Di gedung auditorium Museum Indonesia TMII, Jakarta,  sebuah gedung yang asri 
dengan batu dan tiang-tiang berukir nan megah, seminar Atlantis digelar PT Ufuk 
Publishing House pada Sabtu 20 Februari 2010 tadi pagi-siang pukul 09.30-13.30. 
Seminar dihadiri sekitar 100 orang dari berbagai kalangan yang meminati isu 
Atlantis. Jadwal selesai mundur 1 ½ jam oleh serunya diskusi.
 
Sejak buku terjemahannya diterbitkan PT Ufuk akhir tahun lalu, buku tulisan 
Prof. Arysio Santos (ahli fisika nuklir Brazil) laku keras di pasaran. Buku 
kontroversial yang mengatakan bahwa benua Atlantis yang hilang itu ternyata 
Indonesia tentu menimbulkan minat tersendiri bagi orang Indonesia. Berdasarkan 
hal itulah maka PT Ufuk serius menggelar seminar ini mengundang para narasumber 
yang berkaitan dengan bidang bahasan buku Atlantis.
 
Menganggap bahwa isu yang dilempar Prof. Santos ini penting untuk harga diri 
bangsa (sebab Atlantis terkenal berkebudayaan tinggi) dan penting bagi ilmu 
pengetahuan Indonesia, maka PT Ufuk mengundang Prof. Dr Jimly Assidiqie (mantan 
ketua MK, dan anggota Watimpres) untuk memberikan pidato kunci. Sebelumnya, 
seminar dibuka oleh Prof. Dr. Umar Anggara Jenie (Ketua LIPI) yang memberikan 
pengantar tentang aspek ilmu pengetahuan isu Atlantis ini. 
 
Prof. Umar Jenie bersikap netral dalam isu ini sebab beliau mengakui tak 
mempunyai kapasitas untuk menilai pendapat Prof. Santos (Pak Umar adalah 
seorang ahli farmasi). Tetapi Pak Umar mengutip Arthur Clarke bahwa kebenaran 
itu tak harus selalu berdasarkan kebenaran pada saat kini, bisa juga didasarkan 
atas imajinasi yang saat ini belum terbukti tetapi kelak mungkin saja terbukti. 
Dan bila sebuah seminar internasional tentang Atlantis diperlukan diadakan, 
LIPI akan mendukungnya. Buku Prof. Santos baik, dalam hal bisa merangsang 
perdebatan sebab perdebatan merupakan jalannya ilmu pengetahuan.
 
Prof. Jimly, sebagai seorang ahli hukum juga tak bisa menilai pendapat Prof. 
Santos ini, tetapi Pak Jimly mengatakan bahwa bila isu ini benar, maka buku 
Atlantis ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia, paling tidak bisa 
membangun kembali harga dirinya di dunia internasional. Sebelum buku Atlantis 
ini, ada buku kontroversial lain yang ditulis Stephen Oppenheimer ahli genetika 
dari Inggris berjudul “Eden in the East” yaitu Sundaland sebagai tempat awal 
peradaban manusia modern. Dua buku ini penting bagi identitas bangsa Indonesia, 
begitu menurut Prof. Jimly.
 
Pembahasan teknis detail pendapat Prof. Santos dilakukan melalui disiplin ilmu 
arkeologi (oleh Prof.Dr. Harry Truman Simanjuntak) dan geologi (oleh saya). 
Setelah Prof. Truman dan saya presentasi, Radhar Panca Dahana melanjutkan acara 
dengan berbicara tentang aspek budaya Indonesia masa lalu.
 
Presentasi Prof. Truman (Centre for Prehistoric and Austronesian Studies, 
mantan Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia) berjudul “Atlantis –Indonesia ?”. 
Sebagai seorang ilmuwan senior, Prof. Truman mengemukakan pertama kali 
bagaimana sebuah karya ilmiah itu dibangun, bagaimana analisis sumber data itu 
dilakukan, bagaimana kondisi datanya. Bila premis dibangun atas data yang tak 
sahih (valid), maka premis salah, hipotesis salah, kesimpulan pun salah. Itulah 
yang terjadi dengan buku Prof. Santos. Tak ada analisis data dilakukan. Prof. 
Santos hanya menyambungkan fakta atau fiksi di sana-sini menjadi suatu 
rangkaian cerita. Uji sumber data tak dilakukan, kesimpulan didasarkan bukan 
atas data dan analisis yang valid. Banyak kerancuan dikemukakan dengan 
pembahasan yang tidak sistematis. Selanjutnya, Prof. Truman membahas kebudayaan 
tinggi Indonesia 11.600 tahun yang lalu versi Prof.Santos (saat penenggelaman 
Atlantis Indonesia terjadi) dikontraskan
 dengan penemuan-penemuan artefak di Indonesia yang berangka tahun sekitar 
11.600 tahun. Pada masa ini, manusia Indonesia berada pada MMA (manusia modern 
awal) pada tingkat kebudayaan latest paleolithic dan preneolithic. Kebudayaan 
pada masa ini berdasarkan penemuan2 arkeologi dicirikan oleh berburu, meramu, 
hunian gua dan teknologi lithik (batu). Dengan terjadinya deglasiasi pada masa 
ini, manusia makin banyak tinggal di dalam gua dan mengembangkan kebudayaan gua 
termasuk rock art, perkembangan konsepsi kepercayaan. Dengan kata lain, tak ada 
tingkat kebudayaan yang maju seperti yang diceritakan Plato di dalam cerita 
Atlantis. Karena tak ada bukti arkeologi sama sekali bahwa Indonesia telah 
berkebudayaan maju sebelum 11.600 tahun yang lalu, maka Prof. Truman dengan 
tegas menolak pendapat Prof. Santos.
 
Tentang bantahan geologi atas pendapat-pendapat Prof. Santos telah saya 
kemukakan di dalam diskusi-diskusi di milis dari beberapa tahun yang lalu sejak 
Prof. Santos mengeluarkan pendapatnya itu pada tahun 2005. Saya 
mempresentasikan materi berjudul “Benua Atlantis yang Hilang itu Indonesia ? : 
Antitesis-Antitesis Geologi”. Pada intinya, Prof. Santos menyamakan 
penenggelaman Sundaland sebagai penenggelaman Atlantis. Hanya, mekanisme 
penenggelaman itu bukan karena siklus deglasiasi, tetapi karena letusan 
rangkaian gunungapi dari India sampai Jawa termasuk Toba dan Krakatau yang 
terjadi pada 11.600 tahun yang lalu. Air laut naik sampai 130 meter pada saat 
itu menenggelamkan seluruh Sundaland. Pendapat ini sama-sekali tak punya bukti 
geologi dan ngawur secara kronologi. Toba terakhir meletus hebat sebagai sebuah 
supervolcano pada 74.000 tahun yang lalu dan letusan pertama Krakatau terjadi 
pada 416 M, itulah bukti-bukti geologi yang kita punya. Sundaland
 memang pernah tenggelam akibat air laut naik secara signifikan, tetapi itu 
terjadi pada 14.600-14.300 tahun yang lalu. Kenaikan selama 300 tahun itu 
menaikkan air laut sampai 16 meter, atau 5,3 cm per tahun (Lihat 
publikasi-publikasi terbaru dari  Hanebuth et al., 2000, Rapid Flooding of the 
Sunda Shelf: A Late-Glacial Sea-Level Record. Science. v. 288, no. 5468, pp. 
1033-1035 dan  Hanebuth et al., 2004, Depositional sequences on a late 
Pleistocene–Holocene tropical siliciclastic shelf (Sunda Shelf, southeast 
Asia). Journal of Asian earth Science. v. 23, pp. 113-126). Bagaimana Prof. 
Santos bisa mengatakan bahwa airlaut naik sampai 130 meter hanya dalam satu 
tahun ? Mekanisme letusan volkanik menyebabkan deglasiasi pun tak kita kenal 
dalam geologi, justru volkanisme dalam banyak kasus menyebabkan winter 
volcanic. Secara dimensi pun, tsunami sehebat apa pun tak akan menenggelamkan 
Sundaland secara sekaligus. Tsunami Krakatau 1883 hanya menyebabkan
 tsunami di sekitar pantai Lampung, Banten dan sedikit Jakarta. Itu saja. 
Kemudian, Selat Sunda itu sudah terbentuk sejak Miosen Akhir saat Pulau Jawa 
melakukan rotasi anti-clockwise dan Sumatra melakukan rotasi clockwise. Ini 
telah ada bukti pengukuran paleomagnetikya (antara lain lihat publikasi Ngkoimi 
et al., 2006 untuk Jawa, dan Ninkovich, 1976 untuk Sumatera). Akibatnya, Selat 
Sunda membentuk celah segitiga menyempit ke timurlaut melebar ke baratdaya. 
Retakan ini menyebabkan banyak sesar-sesar di sekitar Selat Sunda dan salah 
satu perpotongan sesar itu diduduki Krakatau. Bukanlah Krakatau yang meretakkan 
Selat Sunda pada 11.600 tahun yang lalu. Maka, saya pun tak bisa menerima 
pendapat Prof. Santos bahwa Indonesia itu Atlantis, tak ada bukti2 geologi 
ditemukan di bukunya, dan cara Prof. Santos menerangkan geologi di dalam 
bukunya tidaklah nalar, paling tidak bukan mekanisme2 yang dikenal di dalam 
main stream geological sciences.
 
Radhar Panca Dahana (sastrawan dan ahli sosiologi Universitas Indonesia) 
berbicara di akhir sesi tentang kejayaan budaya Indonesia masa lalu terutama 
dari segi maritimnya. Pelaut-pelaut Nusantara saat itu sudah menjelajah ke 
India, Afrika, dsb.termasuk membawa kebudayaan-kebudayaannya, maka ditemukanlah 
kebudayaan-kebudayaan yang mirip Nusantara di India, Madagaskar atau Afrika 
Selatan. Pak Radhar tak membahas pendapat Prof. Santos, dari pembicaraannya tak 
bisa disimpulkan apakah ia mendukung atau menolaknya. “I don’t care with 
Santos”, kata Pak Radhar; yang jelas sejarah Indonesia itu bukan hanya 
Kutei,Sriwijaya, Mataram, Majapahit, tetapi jauh sebelum itu. Bila masa sejarah 
Indonesia dikenal mulai tahun 400 M, itu hanyalah karena pengaruh datangnya 
orang-orang Aria dari India yang membawa kebudayaan kontinen; sebelumnya, 
Nusantara telah mengunjungi India bahkan Afrika. Hanya pelaut-pelaut Nusantara 
memang tak punya tradisi mencatat. Begitu
 komentar Pak Radhar Panca Dahana yang tulisan-tulisan kritik sastranya bisa 
kita temukan di koran-koran. 
 
Pertanyaan-pertanyaan banyak diajukan oleh para peserta seminar, dimoderatori 
oleh Pak Agus Samekto dari Universitas Indonesia baik teknis maupun nonteknis, 
menyangkut arkeologi, geologi, filsafat, bahkan sampai spiritualisme. Para 
peserta umumnya netral, tetapi ada juga yang mendukung Prof. Santos maupun 
menolaknya. Yang menolaknya umumnya senang karena presentasi dari Prof. Truman 
dan saya juga menolaknya. Yang mendukung juga senang karena ulasan Pak Radhar 
seolah-olah mendukung Prof. Santos.
 
Apa pun itu, seminar oleh PT Ufuk Publishing dalam membedah buku-buku asing 
yang kontroversial apalagi yang menyangkut Indonesia, patut diacungi jempol 
sebab ini bagian dari usaha mencerdaskan masyarakat Indonesia. Buku-buku asing 
yang menyangkut Indonesia harus dilihat dengan hati-hati, jangan agar 
masyarakat menelannya mentah-mentah, lalu bangga dengan sesuatu yang secara 
ilmiah lemah. Adalah tugas para penerbit dan ilmuwan mendidik masyarakatnya.
 
Demikian, pengamatan saya atas seminar yang menarik ini.Seusai seminar, hujan 
deras mengguyur TMII, niat berburu buku-buku langka di ujung TMII batal. Di tol 
Jagorawi di tengah hujan yang makin memutih karena semakin menderas :  
Atlantis, prasejarah, geologi, bahari Nusantara berkelebatan silih berganti di 
pikiran. Indonesia begitu menariknya bagi dunia ilmu pengetahuan apa pun, 
semoga ilmuwan Indonesia makin berjaya dan berdaya di negerinya sendiri. Amin.
 
Salam,
Awang


      Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke 
Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer

Kirim email ke