangunan di atas area tersebut.
Sedangkan
adanya pemboran sumur BJP-1, kalaupun ikut andil sebagai penyebab, kecil
peranannya. Saya sampaikan juga melalui "Mimbar Jum'at" sejak awal
(karena
saya belum bergabung dengan iagi-net) bagaimana mengatasinya, yaitu agar
segera melokalisir area luapan lumpur dan segera dibuatkan salurannya ke
laut, karena lumpur akan terus mengalir sampai waktu yang tidak
diketahui,
bisa setahun, puluhan tahun atau mungkin ratusan tahun. Dan jika tidak
segera diatasi, akan menjadi bencana yang lebih besar dan lebih parah
akibatnya. Tetapi sebagaimana kita ketahui di negri ini, seringkali
mencari
kambing hitamnya dulu yang menjadi penyebab kejadian, kemudian
berdasarkan
asumsi itu baru dicari solusinya. Karena dari awal (dan sampai sekarang)
yang menjadi kambing hitam adalah 100% Lapindo dengan pemboran sumur
BJP-1,
maka penanganan awal tertumpu kepada penanggulangan "drilling hazzard",
bukan penanggulangan mud vulcano. Dan kita bisa lihat kenyataannya
sekarang.
Barangkali itu saja yang ingin disampaikan, dan bagi rekan yang
"berlangganan" mimbar jum'at, semuanya sudah tahu.
----- Original Message -----
From: nyoto - ke-el
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Tuesday, March 13, 2007 7:42 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Respon-2 Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI
Pak Achmad Luthfi ternyata sebagai seorang Ketua IAGI (Ikatan Ahli
Geologi
Indonesia) kurang teliti didalam menulis Respon-2 ini. Perhatikan didalam
kalimat seperti tsb dibawah ini :
"Kita semua tahu bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur
BJP-1 pada tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa
Jogja".
Memang betul semburan lumpur panas tsb terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
hari Senin 29 Mei 2006 pagi, tetapi gempa Yogya terjadinya bukan hari
Senin
itu tetapi terjadinya 2 hari sebelumnya, yaitu hari Sabtu pagi2 sekali
tanggal 27 Mei 2006, bisa ditanyakan kepada orang2 di Yogyakarta yang
mengalami sendiri gempa itu atau data2 gempa Yogya, dimana jelas
terjadinya
bukan hari Senin 29 Mei melainkan hari Sabtu pagi2 tanggal 27 Mei 2006.
Apakah penyebutan terjadinya gempa Yogya tanggal 29 Mei 2006, sengaja
akan
dihubungkan dengan awal terjadinya semburan pertama lumpur panas
Sidoardjo,
supaya klop dengan teori pak Luthfi, yaitu penyebab terjadinya lumpur
panas
adalah akibat gempa Yogya ? Tetapi sayang sekali teori itu banyak sekali
kelemahannya pak (tidak didukung data yang benar).
Sekian dari saya, semoga pak Luthfi maklum.
Wassalam,
nyoto - TG'74
On 3/13/07, Achmad Luthfi <[EMAIL PROTECTED] > wrote:
RESPON-2 SURAT TERBUKA KEPADA KETUM IAGI
LULA adalah sebutan lain dari LUSI yang sudah lebih dulu popular, tdk
ada makna lain dibalik itu, bahkan ada yang menyebutnya LULUK (Luapan
Lumpur tanpa Kendali). Melihat skala luapan LULA yang begitu dahsya
tentu tidak seorangpun diantara kita ada yang pernah memperkirakan ada
semburan lumpur panas yang begitu dahsyat di cekungan jawa timur laut
walaupun di cekungan ini banyak tersebar mud volcano. Kita semua tahu
bahwa semburan lumpur tersebut terjadi disekitar sumur BJP-1 pada
tanggal 29 Mei 2006 pagi beberapa menit setelah terjadi gempa Jogja.
Spontan muncul berbagai komentar yang berbuah opini dari yang berdasar
scientific sampai yang non-scientific, makin hari makin kearah teknis,
terbentuk opini penyebabnya adalah tidak set casing dalam selang yang
panjang di BJP-1. Kalo tidak salah seminggu kemudian Menteri ESDM
membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Dr. Ir. Rudy Rubiandini
(Kang Rudy). Saya sering mengikuti diskusi teknis tim-nya Kang Rudy,
setelah diputuskan melakukan serangkaian pekerjaan dari mulai snubbing
unit sampai relief well dan belum menampakkan hasilnya, IAGI mengundang
Kang Rudy untuk jadi pembicara dalam buka puasa bersama tahun lalu di
hotel Sahid, topiknya adalah hasil kerja Kang Rudy dalam upaya mematikan
LULA. Kang Rudy berpendapat bahwa air (panas) bertekanan tinggi berasal
dari lubang bor kedalam 9000-an kaki, air mengalir keatas melalui lubang
bor menggerus shale diatasnya sehingga terjadi perlumpuran yang terus
bergerak ke atas melalui zona lemah dan terus ke permukaan. Dalam
kesempatan itu bagaimana kami bisa melakukan relief well sementara
pantat kami (maaf ini asli ucapan Kang Rudy) dikejar lumpur panas
(pemboran relief well spi kadalam 3600-an kaki gak maju2 sementara
permukaan lumpur panas naik begitu cepat). Salah seorang peserta buka
puasa bernama Hari (PT. Saripari) bertanya: kalau melihat volume lumpur
yang keluar mencapai seratusan meter kubik, diperlukan berapa banyak
pompa duplex untuk mematikan semburan mengingat kapasitas pompa jauh
lebih kecil dari volume lumpur yang keluar, mungkin diperlukan puluhan
pompa sekaligus. Waktu itu saya gak jelas apa jawaban Kang Rudy. Bagi
yang mengikuti seminar di BPPT yang lalu, pendapat Kang Rudy tersebut
mirip dengan teori satu (teori aliran) yang disampaikan/dipresentasikan
oleh DR. Ir. Doddy Nawangsidi (itb) yang menyampaikan empat macam teori
aliran, dengan fakta volume semburan lumpur Beliau mengemukakan bahwa
teori-1, teori-2, teori-3 tidak mungkin diterapkan untuk LULA, jadi yang
paling mungkin adalah teori empat, yakni lumpur panas sampai ke
permukaan tidak melalui lubang bor tapi melalui rekahan yang sangat
besar, saya (DR. Doddy) tidak tahu bagaimana rekahan itu terjadi apakah
akibat tektonik atau bukan karena saya (DR. Doddy) bukan ahli geologi.
Karena Kang Rudy sudah pernah berbicara di IAGI, teman2 panitia tidak
mengundang Kang Rudy sahabat saya sebagai pembicara dalam seminar di
BPPT yang lalu. Saya sangat menghargai DR. IR. Rudy Rubiandini, walaupun
masih muda Kang Rudy seorang guru yang punya kompetensi tinggi
dibidangnya (drilling engineering). Masih segar dalam ingatan saya dalam
milis IAGI pernah heboh atas wawancara Kang Rudy dengan radio Elshinta.
Bagi saya persahabatan dan kerukunan adalah nomor satu baik seprofesi
maupun antar profesi, kita harus kompak begitu kata Abah Yanto melalui
SMS. Untuk itu saya minta sekjen IAGI utk melakukan klarifikasi kepada
Kang Rudy dan hasilnya dimuat di milis ini. Saya percaya sebagai
seorang guru, Kang Rudy tidak sedikitpun berniat/bermaksud menuduh atau
menjelekkan rekan lain profesi. Sayang Kang Rudy mengajukan surat
pengunduran diri (surat ditembuskan ke saya, tapi saya tidak tahu apakah
sudah disetujui oleh MESDM). Itulah ilustrasi pertemanan saya dengan
Kang Rudy, kalau dalam seminar tersebut tidak mengundang Kang Rudy
sebagai pembicara tidak ada maksud lain yang tersembunyi.
DIMANA IAGI BERADA WAKTU TIM INVESTIGASI DIBENTUK?
Pada waktu rapat pembentukan tim investigasi, IAGI menugaskan DR. Edy
Sunardi (Ketua Departemen Pengembangan Keilmuan). Kang Edy diminta untuk
menjadi anggota tim investigasi, tapi Kang Edy tidak bersedia karena
sudah menjadi ketua tim IAGI untuk LULA. Apa yang dilakukan oleh tim
IAGI? Tim yang dipimpin Kang Rudy bekerja di lapangan lebih dulu
berfokus pada drilling engineering untuk mematikan LULA. Baru Kemudian
tim IAGI melakukan observasi lapangan dan sampling lumpur. Pada saat
yang sama ada tim subsurface ITS yang dipimpin oleh DR. Ir. Maki
melakukan survey VFL (Very Low Frequnce) dan tim dari geofisika itb yang
melakukan survey mikro seismic dan pemetaan penyebaran lumpur dengan
menggunakan foto udara yang dilakukan dgn cara sederhana (pesawat mainan
berkamera dikendalikan dengan remote control) semua tim bekerja 24 jam
bergantian. Area survey meliputi daerah Banjarpanji dan sekitarnya. Tim
IAGI, tim ITS, tim ITB melakukan diskusi secara intens di kampus ITS
maupun di hotel Shangrila bersama tim Kang Rudy.
...lanjutan epilog bersambung pada surat berikutnya........TOETOEGE
(Bersambung)
-----Original Message-----
From: R.P. Koesoemadinata [mailto: [EMAIL PROTECTED]
Sent: 25 Februari 2007 13:41
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI-(2)
SURAT TERBUKA KEPADA KETUA UMUM IAGI (2)
Di lain pihak yang sangat menarik adalah telah terungkapnya pula data
pemboran yang pada waktu sebelumnya (terutama pada permulaan erupsi
Lusi)
tidak pernah muncul pada laporan pemboran, yaitu yaitu bahwa 10 menit
setelah terjadinya gempa di Jogya, terjadi 'partial loss' dari lumpur
pemboran yang teramati pada mud pit. Hal yang sama diungkapkan pula oleh
Dr.
Doddy Nawangsidi, tetapi waktunya adalah 70 menit sesudah gempa (mungkin
Pak
Doddy ini keliru membaca 1 sebagai 7). Ini data yang sangat menarik
karena
sebelum data ini belum pernah dilaporkan dan menunggu 7 bulan untuk
terungkap. Di lain pihak Dr. Nawangsidi ini menunjukkan secara
kwantitafi
dengan menggunakan rumus reservoir (Darcy) dengan parameter2 yang
diasumsikan bagaimana tidak mungkinnya laju (rate of production) jumlah
air
sebegitu besar (100 sampai 160 juta meter kubik per hari?) dari satu
lubang
sumur yang menembus Kujung hanya 15 kaki saja.. Analisa ini tentu
merupakan
pukulan, paling tidak renungan, bagi mereka yang berpendapat bahwa
gunung
api lumpur ini bersumber dari air bertekanan tinggi dari reservoir
terumbu
Kujung yang telah ditembus sumur BP-1, walaupun tentu orang dapat
mempertanyakan data serta parameter yang diasumsikannya, serta adanya
tambahan sumber air panas lainnya yang ikut terpicu dengan underground
blow-out dari Kujung ini.
Mengenai stratigrafi lubang bor Dr. Adi Kadar dkk mengakui telah
mereview
serta menganalisa ulang data biostratigrafi dan disimpulkan bahwa
seluruh
lapisan batuan yang ditembus Banjar Panji hanyalah berumur Pleistocene
yang
menimbulkan kesan bahwa Formasi Kujung tidak tersentuh oleh sumur bor
ini.
Juga telah ditekankan keberadaan diapirism dalam selang overpressured
shale,
yang banyak menganggap sebagai sumber lumpur.
Mengenai sumber air ini masih juga ada yang berpendapat bahwa lumpur ini
berasal dari overpressured shale yang diyakini semua orang keberadaannya
jauh di atas formasi Kujung, namun berdasarkan analisa penampang seismic
dibantah oleh Dr. Alam sebagai mud diapir. Dr. Adriano Mazzini dari
Oslo
University masih berpandangan bahwa sumber lumpur ini adalah dari
overpressured shale ini, tetapi ketika ditanyakan oleh Richard Davies
bagaimana begitu banyak air dapat dihasilkan dari overpressured shale
ini,
mengingat shale adalah impermeable, yang bersangkutan menghindar untuk
menjawabnya dengan dalih pertanyaannya tidak jelas. Namun suatu hal
penting
yang dikemukakannya adalah bahwa cekungan Jawa Timur adalah matang
(ripe)
atau rawan terjadinya gunung api lumpur dibuktikan dengan adanya
overpressured shales dan banyaknya gunung api lumpur, tanpa pemboran
(atau
gempa) pun gunungapi lumpur dapat terjadi sewaktu-waktu. Mengenai
kayanya
cekungan Jawa Timur Utara juga telah dibahas oleh Dr. Djajang Sukarna,
Kepala Badan Geologi, dalam keynote speech nya
Yang menarik adalah makalah dari Dr. Gregorii Akhmanov dari Moscow
University yang membahas mud volcanism di Elean Basins yang, dengan
tidak
mengenyampingkan jenis gunungapi lumpur di daerah lain seperti shale
diapirism, menyatakan bahwa pembentukan mudvolcano di Elean basins
adalah
oleh hydro-fracturing. Hydro-fracturing adalah proses terjadinya LUSI
yang
dianut oleh mereka yang meyakini bahwa bahwa air dari Fm Kujung sebagai
penyebab semburan lumpur LUSI. Saya catat bahwa tidak ada makalah yang
membahas berbagai jenis atau klasifikasi mudvolcano, sedangkan menurut
hemat
saya gunungapi lumpur itu ada berbagai jenis dengan yang disebabkan
shale
diapirism di satu ujung (end member), biasanya merupakan lumpur kental
dan
membentuk keruncut yang terjal, dan jenis mud spring di ujung lain, yang
sangat encer (kadar air yang sangat tinggi) dan nyaris tidak membentuk
kerucut atau kerucut yang sangat landai. Saya menganggap LUSI ini lebih
sebagai jenis mud spring.
Walaupun makalah-makalah pada umumnya membahas asal gunungapi lumpur
disebabkan air yang bertekanan tinggi, yang boleh jadi disebabkan gempa,
namun gunungapi Lusi disimpulkan selain terjadi secara alamiah juga
disebabklan karena rekahan dan aktivitas tektonik yang diakibatkan oleh
gempa bumi Jogya. Namun anehnya pada seluruh persidangan ini tidak
satupun
ada makalah yang membahas tektonik serta sistim sesar dari daerah
Sidoarjo,
bahkan peta geologi yang menunjukkan patahanpun nyaris tidak ada kecuali
peta sesar Watukosek dengan satu garis saja yang menghubungkan Watukosek
dengan Lusi dan G. Anyar dengan arah NNE-SSW.dan sesar-sesar amblasan
yang
berarahkan WSW-ENE yang menghubungkan semburan-semburan lumpur yang
sekarang
sudah tidak aktif lagi. Apa lagi pembahasan bagaimana mekanisme gempa
bumi
Jogya dapat mengakibatkan sesar (rekahan) itu sama sekali tidak ada.
Inilah yang dikeluhkan Dr. Benyamin Sapiie dari ITB pada komentar yang
diberikannya sesaat sebelum rumusan akhir dari hasil workshop ini
dibacakan.
Beliau menyatakan betapa pentingnya kita menganalisa tegangan-tegangan
tektonik yang aktif di daerah Sidoarjo ini untuk menentukan critical
stresses yang didapatkan, namun pembahasan ini tidak ada sama sekali.
Sdr. Ketua yang terhormat.
Saya sangat prihatin dengan hasil dari workshop yang disebutkan sebagai
bertaraf internasional ini. Rumusan yang diberikan banyak tidak relevant
dengan apa yang dibahas, bahkan cenderung bertolak belakang. Ini sangat
menyedihkan, orang awampun akan bertanya-tanya apakah kesimpulan dari
workshop ini sudah ditentukan sebelumnya demi kepentingan nasional?
Komentar
di masyarakat ilmiah di luar negeri pun sudah bermunculan.
Sampai di mana kebenaran pengamatan dan pendengaran saya ini selama
mengikuti persidangan tentu akan ada yang meragukannya mengingat usia
saya
yang sudah lanjut ini. Untuk itu saya sudah meminta pada panitya supaya
bisa mendapatkan Power Point files dari presentasi masing-masing
pembicara
itu. Namun sayangnya panitiya hanya akan memberikannya sesudah dilakukan
peng-edit-tan terlebih dulu (mengingat adanya data-data yang dianggap
confidential oleh BP Migas).
Satu hal yang menarik adalah Workshop ini tidak memberikan rekomendasi
mengenai langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi
masalah ini, atau kapan . Padahal inilah yang ditunggu-tunggu oleh
masyarakat. Masyarakat tidak terlalu peduli mengenai apa penyebab
gunungapi
lumpur ini, walaupun mereka cenderung untuk menyalahkan pemboran. Yang
berkepentingan dalam apa penyebab dari gejala ini adalah dalam masalah
soal
siapa yang harus menanggung biaya penanggulangan bencana ini. Masyarakat
hanya ingin mendengar bagaimana bencana lumpur ini dapat dihentikan.
Tentu
saja kita bisa berdalih bahwa untuk dapat menghentikan semburan lumpur
itu
kita harus tahu penyebabnya. Kalau panitya workshop ini berkeyakinan
bahwa
hasil workshop ini adalah LUSI murni gejala alam dan tidak dapat
dihentikan
dan tidak dapat diprediksikan kapan akan berhentiknya, maka satu-satunya
rekomendasi yang bisa diberikan adalah mengevakuasi (mengosongkan)
daerah
yang dipengaruhi LUSI, khususnya daerah yang bakal amblas, membangun
tanggul
sekitarnya serta mengalirkan airnya dengan saluran bertanggul ke laut,
sedangkan lumpur padatnya secara alamiah dapat ditinggalkan di daerah
amblasan, bahkan mudah-mudahan dapat mengkompensasi amblasannya sendiri.
Saya lihat ada lebih dari 1 makalah (a.l. dari Dr. Ir. Prihadi
Sumintapura
dari ITB) para pakar kita telah mampu melakukan deliniasinya. Saya
sadar
bahwa pernyataan demikian mungkin mempunyai dampak yang luas bagi
masyarakat, tetapi saya kira itu satu-satunya rekomendasi yang dapat
diberikan kalau panitia perumus menganggap penyebab ini gejala alam yang
tidak dapat dihentikan atau tidak dapat diprediksi kapan berhentinya..
(bersambung)
------------------------------------------------------------------------
----
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to
[EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI & the 36th IAGI Annual
Convention and Exhibition,
Patra Bali, 19 - 22 November 2007
------------------------------------------------------------------------
----
To unsubscribe, send email to:
iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to:
iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1:
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to
[EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to:
iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to:
iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1:
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------