Makin panjang saja nih rantai birokrasinya..
-------------------------------------------------------------------------
JAKARTA. Kemarin (1/9), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui hak
inisiatif yang diajukan puluhan anggota dewan untuk merevisi Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Sepuluh fraksi
mendukung hak inisiatif ini.
Salah satu aturan main yang diusulkan perubahannya adalah soal kontrak
kerjasama (KKS) migas. DPR ingin ikut memberi masukan sekaligus persetujuan
sebelum Pemerintah memilih kontraktor, termasuk pembatasan jangka waktu
kontrak. "Itu butuh persetujuan DPR," kata Jurubicara Fraksi Kebangkitan Bangsa
Anna Muamana.
Keterlibatan DPR juga mencakup pengawasan. Jurubicara Fraksi Golkar Watty Amir
menegaskan, fungsi monitoring itu tidak sebatas pada bahan bakar minyak dan gas
saja, tapi juga produksi minyak mentah dan gas bumi. "Produksi kita rendah,
maka perlu optimalisasi yang disertai dengan pengawasan," ujar Watty.
Ketentuan lain yang juga masuk dalam usul revisi adalah soal kewajiban memasok
produksi minyak untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation
(DMO). DPR ingin menaikkan DMO dari 25% menjadi 75% dari total produksi.
"Negara harus menjamin pemenuhan kebutuhan dalam negeri," kata Jurubicara
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Isma Yatun.
DPR menyerahkan proses amandemen UU Migas pada DPR dan Pemerintah periode
berikutnya. "Sebab, sisa waktu jabatan periode ini terbatas," ujar Agung
Laksono, Ketua DPR.
Sekadar mengingatkan, September 2008 lalu, puluhan anggota DPR mengajukan hak
inisiatif revisi UU Migas. Mereka mengusulkan amandemen untuk delapan pasal.