sekedar info, sekira tahun 1994, saya ketemu segerombolan banteng
(mungkin hitungan lebih 10 ekor) di dalam hutan di kaltim, tepatnya
sekitar 50 km di sebelah barat kota bontang (mungkin di dekat taman
nasional orang-utan yg terletak di antara bontang - sangatta).

seingat saya, kulit banteng berwarna coklat kehitaman. di hutan tsb
juga banyak kami jumpai payau (kijang besar) dg tanduk yg aduhai
indahnya utk yg jantan.

tambahan saja, sekira 1996, tim geologi/rintis dimana saya kerja waktu
itu, juga sempat menemukan rongsokan pesawat-terbang jepang dg
bom2-nya yg masih aktif (sempat masuk koran kompas).

jadi, banteng memang ada di kalimantan (kaltim). entah sekarang...

salam,
syaiful

On Fri, May 2, 2008 at 12:02 AM, yanto R.Sumantri <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>
>
> > Terima kasih , jadi di Kaltim masih ada banteng ,yang tentunya
> jumlahnya sedikit sekali ,tapi apakah itu banteng sekarang masih ada di
> Kaltim ?
> Mengapa kalau banteng di Jawa begitu di "sayang" ?
> di Kalimantan kok ndak ya ?Apa karena topik  pelestarian fauna di
> Kalimanatn lebih terfokus kapada  orang hutaN ??
> (Itupun kalau
> tidak salah dengan biaya WWF).
>
> Si Abah
>
> ______________________________________________________________________
>
>
>    Abah,
> >
> >   Tahun 1991 dalam sebuah
> survey geologi bernama "line Golf-Hotel" di
> > hutan
> Sangatta, Kalimantan Timur saya (dan Pak Elan Biantoro) berhadapan
> > langsung dengan banteng yang besar sekali. Saat itu, kami sedang
> > berendam di sebuah lubuk sungai yang cukup jernih dan
> menyegarkan,
> > maklum kepanasan setelah berjalan sepanjang
> lintasan itu. Tiba2 dari
> > arah tebing berhutan ada suara seperti
> pohon runtuh. Kami yang semula
> > sedang tertawa2 mendadak terdiam
> dan mengamati ke arah tebing. Seekor
> > banteng besar menuruni
> tebing ke arah kami. Kuatir terjadi apa2, kami
> > serentak menyelam
> di lubuk itu bersembunyi. Tetapi, rupanya sang banteng
> > lari
> kembali ke atas demi melihat kami, ketakutan melihat manusia,
> >
> padahal kami juga ketakutan melihat banteng yang mungkin mau minum di
> > lubuk tersebut. Nah, banteng memang ada di Kalimantan, saya
> melihatnya
> > dengan jelas, bukan hanya jejaknya.
> >
> >   Banteng juga ada di Sumatra, pernah dilaporkan orang ada di
> Sumbagsel,
> > dan pernah diliput laporannya di majalah Gatra
> beberapa tahun yang lalu
> > (kebetulan pernah baca).
> >
> >   Tetapi, banteng adalah hewan endemik Jawa, namanya saja Bos
> javanicus
> > d'Alton. Yang ada di Kalimantan dan Sumatra mungkin
> lain sub-spesiesnya,
> > bisa digali lebih jauh informasinya.
> >
> >   Walaupun Sumatra-Kalimantan-Jawa pernah bersatu
> sebagai daratan, tak
> > mesti semua hewan besar itu berada di
> pulau2 tersebut. Kapan migrasinya,
> > kapan glasiasi, kapan
> deglasiasi harus diteliti untuk mencari jawaban
> > mengapa harimau
> hanya berkembang di sumatra (Panthera tigris sumatrae)
> > dan Java
> (Panthera tigris javanicus); juga gajah mengapa hanya ada di
> >
> Sumatra (Elephas maximus indica), tak ada di Jawa dan Kalimantan. Atau,
> > badak hanya ada di Sumatra (Rhinoceros sumatrae) dan Jawa
> Rhinoceros
> > sondaicus), tidak di Kalimantan; dan mengapa
> orangutan (Pongo pygmaeus)
> > hanya ada dominan di Kalimantan,
> sedikit di Sumatra, tak ada di Jawa.
> > Atau, mengapa bekantan
> (Hylobates molokh) hanya ada di rawa2 Kalimantan
> > Timur dekat
> wilayah Total, tak ada di tempat lain mana pun di Sundaland.
> >
> Beberapa hewan memang endemik, dan bukan hewan jenis perantau yang
> > meskipun ada jembatan daratan, ia tak bermigrasi. Gajah purba pun
> pernah
> > ditemukan di Cabenge, Sulawesi Selatan sebagai fosil,
> juga di
> >  wilayah Nusa Tenggara.
> >
> >   Suatu hal
> yang aneh juga adalah bahwa para cendrawasih Sorong-Salawati
> > tak
> mau bersatu dengan para cenderawasih di Batanta dan Waigeo, padahal
> > lebar Selat Dampier yang memisahkannya tak seberapa lebarnya -
> tetapi di
> > situ ada barier besar geologi : Sorong Fault. Para
> cenderawasih itu tak
> > mau menyeberangi Sorong Fault (lihat buku
> ekspedisi Wallace di Indonesia
> > - tentu Wallace tak menyebut
> Sorong Fault, tetapi kita tahu bahwa di
> > bawah Selat Dampier yang
> dalam ada Sorong Fault).
> >
> >   salam,
> >
> awang
> >
> >   "yanto R.Sumantri"
> <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> >
> >
> >> Awang
> >
> > Pertanyaan kecil dari saya :
> "
> > mengapa di Kalimantan tidak berkembang binatang binatang
> besar seperti
> > gajah , harimau , badak dan sejenisnya".
> > Di Kompas hari ini
> > dimuat berita yang menyebutkan bahwa
> "banteng Kalimantan" masih
> > ada di kabupaten Lamandau.
> Jejak jejaknya serta kotoran-nya sering
> > ditemukan dimataair
> asin.
> > Malahan ditemukan satu induk banteng engan
> >
> anaknya , sayang induknya dibunuh , anaknya sekarang dipelihara
> >
> disalah satu kampung , sudah dicek memang Banteng.
> > Kalau brita
> ini
> > benar , sangat mengembirakan dan merupakan pekerjaan rumah
> untuk
> > penelitian banteng selanjutnya.
> >
> >
> Apakah banteng  adanya di
> > Jawa dan Kalimantan ? Apakah di
> Sumantra tidak ada ?
> > Kalau iya ,
> > apakah ini bukan
> merupakan penyimpangan dari theori yang Awang sebutkan
> > ?
> >
> > Si Abah
> >
> >
> _____________________________________________________________________
> >
> >    Dalam beberapa tulisan terdahulu, saya pernah
> > mengulas kontrol geologi
> >> atas biogeografi. Berikut
> ini saya akan
> > mengulas bagaimana Pulau Sumatra
> >> dan
> seluruh pulau busur
> > luarnya (Simeulue-Enggano) dan pulau-pulau
> di
> >> sebelah timurnya
> > (Riau Kepulauan, Bangka,
> Belitung, Anambas-Natuna)
> >> memenuhi
> > dengan ideal
> apa yang disebut dengan &ldquo;teori biogeografi
> > pulau&rdquo;
>
> >> (theory of island biogeography). Data dan
> >
> interpretasi didasarkan kepada
> >> publikasi2 di dalam bidang
> > geologi, biologi, botani, zoologi, dan
> >>
> klimatologi.
> >>
> >
> >> Teori Biogeografi
> Pulau mengatakan bahwa pulau2 kecil dan
> > jauh mendukung
> >> lebih sedikit spesies (jenis) daripada pulau2
> > besar
> yang dekat dengan
> >> daratan utama. Penghunian pulau akan
> > merupakan kesetimbangan dari dua
> >> hal : kolonisasi
> pulau oleh
> > spesies imigran dan punahnya spesies di
> >>
> pulau itu. Tingkat
> > kolonisasi akan tinggi bila pulau terletak
> dekat
> >> daratan utama.
> > Sebaliknya, tingkat kepunahan
> akan lebih besar di pulau
> >> yang
> > jauh dan kecil
> karena populasinya terbatas sehingga sekali kena
> >>
> >
> penyakit yang pandemik peluang kepunahannya besar. Maka, pulau besar
> > dan
> >> dekat akan semakin kaya jenis, pulau kecil dan
> jauh akan
> > semakin miskin
> >> jenis.
> >>
> >> Yang mengontrol
> > pulau besar-dekat atau pulau
> kecil-jauh adalah geologi.
> >> Yang
> > mengontrol pulau
> terhubung dengan daratan utama atau terisolasi
> >>
> >
> adalah geologi. Yang mengontrol perkembangan pulau-pulau dari waktu ke
> >> waktu dalam sejarah alam adalah geologi. Maka, memahami
> dengan
> > baik
> >> evolusi geologi sebuah wilayah
> kepulauan akan memampukan
> > kita membuat
> >> prediksi
> keragaman jenis wilayah itu.
> >>
> >> Hubungan antara
> ukuran pulau dan jumlah jenis/spesies adalah
> > linier dan
> >> relatif konstan untuk sekelompok hewan dan tanaman.
> >
> Whitten et al.
> >> (2000) membuktikan hal ini. Mereka
> >
> mempublikasikan penelitian jumlah
> >> jenis burung darat dan
> air
> > tawar 23 pulau terpilih di Indonesia dan
> >>
> sekitarnya, dan
> > menemukan bahwa jumlah jenis terendah ada di
> Pulau
> >> Christmas
> > (sekitar 10 jenis) dan jumlah
> jenis terbanyak dimiliki Papua
> >>
> > (Indonesia dan PNG)
> sekitar 800 jenis. Tiga besar pemegang jumlah jenis
> >>
> terbanyak adalah : Papua, Kalimantan, Sumatra &ndash; sesuai dengan
>
> > pemegang
> >> predikat tiga ukuran pulau terbesar.
> Umumnya, bila
> > sebuah pulau
> >> berkurang ukurannya 10
> x, maka jumlah jenisnya
> > berkurang setengahnya.
> >>
> >> Ukuran pulau pun berhubungan
> > dengan ukuran jenis yang
> ada. Binatang
> >> besar yang ada di pulau
> > kecil akan
> punah terlebih dahulu sebab berbagai
> >> faktor dalam
> >
> seleksi alam. Menariknya, binatang-binatang kecil yang ada
> >>
> di
> > pulau kecil bisa menjadi lebih besar ukurannya dibandingkan
> dengan
> >> saudara sejenisnya yang hidup di pulau besar (tentang
> ini pernah
> > saya
> >> ulas mengapa Homo floresiansis
> menjadi kerdil di Flores -
> > sementara
> >> tikus2nya
> menjadi berukuran raksasa &ndash;lihat
>
> > lampiran di bawah; theory
> of
> >> island dwarfism). Maka, bila kita
> > melakukan
> pekerjaan geologi lapangan
> >> ke pulau-pulau di sebelah
> > barat Sumatra tidak perlu kuatir akan berjumpa
> >> dengan
> harimau,
> > macan tutul, gajah, banteng, atau badak Sumatra.
> >>
> >>
> > Sekarang kita lihat kasus Sumatra.
> Sumatra merupakan salah satu pulau
> >> terkaya akan jenis
> binatang. Jenis mamalia terbanyak di Indonesia
> > ada di
> >> Sumatra, jenis burungnya terbanyak kedua setelah Papua.
> > Kekayaan jenis
> >> ini karena ukuran pulaunya yang besar,
> variasi
> > habitatnya, dan hubungan
> >> masa lampaunya
> dengan daratan utama
> > Asia. Ada 23 spesies endemik (khas,
> >> hanya ada di tempat itu di
> > dunia) di Sumatra, 14 di
> antaranya ada di
> >> Kepulauan Mentawai
> > (Corbert dan
> Hill, 1992; Ruedi dan Fumagalli, 1996).
> >>
> >>
> > Sementara itu, Pulau Simeulue di posisi paling utara rangkaian
> > kepulauan
> >> busur luar ini, dan Pulau Enggano di posisi
> paling
> > selatan; sangat
> >> miskin akan kekayaan
> spesies. Mengapa Kepulauan
> > Mentawai memiliki
> >>
> kontras tersendiri ? Sejarah geologi
> > perkembangan pulau-pulau
> ini akan
> >> menjadi kunci ke arah
> > jawaban.
> >>
> >> Sejarah geologi dan perkembangan
> >
> pulau-pulau ini relatif terhadap
> >> daratan utama Sumatra
> paling
> > tidak sejak 1 juta tahun yang lalu sampai
> >>
> saat ini menunjukkan
> > bahwa bagian paling utara (Simeulue) dan
> bagian
> >> paling selatan
> > (Enggano) busur luar ini
> tidak pernah bersatu dengan
> >> Sumatra,
> > sementara
> bagian tengahnya (Mentawai) bersatu dari 1 &ndash; 0.5 Ma
> >>
> (juta tahun yang lalu) dan terpisah dari Sumatra sejak 500 ribu
> >
> tahun
> >> yang lalu.
> >>
> >> Antara 1-0.5
> Ma,
> > Kepulauan Mentawai mengalami kolonisasi oleh spesies2
> >> yang
> > bermigrasi dari daratan utama Sumatra, sementara
> Simeulue dan
> >>
> > Enggano tidak karena mereka selamanya
> terisolasi. Kemudian, pada 0.5 Ma
> >> hubungan Mentawai-Sumatra
> terputus, sejak itu Mentawai mengalami
> >> isolasi.
> Bentuk-bentuk primitif spesies yang mengkolonisasi
> > Mentawai
> >> berkembang sendiri melalui mekanisme spesiasi dalam
> >
> evolusi. Spesies2
> >> awal Indo-Malaya yang
> >
> &rdquo;terperangkap&rdquo; di Mentawai kemudian berkembang
>
> >>
> > sendiri dan menjadi endemik saat ini, jauh lebih
> endemik daripada
> > hewan2
> >> di daratan Sumatra yang
> pernah menjadi sumber aliran
> > gen-nya.
> >>
> >> Pulau-pulau di sebelah timur Sumatra (Riau
> > Kepulauan,
> Bangka-Belitung)
> >> hampir selalu bersatu secara geologi
> > dengan Sumatra; maka dapat
> >> diprediksi bahwa variasi
> spesiesnya
> > tak akan jauh berbeda dengan
> >> Sumatra,
> spesies endemiknya akan
> > minimal. Benar, pulau2 Riau dan
> Lingga
> >> serta Anambas/Natuna tak
> > punya jenis yang
> endemik (meskipun dalam
> >> tingkat sub-jenis ada
> > juga
> yang endemik). Mamalianya lebih mirip Sumatra
> >> atau
> >
> Kalimantan daripada Mentawai. Menurut data van der Zon (1979),
> >>
> > jumlah jenis di kepulauan
> Riau-Lingga-Bangka-Belitung-Anambas-Natuna
> >> 45-58 % mirip
> jenis-jenis Sumatra dan Kalimantan; sedangkan jumlah
> > jenis
> >> di kepulauan Mentawai hanya 26 % mirip jumlah jenis di
> > Sumatra dan
> >> Kalimantan. Sebuah kontras
> bio/zoogeografi; tetapi
> > kita bisa memahaminya
> >>
> sebab terdapat kontras geologi yang
> > signifikan antara Mentawai
> dengan
> >>
> > Sumatra-Riau-Bangka-Belitung-Natuna.
> >>
> >> Di dalam Pulau
> > Sumatra sendiri terdapat
> juga kontras biogeografi yang
> >> juga
> > dikendalikan
> oleh geologi. Barier terhadap biogeografi di daratan
> >> Sumatra
> berupa sungai-sungai yang terlalu lebar dan pegunungan
> > yang
> >> terlalu tinggi untuk diseberangi. Sebuah minor boundary
> > zone
> >> biogeografi ditaruh para ahli biogeografi tepat
> di
> > sepanjang Sesar
> >> Sumatra. Apakah sesar ini
> menjadi garis
> > demarkasi yang gagal dilewati
> >> para
> hewan ? Tidak, garis
> > demarkasinya adalah Pegunungan Bukit
> Barisan
> >> yang tinggi yang
> > memang duduk di sepanjang
> Sesar Sumatra. Minor boundary
> >> ini
> > membatasi aliran
> pertukaran gen dan memisahkan subspesies.
> >>
> >>
> Sebuah major boundary menarik yang memisahkan seluruh spesies
> >
> ditaruh
> >> para ahli memanjang BD-TL dari timurlaut Pulau Nias
> ke
> > arah timurlaut
> >> memotong Danau Toba sampai ke
> sekitar Medan.
> > Garis demarkasi besar ini
> >> di
> sekitar Pulau Nias berimpit dengan
> > barier besar geologi Sesar
> Batee
> >> yang memisahkan platelet Aceh
> > dari sisa
> plate Eurasia yang diduduki
> >> Sumatra; tetapi makin ke
> > timur laut ia menyimpang dari jalur Sesar
> >> Batee.
> Jumlah jenis di
> > sebelah utara dan selatan major boundary ini
> >> lumayan kontras.
> > Beberapa spekulasi dikemukakan,
> berhubungan dengan
> >> sebaran tuf
> > erupsi Toba 75.000
> tahun yang lalu yang lebih banyak di
> >> sebelah
> > utara
> batas biogeografi, atau berhubungan dengan tiupan angin
> >>
> > kering tipe Fohn dari Padang Lawas-Padang Sidempuan yang akan
> >>
> > mengeringkan cuaca dan menghentikan migrasi hewan
> dari selatan yang
> >> mencoba melalui garis demarkasi ini
> (Oldeman et al., 1970).
> > Aliran
> >> migrasi yang
> berhenti akan menghentikan aliran gen untuk
> > spesiasi,
> >> sehingga variasi spesies dua
> >> wilayah akan
> > kontras.
> >>
> >> Demikian tinjauan sederhana
> bagaimana
> > geologi mengendalikan
> >> keanekaragaman
> hayati sebuah wilayah. Di
> > Indonesia, persada kita
> >>
> tercinta, sejarah alam telah
> > mengawetkannya dan kini
> memperlihatkannya
> >> kepada kita. Semoga
> > kita sadar
> dan menghargai kekayaan sejarah alam ini.
> >>
> >>
> > salam,
> >> awang
> >>
> >> LAMPIRAN
> >>
> >> Date: Sun, 31 Oct 2004 18:13:20 -0800 (PST)
> >>
> >
> From: "Awang Satyana" Add to
> >
> Address Book
> >> Subject: Re: [iagi-net-l] Manusia Hobbit
> Homo
> > floresiensis
> >> To: iagi-net@iagi.or.id,
> > [EMAIL PROTECTED]
> >>
> >> Laporan
> Rowland (1992) :
> > Timor : including islands of Roti and Ndao
> &ndash;
> >> World
> > Bibliographical Series V. 142,
> Oxford Press (bisa dibaca di
> >>
> > Kathryn Monk et al.,
> 1997 : The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku
> > &ndash;
> >> Periplus Editions, Singapore) ternyata sudah menyebut2
> > keberadaan
> >> semacam &ldquo;hobbit&rdquo; ini di Flores
>
> bahkan di
> > beberapa pulau lainnya di Nusa
> >> Tenggara.
> Disebutnya bahwa di
> > Upper Paleolithic (40.000-6000 BP), Nusa
> >> Tenggara dan sekitarnya
> > dihuni oleh manusia moderen
> Homo sapiens yang
> >> merupakan golongan
> > pemburu dan
> pengumpul (hunter-gatherers) Australoid
> >> pygmy yang
> >
> bermigrasi dari barat. Mereka diperkirakan datang dari
> >>
> daratan
> > utama Asia melalui Filipina. Kehadirannya juga ditandai
> dengan
> >>
> > alat2 batu yang besar dan punahnya beberapa
> fauna (stegodon, kadal
> >> raksasa, dan penyu daratan) di
> Sulawesi, Flores, dan Timor.
> > Orang2
> >> kerdil ini
> kata Rowland (1992) tinggal di dalam gua2 atau
> > rumah batu
> >> yang digali di bukit2 atau di dekat pantai. Penghuni2
> >
> kerdil di Timor
> >> ini bisa jadi yang
> >> bermigrasi
> ke
> > Australia.
> >>
> >> Pendapat Rowland ini
> berarti tidak
> > sejalan dengan pendapat bahwa
> >>
> aborigin Australia berasal dari
> > manusia Ngandong yang bermigrasi
> dari
> >> Jawa melalui Nusa
> > Tenggara. Di Nusa Tenggara
> banyak artefak industri
> >> Pacitanian
> > atau
> Sangiranian yang diperkirakan pembuatnya adalah manusia
> >>
> > Ngandong (van den Bergh et al., 1996 : Did Homo erectus reach
> the
> > island
> >> of Flores ? &ndash; BIPPA / Bull. of
> the Indo-Pacific
> > Prehistory Association,
> >> v. 14, p.
> 27-36).
> >>
> >>
> > Jacob (1967) : &ldquo;Some
> Problems Pertaining to the Racial History of
> > the
> >>
> Indonesian Region&ldquo; pernah menemukan rangka manusia
> >
> perempuan dewasa
> >> bersosok kecil di sebuah gua bernama Liang
> Toge
> > di Flores dengan umur
> >> 2000 SM. Sisa rangka
> dari beberapa situs
> > di Flores semuanya diduga
> >>
> bertarikh Holosen dan termasuk ke para
> > leluhur populasi
> >> Australo-Melanesia yang sekarang mendiami pulau
> >
> Flores.
> >>
> >> Saya pikir &ldquo;hobbit&rdquo; di
> Flores
> > itu hanya menunjukkan suatu ras dalam Homo
> >>
> sapiens, bukan
> > hominid. Memang benar bahwa semua populasi
> mengalami
> >> seleksi
> > alamiah dan genetic drift yang
> akan berakibat menimbulkan
> >>
> > kelompok ras tertentu
> melalui polimorfisme, tetapi kurun waktu yang
> >> singkat
> menyulitkan untuk menerima bahwa suatu evolusi lokal
> > telah
> >> terjadi di sini. Dan sangat mungkin pula bahwa
> >
> &ldquo;hobbit&rdquo; di Flores itu
> >> juga merupakan sisa ras
> lama
> > yang terawetkan saat ekspansi migrasi ras
> >>
> Mongoloid Selatan
> > terjadi ke seluruh dunia. Sebagian besar
> penduduk
> >> kawasan
> > Indo-Malaysia sekarang termasuk
> ke fenotipe Mongoloid Selatan.
> >>
> > Tetapi di wilayah2
> ini juga ada populasi2 lain yang walaupun kecil
> >> jumlahnya
> tetapi penting dalam sejarah, yaitu ras Negrito
> >>
> >
> (Australoid/Austro-Melanesia) yang masih tinggal di Malaysia dan
> >>
> > Filipina yang bertubuh kecil. Tubuh pendek ini juga
> memang bisa terjadi
> >> sebagai adaptasi terhadap lingkungan,
> walaupun ini tak selalu
> > benar
> >> sebab penelitian
> terhadap orang
> >> pygmy di Afrika
> > (Merimee et al.,
> 1981) : &ldquo;Dwarfism in the Pygmy&rdquo; &ndash;
>
> > New
> >> England Journal of Medicine vol.305, no. 17 menemukan bahwa
> > mereka
> >> ternyata kekurangan hormon IGF-I, yaitu hormon
> mirip
> > insulin yang
> >> dibutuhkan untuk
> pertumbuhan.
> >>
> >>
> >
> >>
> Salam,
> >> awang
> >>
> >>
> >>
> > ---------------------------------
> >> Be a better friend,
> newshound,
> > and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it
> >> now.
> >
> >
> > --
> >
> _______________________________________________
> > Nganyerikeun
> hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate
> > jalma
> hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.
> >
> >
> >
> >
> ---------------------------------
> > Be a better friend, newshound,
> and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it
> > now.
>
>
> --
> _______________________________________________
> Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate
> jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.
>



-- 
Mohammad Syaiful - Explorationist, Consultant Geologist
Mobile: 62-812-9372808
Email: [EMAIL PROTECTED]

Technical Manager of
Exploration Think Tank Indonesia (ETTI)

--------------------------------------------------------------------------------
PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
* acara utama: 27-28 Agustus 2008
* penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008
* pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008
* batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008
* abstrak / makalah dikirimkan ke:
www.grdc.esdm.go.id/aplod
username: iagi2008
password: masukdanaplod

--------------------------------------------------------------------------------
PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
* pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
* penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung
AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!!

-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Reply via email to