Betul sekali apa yang diutarakan Pak Awang. Tidak hanya di onshore
tetapi di offshore (Gulf of Thailand) misalnya Funan field, migrasi
banyak dipengaruhi oleh adanya "transfer zone" yang ada.

Keberadaan transfer zone ini sendiri banyak yang mengikuti
patahan-patahan yang sampai ke basement atau banyak orang yang
menyebutnya pre-existing basement fabrics.

Distribusi patahan-patahan yang relatif muda banyak dikontrol oleh
keberadaan patahan-patahan yang tua yang terbentuk sebelumnya. 

Terima kasih atas sharing ilmunya Pak Awang. Semoga bisa tetap
dilanjutkan.

 

Salam,

-doddy-

 

-----Original Message-----
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, 03 July, 2008 3:23 PM
To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad; Forum HAGI
Subject: RE: [iagi-net-l] Bertanya tentang konsep migrasi HC dalam
Petroleum System

 

 

Pak Doddy,

 

Terima kasih atas informasinya. 

 

Melihat uraian Pak Doddy, saya ingin menyamakan Phitsanulok Basin dengan
Sunda-Asri Basin di lepas pantai utara Jawa Barat, hanya dalam polaritas
terbalik. Kalau Sunda-Asri melandai ke barat menuju Lampung High,
Phitsanulok melandai ke timur menuju continental platform sebelum
mendalam lagi ke Phet Chabun Basin. 

 

Akibat polaritas yang terbalik ini, border fault Sunda-Asri ada di
timur, sedangkan border fault Phitsanulok ada di barat. Kedua basin ini
pun dekat atau dilintasi sesar mendatar besar. Kalau Sunda-Asri
dilintasi North Seribu Trough yang sebenarnya secara regional merupakan
jalan penghubung antara Pamanukan-Cilacap menuju Lematang Fault,
sementara Phitsanulok dipotong Uttraradit sinistral dan Mae Ping
dextral. Memang ini sesar2 escape tectonics akibat benturan India.

 

Namun, masalah charging berbeda jauh. Bisa dibilang bahwa charging HC
Sunda-Asri 80 % terjadi ke sebelah barat ke tempat melandai (termasuk
lapangan besar Intan-Widuri), sementara ke tempat ujung-ujung yang
sejajar dengan sumbu panjangnya tak dominan, tetapi ada. Teman2 CNOOC
dalam beberapa tahun terakhir mencoba mengebor struktur2 di ujung sumbu
panjang elongated kitchen ini, hasilnya belum menggembirakan (misalnya
Mega structure yang terletak di BD Asri kitchen - hampir sejajar sumbu
panjangnya).

 

Seperti posting saya, memang sesar sangat mempengaruhi pola charging. Di
Salawati Basin, saya memodelkan migrasi dan efiensi sesarnya untuk
mempercepat atau malahan menghalangi migrasi. Sesar yang tegak lurus
terhadap arah charging cenderung menghambat migrasi dibandingkan sesar
yang sejajar arah migrasi. Di samping itu, semakin intensif sesar
semakin terbuka kemungkinan sealing regional rusak atau bocor. Sealing
regional akan bertugas sebagai atap migrasi. Alur2 migrasi terjadi di
intercept antara bagian paling atas carrier bed dan bagian paling bawah
regional seal. Bila seal-nya bocor oleh sesar, migrasi tak akan pernah
mencapai target.

 

Melihat uraian Pak Doddy, dan mengingat publikasi2 Chris Morley di East
African Rift Valley, saya percaya bahwa driving force utama untuk
migrasi di Phitsanulok adalah "transfer zone", yaitu daerah tinggian
yang diapit dua depresi graben/half graben. Dalam konsep migrasi menurut
Pratsch (1983) area2 transfer zone akan menjadi fokus migrasi. Tinggian
diantara dua patahan normal antitetik itu saya pikir sudah memenuhi
syarat sebagai "transfer zone".

 

Salam,

awang

 

--- On Thu, 7/3/08, Doddy Suryanto <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

 

From: Doddy Suryanto <[EMAIL PROTECTED]>

Subject: RE: [iagi-net-l] Bertanya tentang konsep migrasi HC dalam
Petroleum System

To: iagi-net@iagi.or.id

Date: Thursday, July 3, 2008, 2:11 PM

 

Pak Awang yang selalu berbagi ilmu,

 

Saya mempunyai sedikit pengalaman tentang migrasi HC di daerah saya

(central Plains of Thailand) tepatnya di Phitsanulok basin.

 

Basin ini termasuk salah satu contoh half graben dengan sumbu panjang

relatif utara selatan dan berkembang di lingkungan pengendapan fluvio

lacustrine. 

 

Basin ini juga mempunyai kemiringan yang landai di sebelah timur

sedangkan di sebelah barat kemiringan relatif lebih curam.

 

Empat sesar sangat mengontrol terbentuknya basin ini tetapi salah satu

sesar yang berperan membentuk half graben adalah sesar normal yang ada

di sebelah barat dari basin.

 

Ketiga sesar lainnya lebih dominan bergerak mendatar akibat tumbukan

bagian timurlaut India dengan Burma pada waktu Eosen-Oligosen (Morley,

2002).

 

Pertama kali saya bekerja di daerah ini, saya mempercayai konsep Allen

dan Allen bahwa migration akan lebih banyak terjadi sejajar sumbu pendek

dari kitchen yang dalam hal ini berarah barat timur.

 

Ternyata tidak sepenuhnya teori ini benar karena yang terjadi di daerah

saya, charging malah banyak terjadi kearah selatan dimana total produksi

sekitar 180 juta barrel berasal dari daerah ini sementara daerah yang

ada di timur (tegak lurus sumbu panjang dari kitchen) hanya berproduksi

sekitar 5 juta barrel.

 

Daerah yang berproduksi sekitar 180 juta barrel ini sebenarnya adalah

suatu tinggian diantara dua patahan normal antitetik.

 

Diantara daerah yang berproduksi sangat besar ini dengan kitchen

terdapat patahan normal yang memotong secara oblique. 

 

Sementara di daerah sebelah timur yang relatif landai kemiringannya

terdapat beberapa conjugate faults yang berarah relative utara selatan

dan menurut analisa saya berperan sebagai penghalang hidrokarbon untuk

bermigrasi lebih jauh ke timur.

 

Sedangkan di sebelah barat yang relative curam banyak berkembang

alluvial fan yang mempunyai kualitas lebih jelek dibandingkan laminasi

batu pasir dan lempung yang berkembang di daerah fluvial, delta, dan

lacustine

 

Berdasarkan pengamatan2 ini saya beranalisa bahwa migrasi tidak hanya

dikontrol oleh konfigurasi dari kitchen tetapi jula pola struktur yang

berkembang, terlebih-lebih yang memotong batuan induk dan basement

sehingga dapat menghasilkan suatu tinggian di antara dua depresi atau

penurunan. 

 

Bukan tidak mungkin bahwa patahan-patahan yang memotong batuan induk ini

berfungsi juga sebagai jalan migrasi untuk hidrokarbon.

 

Untuk daerah saya, saya setuju dengan pendapat bapak bahwa plunging nose

adalah prospek yang mempunyai tingkat kesuksesan relative tinggi

dibandingkan daerah yang terletak tegak lurus dengan sumbu panjang dari

kitchen.

 

 

 

-doddy-

 

 

 

 

 

-----Original Message-----

From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 

Sent: Wednesday, 02 July, 2008 11:25 AM

To: iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad; Forum HAGI; Eksplorasi BPMIGAS

Subject: Re: [iagi-net-l] Bertanya tentang konsep migrasi HC dalam

Petroleum System

 

 

 

Sigit dan rekan netters lainnya,

 

 

 

Yang dimaksud Allen dan Allen (1990) atau Allen dan Allen (2005, edisi

ke-2-nya) adalah "elongated kitchen" bukan "elongated

basin". Harus

dibedakan antara elongated kitchen dengan elongated basin. Elongated

basin adalah pure basin seperti yang dimaksudkan oleh Selley (1985).

Dalam konteks pertanyaan2 Sigit tentang migrasi yang dimaksud adalah

elongated kitchen, yaitu kitchen petroleum yang punya sumbu panjang dan

sumbu pendek berbeda. 

 

 

 

Allen dan Allen (1990, 2005) menulis bahwa poor charge akan terjadi

sejajar dengan sumbu panjang elongated kitchen, sementara good charge

akan terjadi sejajar dengan sumbu pendek (atau tegak lurus terhadap

sumbu panjang elongated kitchen). Apakah ini benar terjadi ? Jawaban

saya adalah : benar terjadi. Paling tidak itu berdasarkan studi2 migrasi

yang pernah saya lakukan di Barito Basin, Salawati Basin, Arabian-Zagros

area, Central Deep di East Java Basin, Sunda dan Asri Basin. Studi

terkait dengan migrasi di Barito Basin pernah saya publikasi di

pertemuan IAGI 1993 (Satyana and Silitonga, 1993), IPA 1994 (Satyana and

Silitonga, 1994) dan 1995 (Satyana, 1995), di Salawati Basin pernah saya

publikasi di IPA 2000 (Satyana et al., 2000), yang di East Java Basin di

IAGI 2002 (Satyana and Purwaningsih, 2002), IPA 2003 (Satyana and

Purwaningsih, 2003).

 

 

 

Mengapa good charging terjadi ke arah tegak lurus terhadap sumbu panjang

elongated kitchen ? Karena, pada arah ini terdapat carrier bed dan

sealing beds terbaik, di samping itu secara regional dip ia lebih landai

dan jarang terganggu oleh struktur yang kompleks yang akan memperumit

alur-alur migrasi. Saya tak yakin bahwa reservoir di ujung sumbu sejajar

elongated kitchen kualitasnya masih baik. Itu banyak dibuktikan baik

untuk batuan silisiklastik maupun karbonat di Barito, Sunda-Asri dan

Salawati. 

 

 

 

Plunging nose dari wilayah updip yang menunjam downdip masuk ke kitchen

adalah nose yang sangat baik untuk konsentrasi migrasi. Kita harus

mencari noses semacam ini. Kalau ada prospek berkembang di updip nose

tersebut, akan sangat berposisi baik untuk menerima HC charge. Publikasi

saya di IPA 2000 itu, mengidentifikasi sekitar tujuh regional nose di

Salawati Basin. Dan, di Salawati Basin bisa dibilang bahwa 90 % migrasi

terjadi di sepanjang regional noses-nya. Struktur2 yang ada di

sinklinorium di antara regional noses hampir seluruhnya kering. Sumur2

itu dibor sebelum ada konsep regional nose. Bagaimana bila ada regional

nose sejajar sumbu panjang apakah akan berpeluang baik untuk menerima

migrasi. Akan lebih baik daripada tidak ada nose, tetapi harus diperiksa

dulu kualitas carrier bed dan sealing beds di wilayah ini, juga regional

dip-nya. 

 

 

 

Apapun jenis basin-nya, misalnya seperti yang dipublikasi oleh Allen dan

Allen (1990, 2005) yang Sigit kutip, maupun dari penulis lain (Kingston,

1983; Selley, 1985; Bally and Snelson, 1979; dll.) prinsip-prinsip

migrasi tak berubah :  migrasi terjadi ke wilayah lower pressure di

subsurface. Lower pressure di subsurface akan berlokasi di wilayah

punggungan-punggungan struktur dan lereng-lerengnya yang menuju

punggungan struktur. Migrasi tidak akan terjadi di wilayah sinklin atau

lembah-lembah di subsurface (bandingkan, ia terbalik dengan pola

keberadaan sungai di permukaan yang menghindari punggungan tetapi

berkumpul di lembah).

 

 

 

Dalam konsep "bed parallel focused migration" Pratsch (1983)

disebutkan

hubungan antara kemiringan regional carrier bed dengan laju migrasi atau

lebih tepat wilayah yang lebih disukai untuk migrasi. Dari konsep itu :

semakin curam kemiringan carrier bed semakin cepat atau semakin sering

terjadi migrasi. Secara mekanika fluida, konsep ini bisa dipahami bila

kita mengacu kepada publikasi mekanika migrasi dari Schowalter (1976).

Semakin curam kemiringan itu semakin besar gradien differential pore

pressure antara titik awal migrasi dengan titik ujung migrasi. Hanya,

konsep Pratsch (1983) ini dalam pengalaman saya tak bisa langsung

diaplikasi begitu saja, terutama kalau kita berhubungan dengan migrasi

di suatu half graben atau asymmetric basin (contoh klasiknya : Central

Deep, Sunda, Asri, Barito, Salawati). Di cekungan2 ini bisa dibilang

bahwa 80 % migrasi justru ke arah lereng updip yang lebih landai.

Mengapa menyalahi kaidah Pratsch (1983). Sebab, di

 

 lereng curam terjadi struktur yang sangat kompleks dengan berbagai

sesar dan mollasic sediments yang bukan merupakan carrier beds yang

baik, dan di wilayah curam karena strukturnya kompleks maka banyak

sealing beds yang rusak. Harus diingat bahwa sealing beds adalah "roof

of migration". Dalam kasus2 di atas justru di lereng curam akan banyak

terjadi migration loss, bukan di lereng yang landai. Konsep Pratsch

(1983) harus diterapkan hati-hati di wilayah carrier beds yang kontinyu

tanpa disrupsi struktur.

 

 

 

Semakin besar perbedaan buoyancy antara fluida migrasi (antara air dan

minyak, antara air dan gas, antara minyak dan gas) akan semakin cepat

laju migrasi. Semakin besar perbedaan pore pressure lereng migrasi (awal

dan ujung) semakin cepat laju migrasi. Semakin besar capillary pressure

(semakin kecil pore throat sealing beds) maka semakin baik sealing beds

berperan sebagai roof of migration. Capillary pressure akan mencegah

migrasi bocor melalui sealing beds. Dalam hal ini, capillary pressure

harus > buoyancy pressure. Dalam kasus tersebut, migrasi lateral akan

lebih sering terjadi dibandingkan migrasi vertikal.

 

 

 

Menghitung volume hidrokarbon yang digenerasi di suatu kitchen kemudian

berapa yang akhirnya terperangkap banyak metodenya. Saya suka

menggunakan metode Moshier dan Waples (1985) karena cukup simpel dan

logis serta beberapa exercises yang saya aplikasikan di beberapa

cekungan mendekati kebenaran. Tetapi harus diwaspadai bahwa yang namanya

volumetrik selalu ada nilai-nilai asumsi yang dimasukkan ke dalam itu,

maka jangan terlalu percaya hasil perhitungan, tetapi juga jangan

mengabaikannya.

 

 

 

Source rock yield yang Sigit maksudkan adalah total volume HC per satuan

volume (biasanya cubic mile) yang bisa dihasilkan  (satuannya : MMBO/cu

mi source rock atau BCFG/ cu mi source rock). Dalam metode Mohhier dan

Waples, formula SR yield ini adalah : volume of HC = (k) (TOC) (HI) (f).

TOC dalam persen berat, HI (hydrogen index) dalam mg HC/g TOC, f adalah

index kematangan antara 0 (immature) dan 1 (fully mature), k adalah

konstanta konversi. Bila kita menginginkan satuan SR yield adalah

MMBO/cu mi (misalnya bila SR kita shales dengan densitas 2.3 g/cc, maka

k = 0.7). Silakan baca Moshier dan Waples (1985, AAPG Bull v. 69, p.

161-172) untuk konstanta f dan k secara lebih detail.

 

 

 

Setelah SR yield diketahui, maka tinggal dikalikan dengan volume total

SR (dalam cubic mile) di wilayah yang telah diteliti (gunakan konsep

fetch area dalam hal ini, jangan menghitung kitchen secara total area

tetapi bagi-bagi menjadi wilayah drainage/fetch area, ini akan lebih

tepat). Inilah yang kita sebut sebgai petroleum generated (total HC

volume).

 

 

 

Tahap selanjutnya adalah mengalikan total HC volume dengan berbagai

efisiensi : ekspulsi, migrasi, trapping, dan prerservation. Waples

(1985) menggabungkan efisiensi ekspulsi dan migrasi menjadi satu (sebab

ekspulsi = primary migration) yaitu 5-10 % untuk rich source rocks

(kalau sendiri2 : ekspulsi = 50 %. migrasi 5-30 %). Efisiensi migration

dan trapping (accumulation) juga sudah disatukan oleh Waples (1985)

menjadi 10-20 %. Faktor preservation bisa di antara 0 - 1 (0 = total

destruction, 1 = no destruction at all). Dalam pengalaman saya,

praktisnya : hitung total HC volume kemudian kalikan dengan 15 %, itu

adalah jumlah total volume HC yang siap terperangkap (setelah melalui

discounts oleh : ekspulsi, migrasi dan pemerangkapan).  Kemudian,

gunakan metode perhitungan probabilistik, jangan deterministik.

 

 

 

Riset geokimia belakangan ini banyak dilakukan untuk mendekatkan

efisiensi2 di atas dengan kenyataannya, salah satunya adalah dengan

cross check total HC volume, oil in place di semua struktur di wilayah

itu, dan cummulative productions dari lapangan-lapangan yang ada. 

 

 

 

Demikian, semoga cukup mudah dipahami dan berguna, terima kasih atas

pertanyaannya.

 

 

 

salam,

 

awang

 

 

 

--- On Tue, 7/1/08, sigit prabowo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

 

 

 

From: sigit prabowo <[EMAIL PROTECTED]>

 

Subject: [iagi-net-l] Bertanya tentang konsep migrasi HC dalam Petroleum

System

 

To: iagi-net@iagi.or.id, "awang satyana"

<[EMAIL PROTECTED]>

 

Date: Tuesday, July 1, 2008, 3:16 PM

 

 

 

Pak Awang dan para IAGI Netters YTH.,

 

Saya pernah membaca dalam suatu literature, bila dalam migrasi HC, dari

suatu

 

cekungan ke arah reservoir, dalam hal ini bentuk cekungan nya adalah

 

'elongated', ...area di ujung sepanjang sumbu dari 'kitchen',

 

akan relative tidak terlalu bagus untuk HC charging nya...

 

Apakah hal ini selalu hampir terjadi di tiap cekungan yang 'elongated'

 

pak...

 

...ataukah reservoir di ujung sumbu basin nya tersebut masih bagus

 

'charging' nya bila ada structure seperti 'plunging nose' dari

 

basin ke arah reservoir nya...

 

Kemudian juga, bila melihat Allen & Allen, 1990; bahwa pembagian basin

 

berdasarkan :

 

1. Divergent setting, terdiri dari terestrial rift valley, proto-oceanic

rift

 

trough

 

2. Intraplate setting, terdiri dari continental rises and terraces,

continental

 

embayment, intracratonic basin, active ocean basin, dormant ocean basin,

trench

 

slope basin, fore-arc basin, intra-arc basin, back-arc basin, retro-arc

basin,

 

remnant basin, peripheral foreland basin, piggy-back basin, foreland

 

intermontane basin.

 

3. Transform setting, terdiri dari transtensional basin, transpressional

basin,

 

dan transrotational basin

 

4. Hybrid setting, terdiri dari intracontinental wrench basin,

impactogens, dan

 

successor basin.

 

...tentu sangat dimungkinkan, dari sekian banyak tipe basin tersebut

yang tidak

 

selalu berbentuk 'elongated', nah bila ada, bagaimanakah konsep migrasi

 

HC nya pak...

 

Dalam kenampakan 'seismic section', sering kita lihat adanya bentuk

 

kemiringan relief yang mempunyai sudut tertentu dari pusat basin nya ke

arah

 

reservoir di atas nya, bila ada perubahan besaran sudut, misal dari

sudut

 

tinggi (curam), ke arah sudut yang lebih kecil (topografi landai),

bisakah si

 

HC yang sedang bermigrasi ini mengalami 'loss energy', mengingat faktor

 

pendorong HC bermigrasi adalah buoyancy (disebabkan perbedaan oil atau

gas

 

dengan 'pore waters' di 'carrier bed' nya, dan pore pressure

 

gradien), sehingga HC volume yang akan ter 'trap' menjadi lebih sedikit

 

dari seharus nya...

 

Apakah ada semacam korelasi antara besaran sudut, buoyancy, pore

pressure

 

gradien, perbandingan cappilary pressure dengan driving force, dsb;

dengan

 

jumlah HC yang akan ter 'trap' di reservoir nya...

 

Saya pernah membaca juga untuk menghitung HC (dalam hal ini oil) volume

dari

 

suatu cekungan dengan memakai rumus :

 

Oil volume=area*thickness*source rock yield*expulsion

effisiensi*migration and

 

trap effisiensi

 

...hanya saja, saya masih belum begitu jelas, bagaimana kah cara

mendapatkan

 

angka untuk parameter source rock yield, expulsion efisiensi, dan

migration and

 

trap effisiensi..., apakah dari pemodelan basin yang di cross check

dengan total

 

reserve dari si 'HC' yang dipercaya dari cekungan tersebut atau

 

bagaimana...

 

Atau malah mungkin ada rumus lain nya ya...

 

Mohon pencerahan nya pak...

 

Terimakasih

 

Best Regards

 

Sigit Ari Prabowo

 

 

      

Reply via email to