Gajah ini menarik. Kalau ditemukan di Kalimantan itu normal saja. Tapi kalau
ditemukan di Sulawesi itu perlu diterangkan. Dr.Fachrul Azis pernah menulis
tentang gajah di Indonesia Timur. Silahkan kontak beliau Hp.08122382446 di
P3G sekarang PSG.
M.Untung
----- Original Message -----
From: "Doddy Suryanto" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Sent: Tuesday, April 29, 2008 2:07 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Kendali Geologi atas Biogeografi Sumatra
Bang Herman,
Gajah bukan benar-benar binatang suci di Thailand. Konon katanya salah
satu raja di Thailand dulu mempunyai gajah sebagai salah satu sarana
transportasinya dulu.
Terlebih-lebih di bagian utara Thailand, gajah banyak sekali dijumpai.
Bahkan cerita2 rakyat sini dulu bilang kalo gajah digunakan sebagai
teman dalam bertempur.
Mungkin semacam cerita kuda yang dipakai dalam pertempuran di beberapa
kerajaan di Indonesia dulu.
Disini gajah juga dipakai di beberapa tempat sebagai atraksi.
-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, 29 April, 2008 1:51 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] Kendali Geologi atas Biogeografi Sumatra
Abah,
Sekedar info...
Di pulau Kalimantan atau Borneo ada gajah di bagian utara. Tapi
ceritanya berbeda dengan gajah Sumatra.
Konon raja Thailand memberikan gajah sebagai kenang-kenangan kepada
kerajaan di Sabah-Brunei. Di Thailand gajah ini dianggap suci. Kerajaan
di Sabah, tidak tau apa harus dibuat dengan gajah-gajah ini. Jadi mereka
lepaskan saja di hutan. Akhirnya mereka berkembang biak di hutan, tapi
jumlahnya masih tetap terbatas.
Herman
-----Original Message-----
From: yanto R.Sumantri [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, April 29, 2008 8:17 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Kendali Geologi atas Biogeografi Sumatra
Awang
Pertanyaan kecil dari saya : "
mengapa di Kalimantan tidak berkembang binatang binatang besar seperti
gajah , harimau , badak dan sejenisnya".
Di Kompas hari ini
dimuat berita yang menyebutkan bahwa "banteng Kalimantan" masih
ada di kabupaten Lamandau. Jejak jejaknya serta kotoran-nya sering
ditemukan dimataair asin.
Malahan ditemukan satu induk banteng engan
anaknya , sayang induknya dibunuh , anaknya sekarang dipelihara
disalah satu kampung , sudah dicek memang Banteng.
Kalau brita ini
benar , sangat mengembirakan dan merupakan pekerjaan rumah untuk
penelitian banteng selanjutnya.
Apakah banteng adanya di
Jawa dan Kalimantan ? Apakah di Sumantra tidak ada ?
Kalau iya ,
apakah ini bukan merupakan penyimpangan dari theori yang Awang sebutkan
?
Si Abah
_____________________________________________________________________
Dalam beberapa tulisan terdahulu, saya pernah
mengulas kontrol geologi
atas biogeografi. Berikut ini saya akan
mengulas bagaimana Pulau Sumatra
dan seluruh pulau busur
luarnya (Simeulue-Enggano) dan pulau-pulau di
sebelah timurnya
(Riau Kepulauan, Bangka, Belitung, Anambas-Natuna)
memenuhi
dengan ideal apa yang disebut dengan “teori biogeografi
pulau”
(theory of island biogeography). Data dan
interpretasi didasarkan kepada
publikasi2 di dalam bidang
geologi, biologi, botani, zoologi, dan
klimatologi.
Teori Biogeografi Pulau mengatakan bahwa pulau2 kecil dan
jauh mendukung
lebih sedikit spesies (jenis) daripada pulau2
besar yang dekat dengan
daratan utama. Penghunian pulau akan
merupakan kesetimbangan dari dua
hal : kolonisasi pulau oleh
spesies imigran dan punahnya spesies di
pulau itu. Tingkat
kolonisasi akan tinggi bila pulau terletak dekat
daratan utama.
Sebaliknya, tingkat kepunahan akan lebih besar di pulau
yang
jauh dan kecil karena populasinya terbatas sehingga sekali kena
penyakit yang pandemik peluang kepunahannya besar. Maka, pulau besar
dan
dekat akan semakin kaya jenis, pulau kecil dan jauh akan
semakin miskin
jenis.
Yang mengontrol
pulau besar-dekat atau pulau kecil-jauh adalah geologi.
Yang
mengontrol pulau terhubung dengan daratan utama atau terisolasi
adalah geologi. Yang mengontrol perkembangan pulau-pulau dari waktu ke
waktu dalam sejarah alam adalah geologi. Maka, memahami dengan
baik
evolusi geologi sebuah wilayah kepulauan akan memampukan
kita membuat
prediksi keragaman jenis wilayah itu.
Hubungan antara ukuran pulau dan jumlah jenis/spesies adalah
linier dan
relatif konstan untuk sekelompok hewan dan tanaman.
Whitten et al.
(2000) membuktikan hal ini. Mereka
mempublikasikan penelitian jumlah
jenis burung darat dan air
tawar 23 pulau terpilih di Indonesia dan
sekitarnya, dan
menemukan bahwa jumlah jenis terendah ada di Pulau
Christmas
(sekitar 10 jenis) dan jumlah jenis terbanyak dimiliki Papua
(Indonesia dan PNG) sekitar 800 jenis. Tiga besar pemegang jumlah jenis
terbanyak adalah : Papua, Kalimantan, Sumatra – sesuai dengan
pemegang
predikat tiga ukuran pulau terbesar. Umumnya, bila
sebuah pulau
berkurang ukurannya 10 x, maka jumlah jenisnya
berkurang setengahnya.
Ukuran pulau pun berhubungan
dengan ukuran jenis yang ada. Binatang
besar yang ada di pulau
kecil akan punah terlebih dahulu sebab berbagai
faktor dalam
seleksi alam. Menariknya, binatang-binatang kecil yang ada
di
pulau kecil bisa menjadi lebih besar ukurannya dibandingkan dengan
saudara sejenisnya yang hidup di pulau besar (tentang ini pernah
saya
ulas mengapa Homo floresiansis menjadi kerdil di Flores -
sementara
tikus2nya menjadi berukuran raksasa –lihat
lampiran di bawah; theory of
island dwarfism). Maka, bila kita
melakukan pekerjaan geologi lapangan
ke pulau-pulau di sebelah
barat Sumatra tidak perlu kuatir akan berjumpa
dengan harimau,
macan tutul, gajah, banteng, atau badak Sumatra.
Sekarang kita lihat kasus Sumatra. Sumatra merupakan salah satu pulau
terkaya akan jenis binatang. Jenis mamalia terbanyak di Indonesia
ada di
Sumatra, jenis burungnya terbanyak kedua setelah Papua.
Kekayaan jenis
ini karena ukuran pulaunya yang besar, variasi
habitatnya, dan hubungan
masa lampaunya dengan daratan utama
Asia. Ada 23 spesies endemik (khas,
hanya ada di tempat itu di
dunia) di Sumatra, 14 di antaranya ada di
Kepulauan Mentawai
(Corbert dan Hill, 1992; Ruedi dan Fumagalli, 1996).
Sementara itu, Pulau Simeulue di posisi paling utara rangkaian
kepulauan
busur luar ini, dan Pulau Enggano di posisi paling
selatan; sangat
miskin akan kekayaan spesies. Mengapa Kepulauan
Mentawai memiliki
kontras tersendiri ? Sejarah geologi
perkembangan pulau-pulau ini akan
menjadi kunci ke arah
jawaban.
Sejarah geologi dan perkembangan
pulau-pulau ini relatif terhadap
daratan utama Sumatra paling
tidak sejak 1 juta tahun yang lalu sampai
saat ini menunjukkan
bahwa bagian paling utara (Simeulue) dan bagian
paling selatan
(Enggano) busur luar ini tidak pernah bersatu dengan
Sumatra,
sementara bagian tengahnya (Mentawai) bersatu dari 1 – 0.5 Ma
(juta tahun yang lalu) dan terpisah dari Sumatra sejak 500 ribu
tahun
yang lalu.
Antara 1-0.5 Ma,
Kepulauan Mentawai mengalami kolonisasi oleh spesies2
yang
bermigrasi dari daratan utama Sumatra, sementara Simeulue dan
Enggano tidak karena mereka selamanya terisolasi. Kemudian, pada 0.5 Ma
hubungan Mentawai-Sumatra terputus, sejak itu Mentawai mengalami
isolasi. Bentuk-bentuk primitif spesies yang mengkolonisasi
Mentawai
berkembang sendiri melalui mekanisme spesiasi dalam
evolusi. Spesies2
awal Indo-Malaya yang
”terperangkap” di Mentawai kemudian berkembang
sendiri dan menjadi endemik saat ini, jauh lebih endemik daripada
hewan2
di daratan Sumatra yang pernah menjadi sumber aliran
gen-nya.
Pulau-pulau di sebelah timur Sumatra (Riau
Kepulauan, Bangka-Belitung)
hampir selalu bersatu secara geologi
dengan Sumatra; maka dapat
diprediksi bahwa variasi spesiesnya
tak akan jauh berbeda dengan
Sumatra, spesies endemiknya akan
minimal. Benar, pulau2 Riau dan Lingga
serta Anambas/Natuna tak
punya jenis yang endemik (meskipun dalam
tingkat sub-jenis ada
juga yang endemik). Mamalianya lebih mirip Sumatra
atau
Kalimantan daripada Mentawai. Menurut data van der Zon (1979),
jumlah jenis di kepulauan Riau-Lingga-Bangka-Belitung-Anambas-Natuna
45-58 % mirip jenis-jenis Sumatra dan Kalimantan; sedangkan jumlah
jenis
di kepulauan Mentawai hanya 26 % mirip jumlah jenis di
Sumatra dan
Kalimantan. Sebuah kontras bio/zoogeografi; tetapi
kita bisa memahaminya
sebab terdapat kontras geologi yang
signifikan antara Mentawai dengan
Sumatra-Riau-Bangka-Belitung-Natuna.
Di dalam Pulau
Sumatra sendiri terdapat juga kontras biogeografi yang
juga
dikendalikan oleh geologi. Barier terhadap biogeografi di daratan
Sumatra berupa sungai-sungai yang terlalu lebar dan pegunungan
yang
terlalu tinggi untuk diseberangi. Sebuah minor boundary
zone
biogeografi ditaruh para ahli biogeografi tepat di
sepanjang Sesar
Sumatra. Apakah sesar ini menjadi garis
demarkasi yang gagal dilewati
para hewan ? Tidak, garis
demarkasinya adalah Pegunungan Bukit Barisan
yang tinggi yang
memang duduk di sepanjang Sesar Sumatra. Minor boundary
ini
membatasi aliran pertukaran gen dan memisahkan subspesies.
Sebuah major boundary menarik yang memisahkan seluruh spesies
ditaruh
para ahli memanjang BD-TL dari timurlaut Pulau Nias ke
arah timurlaut
memotong Danau Toba sampai ke sekitar Medan.
Garis demarkasi besar ini
di sekitar Pulau Nias berimpit dengan
barier besar geologi Sesar Batee
yang memisahkan platelet Aceh
dari sisa plate Eurasia yang diduduki
Sumatra; tetapi makin ke
timur laut ia menyimpang dari jalur Sesar
Batee. Jumlah jenis di
sebelah utara dan selatan major boundary ini
lumayan kontras.
Beberapa spekulasi dikemukakan, berhubungan dengan
sebaran tuf
erupsi Toba 75.000 tahun yang lalu yang lebih banyak di
sebelah
utara batas biogeografi, atau berhubungan dengan tiupan angin
kering tipe Fohn dari Padang Lawas-Padang Sidempuan yang akan
mengeringkan cuaca dan menghentikan migrasi hewan dari selatan yang
mencoba melalui garis demarkasi ini (Oldeman et al., 1970).
Aliran
migrasi yang berhenti akan menghentikan aliran gen untuk
spesiasi,
sehingga variasi spesies dua
wilayah akan
kontras.
Demikian tinjauan sederhana bagaimana
geologi mengendalikan
keanekaragaman hayati sebuah wilayah. Di
Indonesia, persada kita
tercinta, sejarah alam telah
mengawetkannya dan kini memperlihatkannya
kepada kita. Semoga
kita sadar dan menghargai kekayaan sejarah alam ini.
salam,
awang
LAMPIRAN
Date: Sun, 31 Oct 2004 18:13:20 -0800 (PST)
From: "Awang Satyana" <[EMAIL PROTECTED]> Add to
Address Book
Subject: Re: [iagi-net-l] Manusia Hobbit Homo
floresiensis
To: iagi-net@iagi.or.id,
[EMAIL PROTECTED]
Laporan Rowland (1992) :
Timor : including islands of Roti and Ndao –
World
Bibliographical Series V. 142, Oxford Press (bisa dibaca di
Kathryn Monk et al., 1997 : The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku
–
Periplus Editions, Singapore) ternyata sudah menyebut2
keberadaan
semacam “hobbit” ini di Flores bahkan di
beberapa pulau lainnya di Nusa
Tenggara. Disebutnya bahwa di
Upper Paleolithic (40.000-6000 BP), Nusa
Tenggara dan sekitarnya
dihuni oleh manusia moderen Homo sapiens yang
merupakan golongan
pemburu dan pengumpul (hunter-gatherers) Australoid
pygmy yang
bermigrasi dari barat. Mereka diperkirakan datang dari
daratan
utama Asia melalui Filipina. Kehadirannya juga ditandai dengan
alat2 batu yang besar dan punahnya beberapa fauna (stegodon, kadal
raksasa, dan penyu daratan) di Sulawesi, Flores, dan Timor.
Orang2
kerdil ini kata Rowland (1992) tinggal di dalam gua2 atau
rumah batu
yang digali di bukit2 atau di dekat pantai. Penghuni2
kerdil di Timor
ini bisa jadi yang
bermigrasi ke
Australia.
Pendapat Rowland ini berarti tidak
sejalan dengan pendapat bahwa
aborigin Australia berasal dari
manusia Ngandong yang bermigrasi dari
Jawa melalui Nusa
Tenggara. Di Nusa Tenggara banyak artefak industri
Pacitanian
atau Sangiranian yang diperkirakan pembuatnya adalah manusia
Ngandong (van den Bergh et al., 1996 : Did Homo erectus reach the
island
of Flores ? – BIPPA / Bull. of the Indo-Pacific
Prehistory Association,
v. 14, p. 27-36).
Jacob (1967) : “Some Problems Pertaining to the Racial History of
the
Indonesian Region“ pernah menemukan rangka manusia
perempuan dewasa
bersosok kecil di sebuah gua bernama Liang Toge
di Flores dengan umur
2000 SM. Sisa rangka dari beberapa situs
di Flores semuanya diduga
bertarikh Holosen dan termasuk ke para
leluhur populasi
Australo-Melanesia yang sekarang mendiami pulau
Flores.
Saya pikir “hobbit” di Flores
itu hanya menunjukkan suatu ras dalam Homo
sapiens, bukan
hominid. Memang benar bahwa semua populasi mengalami
seleksi
alamiah dan genetic drift yang akan berakibat menimbulkan
kelompok ras tertentu melalui polimorfisme, tetapi kurun waktu yang
singkat menyulitkan untuk menerima bahwa suatu evolusi lokal
telah
terjadi di sini. Dan sangat mungkin pula bahwa
“hobbit” di Flores itu
juga merupakan sisa ras lama
yang terawetkan saat ekspansi migrasi ras
Mongoloid Selatan
terjadi ke seluruh dunia. Sebagian besar penduduk
kawasan
Indo-Malaysia sekarang termasuk ke fenotipe Mongoloid Selatan.
Tetapi di wilayah2 ini juga ada populasi2 lain yang walaupun kecil
jumlahnya tetapi penting dalam sejarah, yaitu ras Negrito
(Australoid/Austro-Melanesia) yang masih tinggal di Malaysia dan
Filipina yang bertubuh kecil. Tubuh pendek ini juga memang bisa terjadi
sebagai adaptasi terhadap lingkungan, walaupun ini tak selalu
benar
sebab penelitian terhadap orang
pygmy di Afrika
(Merimee et al., 1981) : “Dwarfism in the Pygmy” –
New
England Journal of Medicine vol.305, no. 17 menemukan bahwa
mereka
ternyata kekurangan hormon IGF-I, yaitu hormon mirip
insulin yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Salam,
awang
---------------------------------
Be a better friend, newshound,
and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it
now.
--
_______________________________________________
Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate
jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu
lakonan.
------------------------------------------------------------------------
--------
PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
* acara utama: 27-28 Agustus 2008
* penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008
* pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008
* batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008
* abstrak / makalah dikirimkan ke:
www.grdc.esdm.go.id/aplod
username: iagi2008
password: masukdanaplod
------------------------------------------------------------------------
--------
PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
* pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
* penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung
AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!!
------------------------------------------------------------------------
-----
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no
event shall IAGI and its members be liable for any, including but not
limited to direct or indirect damages, or damages of any kind
whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of
or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing
list.
---------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
* acara utama: 27-28 Agustus 2008
* penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008
* pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008
* batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008
* abstrak / makalah dikirimkan ke:
www.grdc.esdm.go.id/aplod
username: iagi2008
password: masukdanaplod
--------------------------------------------------------------------------------
PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
* pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
* penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung
AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!!
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------