> Terima kasih , jadi di Kaltim masih ada banteng ,yang tentunya
jumlahnya sedikit sekali ,tapi apakah itu banteng sekarang masih ada di
Kaltim ?
Mengapa kalau banteng di Jawa begitu di "sayang" ?
di Kalimantan kok ndak ya ?Apa karena topik  pelestarian fauna di
Kalimanatn lebih terfokus kapada  orang hutaN ??
(Itupun kalau
tidak salah dengan biaya WWF).

Si Abah

______________________________________________________________________

   Abah,
> 
>   Tahun 1991 dalam sebuah
survey geologi bernama "line Golf-Hotel" di
> hutan
Sangatta, Kalimantan Timur saya (dan Pak Elan Biantoro) berhadapan
> langsung dengan banteng yang besar sekali. Saat itu, kami sedang
> berendam di sebuah lubuk sungai yang cukup jernih dan
menyegarkan,
> maklum kepanasan setelah berjalan sepanjang
lintasan itu. Tiba2 dari
> arah tebing berhutan ada suara seperti
pohon runtuh. Kami yang semula
> sedang tertawa2 mendadak terdiam
dan mengamati ke arah tebing. Seekor
> banteng besar menuruni
tebing ke arah kami. Kuatir terjadi apa2, kami
> serentak menyelam
di lubuk itu bersembunyi. Tetapi, rupanya sang banteng
> lari
kembali ke atas demi melihat kami, ketakutan melihat manusia,
>
padahal kami juga ketakutan melihat banteng yang mungkin mau minum di
> lubuk tersebut. Nah, banteng memang ada di Kalimantan, saya
melihatnya
> dengan jelas, bukan hanya jejaknya.
> 
>   Banteng juga ada di Sumatra, pernah dilaporkan orang ada di
Sumbagsel,
> dan pernah diliput laporannya di majalah Gatra
beberapa tahun yang lalu
> (kebetulan pernah baca).
> 
>   Tetapi, banteng adalah hewan endemik Jawa, namanya saja Bos
javanicus
> d'Alton. Yang ada di Kalimantan dan Sumatra mungkin
lain sub-spesiesnya,
> bisa digali lebih jauh informasinya.
> 
>   Walaupun Sumatra-Kalimantan-Jawa pernah bersatu
sebagai daratan, tak
> mesti semua hewan besar itu berada di
pulau2 tersebut. Kapan migrasinya,
> kapan glasiasi, kapan
deglasiasi harus diteliti untuk mencari jawaban
> mengapa harimau
hanya berkembang di sumatra (Panthera tigris sumatrae)
> dan Java
(Panthera tigris javanicus); juga gajah mengapa hanya ada di
>
Sumatra (Elephas maximus indica), tak ada di Jawa dan Kalimantan. Atau,
> badak hanya ada di Sumatra (Rhinoceros sumatrae) dan Jawa
Rhinoceros
> sondaicus), tidak di Kalimantan; dan mengapa
orangutan (Pongo pygmaeus)
> hanya ada dominan di Kalimantan,
sedikit di Sumatra, tak ada di Jawa.
> Atau, mengapa bekantan
(Hylobates molokh) hanya ada di rawa2 Kalimantan
> Timur dekat
wilayah Total, tak ada di tempat lain mana pun di Sundaland.
>
Beberapa hewan memang endemik, dan bukan hewan jenis perantau yang
> meskipun ada jembatan daratan, ia tak bermigrasi. Gajah purba pun
pernah
> ditemukan di Cabenge, Sulawesi Selatan sebagai fosil,
juga di
>  wilayah Nusa Tenggara.
> 
>   Suatu hal
yang aneh juga adalah bahwa para cendrawasih Sorong-Salawati
> tak
mau bersatu dengan para cenderawasih di Batanta dan Waigeo, padahal
> lebar Selat Dampier yang memisahkannya tak seberapa lebarnya -
tetapi di
> situ ada barier besar geologi : Sorong Fault. Para
cenderawasih itu tak
> mau menyeberangi Sorong Fault (lihat buku
ekspedisi Wallace di Indonesia
> - tentu Wallace tak menyebut
Sorong Fault, tetapi kita tahu bahwa di
> bawah Selat Dampier yang
dalam ada Sorong Fault).
> 
>   salam,
>  
awang
> 
>   "yanto R.Sumantri"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> 
> 
>> Awang
> 
> Pertanyaan kecil dari saya :
"
> mengapa di Kalimantan tidak berkembang binatang binatang
besar seperti
> gajah , harimau , badak dan sejenisnya".
> Di Kompas hari ini
> dimuat berita yang menyebutkan bahwa
"banteng Kalimantan" masih
> ada di kabupaten Lamandau.
Jejak jejaknya serta kotoran-nya sering
> ditemukan dimataair
asin.
> Malahan ditemukan satu induk banteng engan
>
anaknya , sayang induknya dibunuh , anaknya sekarang dipelihara
>
disalah satu kampung , sudah dicek memang Banteng.
> Kalau brita
ini
> benar , sangat mengembirakan dan merupakan pekerjaan rumah
untuk
> penelitian banteng selanjutnya.
> 
>
Apakah banteng  adanya di
> Jawa dan Kalimantan ? Apakah di
Sumantra tidak ada ?
> Kalau iya ,
> apakah ini bukan
merupakan penyimpangan dari theori yang Awang sebutkan
> ?
> 
> Si Abah
> 
>
_____________________________________________________________________
> 
>    Dalam beberapa tulisan terdahulu, saya pernah
> mengulas kontrol geologi
>> atas biogeografi. Berikut
ini saya akan
> mengulas bagaimana Pulau Sumatra
>> dan
seluruh pulau busur
> luarnya (Simeulue-Enggano) dan pulau-pulau
di
>> sebelah timurnya
> (Riau Kepulauan, Bangka,
Belitung, Anambas-Natuna)
>> memenuhi
> dengan ideal
apa yang disebut dengan &ldquo;teori biogeografi
> pulau&rdquo;
>> (theory of island biogeography). Data dan
>
interpretasi didasarkan kepada
>> publikasi2 di dalam bidang
> geologi, biologi, botani, zoologi, dan
>>
klimatologi.
>>
> 
>> Teori Biogeografi
Pulau mengatakan bahwa pulau2 kecil dan
> jauh mendukung
>> lebih sedikit spesies (jenis) daripada pulau2
> besar
yang dekat dengan
>> daratan utama. Penghunian pulau akan
> merupakan kesetimbangan dari dua
>> hal : kolonisasi
pulau oleh
> spesies imigran dan punahnya spesies di
>>
pulau itu. Tingkat
> kolonisasi akan tinggi bila pulau terletak
dekat
>> daratan utama.
> Sebaliknya, tingkat kepunahan
akan lebih besar di pulau
>> yang
> jauh dan kecil
karena populasinya terbatas sehingga sekali kena
>>
>
penyakit yang pandemik peluang kepunahannya besar. Maka, pulau besar
> dan
>> dekat akan semakin kaya jenis, pulau kecil dan
jauh akan
> semakin miskin
>> jenis.
>>
>> Yang mengontrol
> pulau besar-dekat atau pulau
kecil-jauh adalah geologi.
>> Yang
> mengontrol pulau
terhubung dengan daratan utama atau terisolasi
>>
>
adalah geologi. Yang mengontrol perkembangan pulau-pulau dari waktu ke
>> waktu dalam sejarah alam adalah geologi. Maka, memahami
dengan
> baik
>> evolusi geologi sebuah wilayah
kepulauan akan memampukan
> kita membuat
>> prediksi
keragaman jenis wilayah itu.
>>
>> Hubungan antara
ukuran pulau dan jumlah jenis/spesies adalah
> linier dan
>> relatif konstan untuk sekelompok hewan dan tanaman.
>
Whitten et al.
>> (2000) membuktikan hal ini. Mereka
>
mempublikasikan penelitian jumlah
>> jenis burung darat dan
air
> tawar 23 pulau terpilih di Indonesia dan
>>
sekitarnya, dan
> menemukan bahwa jumlah jenis terendah ada di
Pulau
>> Christmas
> (sekitar 10 jenis) dan jumlah
jenis terbanyak dimiliki Papua
>>
> (Indonesia dan PNG)
sekitar 800 jenis. Tiga besar pemegang jumlah jenis
>>
terbanyak adalah : Papua, Kalimantan, Sumatra &ndash; sesuai dengan
> pemegang
>> predikat tiga ukuran pulau terbesar.
Umumnya, bila
> sebuah pulau
>> berkurang ukurannya 10
x, maka jumlah jenisnya
> berkurang setengahnya.
>>
>> Ukuran pulau pun berhubungan
> dengan ukuran jenis yang
ada. Binatang
>> besar yang ada di pulau
> kecil akan
punah terlebih dahulu sebab berbagai
>> faktor dalam
>
seleksi alam. Menariknya, binatang-binatang kecil yang ada
>>
di
> pulau kecil bisa menjadi lebih besar ukurannya dibandingkan
dengan
>> saudara sejenisnya yang hidup di pulau besar (tentang
ini pernah
> saya
>> ulas mengapa Homo floresiansis
menjadi kerdil di Flores -
> sementara
>> tikus2nya
menjadi berukuran raksasa &ndash;lihat
> lampiran di bawah; theory
of
>> island dwarfism). Maka, bila kita
> melakukan
pekerjaan geologi lapangan
>> ke pulau-pulau di sebelah
> barat Sumatra tidak perlu kuatir akan berjumpa
>> dengan
harimau,
> macan tutul, gajah, banteng, atau badak Sumatra.
>>
>>
> Sekarang kita lihat kasus Sumatra.
Sumatra merupakan salah satu pulau
>> terkaya akan jenis
binatang. Jenis mamalia terbanyak di Indonesia
> ada di
>> Sumatra, jenis burungnya terbanyak kedua setelah Papua.
> Kekayaan jenis
>> ini karena ukuran pulaunya yang besar,
variasi
> habitatnya, dan hubungan
>> masa lampaunya
dengan daratan utama
> Asia. Ada 23 spesies endemik (khas,
>> hanya ada di tempat itu di
> dunia) di Sumatra, 14 di
antaranya ada di
>> Kepulauan Mentawai
> (Corbert dan
Hill, 1992; Ruedi dan Fumagalli, 1996).
>>
>>
> Sementara itu, Pulau Simeulue di posisi paling utara rangkaian
> kepulauan
>> busur luar ini, dan Pulau Enggano di posisi
paling
> selatan; sangat
>> miskin akan kekayaan
spesies. Mengapa Kepulauan
> Mentawai memiliki
>>
kontras tersendiri ? Sejarah geologi
> perkembangan pulau-pulau
ini akan
>> menjadi kunci ke arah
> jawaban.
>>
>> Sejarah geologi dan perkembangan
>
pulau-pulau ini relatif terhadap
>> daratan utama Sumatra
paling
> tidak sejak 1 juta tahun yang lalu sampai
>>
saat ini menunjukkan
> bahwa bagian paling utara (Simeulue) dan
bagian
>> paling selatan
> (Enggano) busur luar ini
tidak pernah bersatu dengan
>> Sumatra,
> sementara
bagian tengahnya (Mentawai) bersatu dari 1 &ndash; 0.5 Ma
>>
(juta tahun yang lalu) dan terpisah dari Sumatra sejak 500 ribu
>
tahun
>> yang lalu.
>>
>> Antara 1-0.5
Ma,
> Kepulauan Mentawai mengalami kolonisasi oleh spesies2
>> yang
> bermigrasi dari daratan utama Sumatra, sementara
Simeulue dan
>>
> Enggano tidak karena mereka selamanya
terisolasi. Kemudian, pada 0.5 Ma
>> hubungan Mentawai-Sumatra
terputus, sejak itu Mentawai mengalami
>> isolasi.
Bentuk-bentuk primitif spesies yang mengkolonisasi
> Mentawai
>> berkembang sendiri melalui mekanisme spesiasi dalam
>
evolusi. Spesies2
>> awal Indo-Malaya yang
>
&rdquo;terperangkap&rdquo; di Mentawai kemudian berkembang
>>
> sendiri dan menjadi endemik saat ini, jauh lebih
endemik daripada
> hewan2
>> di daratan Sumatra yang
pernah menjadi sumber aliran
> gen-nya.
>>
>> Pulau-pulau di sebelah timur Sumatra (Riau
> Kepulauan,
Bangka-Belitung)
>> hampir selalu bersatu secara geologi
> dengan Sumatra; maka dapat
>> diprediksi bahwa variasi
spesiesnya
> tak akan jauh berbeda dengan
>> Sumatra,
spesies endemiknya akan
> minimal. Benar, pulau2 Riau dan
Lingga
>> serta Anambas/Natuna tak
> punya jenis yang
endemik (meskipun dalam
>> tingkat sub-jenis ada
> juga
yang endemik). Mamalianya lebih mirip Sumatra
>> atau
>
Kalimantan daripada Mentawai. Menurut data van der Zon (1979),
>>
> jumlah jenis di kepulauan
Riau-Lingga-Bangka-Belitung-Anambas-Natuna
>> 45-58 % mirip
jenis-jenis Sumatra dan Kalimantan; sedangkan jumlah
> jenis
>> di kepulauan Mentawai hanya 26 % mirip jumlah jenis di
> Sumatra dan
>> Kalimantan. Sebuah kontras
bio/zoogeografi; tetapi
> kita bisa memahaminya
>>
sebab terdapat kontras geologi yang
> signifikan antara Mentawai
dengan
>>
> Sumatra-Riau-Bangka-Belitung-Natuna.
>>
>> Di dalam Pulau
> Sumatra sendiri terdapat
juga kontras biogeografi yang
>> juga
> dikendalikan
oleh geologi. Barier terhadap biogeografi di daratan
>> Sumatra
berupa sungai-sungai yang terlalu lebar dan pegunungan
> yang
>> terlalu tinggi untuk diseberangi. Sebuah minor boundary
> zone
>> biogeografi ditaruh para ahli biogeografi tepat
di
> sepanjang Sesar
>> Sumatra. Apakah sesar ini
menjadi garis
> demarkasi yang gagal dilewati
>> para
hewan ? Tidak, garis
> demarkasinya adalah Pegunungan Bukit
Barisan
>> yang tinggi yang
> memang duduk di sepanjang
Sesar Sumatra. Minor boundary
>> ini
> membatasi aliran
pertukaran gen dan memisahkan subspesies.
>>
>>
Sebuah major boundary menarik yang memisahkan seluruh spesies
>
ditaruh
>> para ahli memanjang BD-TL dari timurlaut Pulau Nias
ke
> arah timurlaut
>> memotong Danau Toba sampai ke
sekitar Medan.
> Garis demarkasi besar ini
>> di
sekitar Pulau Nias berimpit dengan
> barier besar geologi Sesar
Batee
>> yang memisahkan platelet Aceh
> dari sisa
plate Eurasia yang diduduki
>> Sumatra; tetapi makin ke
> timur laut ia menyimpang dari jalur Sesar
>> Batee.
Jumlah jenis di
> sebelah utara dan selatan major boundary ini
>> lumayan kontras.
> Beberapa spekulasi dikemukakan,
berhubungan dengan
>> sebaran tuf
> erupsi Toba 75.000
tahun yang lalu yang lebih banyak di
>> sebelah
> utara
batas biogeografi, atau berhubungan dengan tiupan angin
>>
> kering tipe Fohn dari Padang Lawas-Padang Sidempuan yang akan
>>
> mengeringkan cuaca dan menghentikan migrasi hewan
dari selatan yang
>> mencoba melalui garis demarkasi ini
(Oldeman et al., 1970).
> Aliran
>> migrasi yang
berhenti akan menghentikan aliran gen untuk
> spesiasi,
>> sehingga variasi spesies dua
>> wilayah akan
> kontras.
>>
>> Demikian tinjauan sederhana
bagaimana
> geologi mengendalikan
>> keanekaragaman
hayati sebuah wilayah. Di
> Indonesia, persada kita
>>
tercinta, sejarah alam telah
> mengawetkannya dan kini
memperlihatkannya
>> kepada kita. Semoga
> kita sadar
dan menghargai kekayaan sejarah alam ini.
>>
>>
> salam,
>> awang
>>
>> LAMPIRAN
>>
>> Date: Sun, 31 Oct 2004 18:13:20 -0800 (PST)
>>
>
From: "Awang Satyana" Add to
>
Address Book
>> Subject: Re: [iagi-net-l] Manusia Hobbit
Homo
> floresiensis
>> To: iagi-net@iagi.or.id,
> [EMAIL PROTECTED]
>>
>> Laporan
Rowland (1992) :
> Timor : including islands of Roti and Ndao
&ndash;
>> World
> Bibliographical Series V. 142,
Oxford Press (bisa dibaca di
>>
> Kathryn Monk et al.,
1997 : The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku
> &ndash;
>> Periplus Editions, Singapore) ternyata sudah menyebut2
> keberadaan
>> semacam &ldquo;hobbit&rdquo; ini di Flores
bahkan di
> beberapa pulau lainnya di Nusa
>> Tenggara.
Disebutnya bahwa di
> Upper Paleolithic (40.000-6000 BP), Nusa
>> Tenggara dan sekitarnya
> dihuni oleh manusia moderen
Homo sapiens yang
>> merupakan golongan
> pemburu dan
pengumpul (hunter-gatherers) Australoid
>> pygmy yang
>
bermigrasi dari barat. Mereka diperkirakan datang dari
>>
daratan
> utama Asia melalui Filipina. Kehadirannya juga ditandai
dengan
>>
> alat2 batu yang besar dan punahnya beberapa
fauna (stegodon, kadal
>> raksasa, dan penyu daratan) di
Sulawesi, Flores, dan Timor.
> Orang2
>> kerdil ini
kata Rowland (1992) tinggal di dalam gua2 atau
> rumah batu
>> yang digali di bukit2 atau di dekat pantai. Penghuni2
>
kerdil di Timor
>> ini bisa jadi yang
>> bermigrasi
ke
> Australia.
>>
>> Pendapat Rowland ini
berarti tidak
> sejalan dengan pendapat bahwa
>>
aborigin Australia berasal dari
> manusia Ngandong yang bermigrasi
dari
>> Jawa melalui Nusa
> Tenggara. Di Nusa Tenggara
banyak artefak industri
>> Pacitanian
> atau
Sangiranian yang diperkirakan pembuatnya adalah manusia
>>
> Ngandong (van den Bergh et al., 1996 : Did Homo erectus reach
the
> island
>> of Flores ? &ndash; BIPPA / Bull. of
the Indo-Pacific
> Prehistory Association,
>> v. 14, p.
27-36).
>>
>>
> Jacob (1967) : &ldquo;Some
Problems Pertaining to the Racial History of
> the
>>
Indonesian Region&ldquo; pernah menemukan rangka manusia
>
perempuan dewasa
>> bersosok kecil di sebuah gua bernama Liang
Toge
> di Flores dengan umur
>> 2000 SM. Sisa rangka
dari beberapa situs
> di Flores semuanya diduga
>>
bertarikh Holosen dan termasuk ke para
> leluhur populasi
>> Australo-Melanesia yang sekarang mendiami pulau
>
Flores.
>>
>> Saya pikir &ldquo;hobbit&rdquo; di
Flores
> itu hanya menunjukkan suatu ras dalam Homo
>>
sapiens, bukan
> hominid. Memang benar bahwa semua populasi
mengalami
>> seleksi
> alamiah dan genetic drift yang
akan berakibat menimbulkan
>>
> kelompok ras tertentu
melalui polimorfisme, tetapi kurun waktu yang
>> singkat
menyulitkan untuk menerima bahwa suatu evolusi lokal
> telah
>> terjadi di sini. Dan sangat mungkin pula bahwa
>
&ldquo;hobbit&rdquo; di Flores itu
>> juga merupakan sisa ras
lama
> yang terawetkan saat ekspansi migrasi ras
>>
Mongoloid Selatan
> terjadi ke seluruh dunia. Sebagian besar
penduduk
>> kawasan
> Indo-Malaysia sekarang termasuk
ke fenotipe Mongoloid Selatan.
>>
> Tetapi di wilayah2
ini juga ada populasi2 lain yang walaupun kecil
>> jumlahnya
tetapi penting dalam sejarah, yaitu ras Negrito
>>
>
(Australoid/Austro-Melanesia) yang masih tinggal di Malaysia dan
>>
> Filipina yang bertubuh kecil. Tubuh pendek ini juga
memang bisa terjadi
>> sebagai adaptasi terhadap lingkungan,
walaupun ini tak selalu
> benar
>> sebab penelitian
terhadap orang
>> pygmy di Afrika
> (Merimee et al.,
1981) : &ldquo;Dwarfism in the Pygmy&rdquo; &ndash;
> New
>> England Journal of Medicine vol.305, no. 17 menemukan bahwa
> mereka
>> ternyata kekurangan hormon IGF-I, yaitu hormon
mirip
> insulin yang
>> dibutuhkan untuk
pertumbuhan.
>>
>>
> 
>>
Salam,
>> awang
>>
>>
>>
> ---------------------------------
>> Be a better friend,
newshound,
> and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it
>> now.
> 
> 
> --
>
_______________________________________________
> Nganyerikeun
hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate
> jalma
hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.
> 
> 
> 
>
---------------------------------
> Be a better friend, newshound,
and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it
> now.


-- 
_______________________________________________
Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate
jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.

Kirim email ke