Saya pernah juga mengulas peristiwa/bencana Sodom dan Gomora ini berdasarkan Qur'an dan ilmu pengetahuan. Barangkali dapat menjadi tambahan masukkan terhadap apa yang dibahas oleh Pak Awang pada papernya. Semoga bermanfaat.
----- Original Message ----- From: Nana Djumhana To: bdi-...@googlegroups.com Cc: petrochina_mos...@googlegroups.com Sent: Friday, June 15, 2007 7:09 AM Subject: Pepeling 15 : Azab dan Kejadian Alam (4) Assalamu'alaikum wr.wb. AZAB DAN KEJADIAN ALAM (4) Kita lanjutkan kajian tentang azab Allah kepada manusia karena pembangkangan mereka. Kisah yang paling terkenal tentang hal ini adalah azab terhadap kaumnya Nabi Luth alaihissalam. Salah satu penyebab turunnya azab ini adalah akibat perilaku manusia yang menyimpang dari fitrahnya, yaitu homoseksual. Allah telah mengabadikan kisah ini dalam beberapa firmanNya yang terangkum dalam Al Qur'an, untuk menjadi pelajaran dan peringatan kepada kita semua. Yang paling lengkap tentang azab ini dijumpai pada Surah Al Hijr, yang diawali dengan informasi akan turunnya azab tersebut, disampaikan kepada Nabi Ibrahim a.s. sebelum datang kepada Nabi Luth. Lengkapnya sebagai berikut : Ibrahim berkata (kepada tamunya, para malaikat utusan Allah) : "Apakah urusanmu yang (lebih) penting, wahai para utusan ?" Mereka menjawab : "Kami sesungguhnya diutus kepada kaum yang berdosa, kecuali Luth dan para pengikutnya. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan mereka semuanya, kecuali istrinya. Kami telah menentukan bahwa ia (istri Luth) itu termasuk orang-orang yang tertinggal (bersama orang-orang kafir)". Maka tatkala para utusan (malaikat yang menjelma manusia) itu datang kepada kaum Luth beserta pengikut-pengikutnya, dia (Luth) berkata : "Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang tidak dikenal". Para utusan menjawab : "Sebenarnya kami datang kepadamu membawa kebenaran, dan sesungguhnya kami betul-betul orang-orang yang benar. Maka pergilah kamu sekalian di ujung malam dengan membawa keluargamu, dan iringilah mereka dari belakang, serta jangalah seorangpun di antara kalian menengok ke belakang, dan lanjutkanlah perjalanan ke tempat yang diperintahkan kepadamu". Dan Kami telah mewahyukan kepadanya (Luth) tentang hal itu, bahwa mereka (kaum kafir) akan ditumpas habis di waktu subuh. Dan datanglah penduduk kota (Sadum/Sodom) itu (ke rumah Luth) dengan kegembiraannya atas kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata : "Sesungguhnya mereka itu para tamuku, maka janganlah kalian membuat malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah serta janganlah kalian membuatku terhina". Mereka berkata : "Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia ?" Luth berkata : "Inilah putri-putriku (untuk dikawini) jika kamu hendak berbuat (secara halal)". (Allah berfirman) : "Demi umurmu, sesungguhnya mereka terombang-ambing dalam (kesesatan) yang memabukkan". Maka mereka dibinasakan oleh suara keras bergemuruh menggelegar di saat matahari menjelang terbit. Maka Kami jadikan negri itu terbalik (amblas) ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan hijaaratammin sijjiil ( tanah bebatuan yang keras panas). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat ayat-ayat (tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikannya. Dan sesungguhnya negri itu benar-benar terletak pada sabiilimmuqiim (jalur yang ditempatkan/ditetapkan). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan ayat-ayat (tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. (QS Al Hijr 57-77). Nabi Luth a.s hidup sejaman dengan Nabi Ibrahim a.s. Bahkan keduanya masih terdapat hubungan keluarga, karena Nabi Luth adalah keponakan Nabi Ibrahim atau putra saudaranya Nabi Ibrahim yang bernama Haran. Ketika kembali dari Mesir bersama Nabi Ibrahim menuju Yerusalem (Palestina), selanjutnya Nabi Luth pergi meninggalkan Nabi Ibrahim atas perintah dan izinnya menuju Gharzaghar, suatu wilayah yang terletak di sebelah selatan sampai tepinya Laut Mati. Pada waktu itu, Sadum atau Sodom merupakan ibukota Gharzaghar, di samping juga terdapat beberapa kota kecil atau desa lain di sekitarnya seperti Amurah (Gomora), Shu'bah, Sha'ud dan Dauha. Penduduk Gharzaghar pada waktu itu terkenal dengan premanismenya. Mereka sering melakukan perampokan dan kejahatan lainnya. Bahkan mereka melakukan kemaksiatan yang tidak sesuai fitrah manusia dan belum pernah dilakukan oleh manusia sebelumnya, yaitu homoseksual, hubungan seks antara laki-laki dengan laki-laki. Dan Nabi Luth diutus Allah untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, seperti yang difirmankanNya : "Dan (Kami mengutus) Luth (kepada kaumnya), tatkala ia berkata kepada kaumnya : 'Mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah itu yang belum pernah dilakukan seorangpun sebelummu ?' Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan hawa nafsumu bukan kepada wanita, bahkan kamu ini merupakan kaum yang melampoi batas." (QS Al A'raaf 80-81). Pada firman yang lain : Dan datanglah kaumnya kepadanya (Luth) dengan bergegas. Dan telah sejak dulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan keji (sayyiat). Luth berkata : "Wahai kaumku, inilah putri-putriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkanku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antara kalian seorang yang berakal ?" Mereka menjawab : "Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa kami tidak berkeinginan terhadap putri-putrimu dan sesungguhnya kamu telah mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki". (QS Huud 78-79). Karena kaumnya sudah tidak bisa lagi diajak kepada jalan yang benar, maka sesuai dengan perintah Allah, Nabi Luth beserta pengikutnya, yaitu kedua putrinya tapi tanpa istrinya, diperintahkan pergi sebelum subuh (lewat tengah malam) meninggalkan Gharzaghar menuju Shau'ar (dalam referensi lain disebutkan sebagai Shugar), sebuah desa yang terletak di ujung tenggara Laut Mati, atau sekitar 17 kilometer ke arah timur, dengan berjalan tanpa menengok ke tempat asalnya yang akan diazab pada waktu subuh. Apa bentuk azab yang ditimpakan kepada kaumnya Nabi Luth yang membangkang tersebut ? Dalam QS Al A'raaf, disebutkan bahwa azab tersebut berupa mathar (hujan) seperti pada firman Allah : Wa amtharnaa 'alaihim matharan fanzhur kaifa kaana 'aaqibatul mujrimiin (dan Kami hujani kepada mereka hujan, maka bagaimana akibatnya orang-orang berdosa itu). (QS Al A'raaf 84). Hal yang sama (mathar sebagai azab terhadap kaumnya Nabi Luth) juga dijumpai pada firmanNya yang lain dalam QS Asy Syu'araa' 173 dan An Naml 58. Tetapi dalam firmanNya yang lain, disebutkan bahwa azab tersebut berupa al-hijjaratan min sijjil (tanah bebatuan yang keras panas) seperti pada ayat berikut ini : Falammaa jaa-a amrunaa 'aaliyahaa saafilahaa wa amtharnaa 'alaihaa hijaaratam min sijjilim mandhuud (maka tatkala azab Kami datang, Kami jadikan negri (kaum Luth) itu dari atas ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan tanah bebatuan yang keras panas secara bertubi-tubi). (QS Huud 82). Hal yang sama juga dijumpai pada QS Al Hijr 74 seperti yang dikutipkan di atas, dan juga QS Adz Dzaariyat 33. Sehingga dari beberapa ayat tentang azab Allah yang ditimpakan terhadap kaumnya Nabi Luth yang ingkar ini, para ulama mufasir menyampaikan pendapatnya masing-masing. Menurut Ibnu Katsir, penimpaan azab itu terjadi pada pagi hari, dan pada saat yang sama negri kaumnya Nabi Luth ini dibalikkan sehingga bagian atas negri itu menjadi berada di bawah, dan demikian sebaliknya. Kemudian diturunkan hujan batu kuat lagi keras yang menimpa mereka secara bertubi-tubi. Pada setiap batu tertulis nama orang yang akan ditimpanya termasuk yang berada di negri lain, sehingga tidak ada seorang pun dari kaum Luth ini yang tersisa. Mujahid berkata bahwa Jibril memegang kaum Luth dan membawa mereka berikut ternak dan harta benda mereka. Lalu Jibril mengangkat mereka sehingga penduduk langit mendengar gonggongan anjing mereka. Kemudian Jibril menghempaskannya. Qatadah dan beberapa ulama lain mengemukakan, pada pagi itu Jibril mengembangkan sayapnya, dan dengan sayap itu Jibril mengumpulkan segala yang ada di negri kaum Luth termasuk bangunan-bangunan, ternak, batu, pepohonan, serta segala yang ada di atasnya. Jibril merengkuh semuanya itu ke dalam sayapnya, lalu memeras dan melipatnya. Selanjutnya Jibril membawanya ke langit, sehingga penduduk langit mendengar suara manusia dan anjing. Setelah itu Jibril menghempaskannya di bumi secara terbalik. Maka sebagian yang satu menghancurkan sebagian yang lain. Lalu mereka dilempari batu dari tanah yang sangat keras. Muhammad bin Ka'ab al-Qurdzi menjelaskan bahwa negri kaum Luth itu terdiri dari lima wilayah, yaitu Sadum sebagai wilayah yang terbesar, Shu'bah, Sha'ud, Ghamurah dan Dauha. Kesemuanya itu dibawa oleh Jibril dengan sayapnya. Kemudian ia membalikannya serta menewaskan dan membinasakannya. Bagaimana kejadian alam menurut logika ilmu pengetahuan (geologi) tentang azab tersebut ? Dari morfologi Jazirah Arab bagian utara, tampak ada suatu pelurusan dari selatan ke utara sepanjang lebih dari seribu kilometer, membentang dari Teluk Aqabah di ujung utara Laut Merah, terus ke Laut Mati, Danau Yordan dan terus berlanjut ke utara mendekati Pegunungan Taurus yang membujur di wilayah Turki dan Yunani. Hal ini mencerminkan adanya zona sesar besar berarah utara-selatan yang melintas di wilayah tersebut. Dari peta tektonik regional wilayah tersebut, menunjukkan bahwa sesar besar tersebut merupakan batas tranformasi Lempeng Arab dan Lempeng Eurasia, yang terjadi berkaitan dengan pergerakan Lempeng Arab ke timur dan membukanya dasar samudra dari Laut Merah, dari sebuah sistim "rift-drift" (pergerakan lempeng-lempeng yang saling menjauh) Lempeng Afrika Timurlaut, seperti yang sudah disinggung pada Pepeling 14 pekan lalu. Laut Mati dan Danau Yordan sendiri merupakan cekungan-cekungan "pull-apart", yang terbentuk sebagai akibat pergerakan sesar-sesar mendatar dari zona sesar besar tersebut yang lebarnya sekitar 15 kilometer. (Kalau di Indonesia, contoh kejadian seperti ini adalah Danau Singkarak di Sumatra Barat). Tampaknya wilayah Gharzaghar, terutama Sadum dan Amurah (Sodom dan Gomora) yang paling banyak dihuni kaumnya Nabi Luth terletak di zona sesar besar tersebut. Penelitian geologi di sekitar Laut Mati dan daerah sebelah selatannya, menunjukkan bahwa wilayah Laut Mati dan Gharzaghar tersebut diapit oleh dua sesar mendatar utama, berjarak antara 5 sampai 15 kilometer, yang di dalamnya dijumpai adanya diapir-diapir yang berpotensi menjadi "mud vulcano". Sedangkan desa Shau'ar (Shugar) sebagai tempat mengungsinya keluarga Nabi Luth dan pengikutnya pada waktu kaumnya diazab itu, terletak di sebelah timur di luar sesar mendatar utama. Dengan mengacu pada firman-firman Allah, terutama QS Al Hijr 73-74 : Maka mereka dibinasakan oleh suara keras bergemuruh menggelegar ketika matahari menjelang terbit, maka Kami jadikan negri itu terbalik (amblas) ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan tanah bebatuan yang keras panas, maka dapat dipastikan bahwa azab tersebut merupakan kejadian alamnya sesuai kondisi geologi wilayah tersebut. Kemungkinan besar azab Allah terhadap kaumnya Nabi Luth ini berupa tanah terban atau amblas ke bawah beberapa puluh meter, atau bahkan lebih dari seratus meter, disebabkan oleh aktivitas pergerakan kulit bumi melalui dua sesar mendatar utama dalam sistim terbentuknya cekungan "pull-apart". Sehingga wilayah Gharzaghar dengan kota Sodom dan beberapa desa lainnya yang dihuni oleh kaumnya Nabi Luth tersebut, semula berada di tempat yang lebih tinggi lalu amblas ke bawah, dan diikuti dengan runtuhan tanah bebatuan dari gawir-gawir sesar yang menimpa wilayah terban tersebut, disamping juga diikuti dengan letusan besar "mud vulcano" yang diperkirakan berpusat sekarang menjadi Bukit Sodom dan bukit yang menjadi Tanjung Elarian (kedua bukit ini berjarak sekitar 10 Km), terletak pada zona sesar mendatar utama sebelah barat, di ujung baratdaya atau selatan Laut Mati. Runtuhan tanah bebatuan dan luapan lumpur bercampur garam dalam keadaan panas itu kemudian menimbun dan menenggelamkan seluruh wilayah Gharzaghar, sehingga sejak kejadian itu tidak dijumpai lagi sisa peradaban dari kaumnya Nabi Luth tersebut. Suara keras bergemuruh menggelegar ditimbulkan oleh mekanisme tanah terban yang diikuti dengan runtuhan tanah bebatuan dari tebing atau gawir sesar dan letusan mud vulcano, dalam waktu yang hampir bersamaan. Dengan demikian, azab Allah yang ditimpakan terhadap kaumnya Nabi Luth akibat perbuatan mereka yang sudah melampoi batas itu, merupakan kejadian alam sesuai kondisi geologi di wilayah yang dihuni mereka, yang merupakan jalur sesar-sesar mendatar. Sehingga bagi para ahli geologi dan ahli kebumian lainnya, peristiwa itu bisa dijelaskan secara nalar, berdasarkan data yang ada di wilayah tersebut. Dengan demikian Allah mengazab mereka melalui tatanan geologi yang sudah ada di bumi, cukup dengan mengaktifkan sesar-sesar mendatar dalam mekanisme pembentukan cekungan "pull-apart", kemudian menutupinya dengan tanah bebatuan sekitarnya dan luapan lumpur bercampur garam dari erupsi-erupsi mud vulcano. Hal ini dipertegas dengan ayat selanjutnya : Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat ayat-ayat (tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikannya. Dan sesungguhnya negri itu terletak pada jalur yang ditempatkan/ ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu merupakan ayat-ayat (tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. (QS Al Hijr 75-77). Begitu pula Allah dalam menyelamatkan keluarga Nabi Luth (kecuali istrinya). Kepergian mereka meninggalkan kaumnya berjalan ke arah timur menuju desa Shau'ar (Shugar), dengan tidak boleh menengok ke belakang, juga dapat dijelaskan secara logika. Peristiwa tanah terban (ambles) diikuti penimbunan oleh runtuhan batuan dan erupsi besar mud vulcano, merupakan bencana alam yang amat dahsyat bagi manusia. Berdasarkan firman Allah, peristiwa itu terjadi pada waktu subuh, di saat mana orang-orang kafir sedang tertidur pulas terbuai mimpinya, sehingga mereka ditumpas habis. Nabi Luth diperintahkan meninggalkan kaumnya itu pada ujung malam atau lewat tengah malam, sehingga setelah sekitar dua atau tiga jam berjalan dapat menempuh jarak lebih dari 15 kilometer ke tempat yang aman dari bencana. Diperintahkan tidak menengok ke belakang agar tetap konsentrasi untuk terus melanjutkan perjalanan, dan tetap tegar atau tidak berduka cita yang mendalam ketika melihat/mengetahui istri Nabi Luth atau ibu kedua putrinya itu diazab dengan bencana yang amat dahsyat tersebut, sehingga mengapa Nabi Luth berjalan paling belakang mengiringi kedua putrinya. Kita dapat membayangkan betapa dahsyatnya azab Allah terhadap kaumnya Nabi Luth ini, dengan melihat contoh dalam skala kecil di Sidoarjo Jawa Timur saat ini, yaitu sebuah peristiwa erupsi kecil mud vulcano. Bledug Porong hingga saat ini masih terus mengeluarkan lumpur panasnya sejak erupsi awalnya pada tahun lalu, dan luapan lumpur panasnya telah menenggelamkan beberapa desa. Apakah peristiwa alam mud vulcano di Sidoarjo itu ada kaitannya dengan ulah masyarakat di wilayah tersebut ? Besar kemungkinan ya, wallahu'alam. Karena tidak mungkin Allah menimpakan suatu musibah kepada manusia, jika tidak ada kesalahan (menyalahi aturan Allah) yang dilakukan manusia. Kalau musibah itu dianggap bukan sebagai azab, paling tidak kita menganggapnya sebagai teguran Allah terhadap mereka, terutama para pemimpin dan para pengusaha di wilayah tersebut maupun di negri ini. Jakarta, Jum'at pagi 29 Jumadil Awal 1428 H / 15 Juni 2007 M Wassalamu'alaikum wr.wb. Nana Djumhana