Rekan Bob, “Kalimat” itu khusus ditujukan untuk meluruskan bahwa ‘INTERPRETASI’ bukan ‘HIPOTESIS’. Itu poinnya.
Menurut hemat saya pemindaian geofisik (georadar, geolistrik, seisik dll) bisa dianalogikan dengan pemindaian/imaging dalam dunia kedokteran seperti ultrasonografi dan x-ray. Tentu kejelasan hasil image terantung dari resolusi, obyek dll. Georadar dengan frekuensi tinggi (misalnya lebih dari 1GHz) biasa dipakai untuk mendeteksi/melihat adanya ‘tulang’ beton yang patah atau bengkok atau retakan pada struktur di dalam suatu bangunan sehingga ahli sipil dapat memperbaikinya dengan tepat sasaran tanpa harus bongkar-bongkar dulu, sama seperti dokter yang mendiagnosa tangan anda dengan x-ray untuk mengobatinya bukan? Georadar dengan frekuensi yang lebih rendah dapat dipakai untuk melihat struktur dan stratigrafi detil dari lapisan tanah/batuan sama halnya seperti survey seismik refeksi dengan frekuensi tinggi. Limitasi nya makin tinggi frekuensi yang dipakai (untuk menajamkan resolusinya) akan makin dangkal penetrasinya atau “skin-depth”nya. Jadi harus menentukan optimum desain-nya sesuai target. Banyak cara untuk membuat hasil pemindaian menjadi lebih jelas, seperti membuat 3-D survey atau mengaplikasikan prinsip tomografi. Singkatnya detil-teknis dari berbagai teknik pemindaian tentu beda tapi fungsi dan tujuannya bisa dianalogikan. Salam DHN From: bob yuris [mailto:bopol...@yahoo.com] Sent: 04 September 2012 20:02 To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Mohon Pencerahan Mengenai Ilmu Georadar dan Geolistrik Mohon Pencerahan Mengenai Ilmu “Georadar & Geolistrik” Yth Bapak / Ibu Geologist, Saya belum pernah sekalipun membaca hasil penelitian ilmiah mengenai Piramida atau Punden Berundak di Gunung Padang dari sumber manapun. Saya hanya membaca laporan utama Tempo Edisi 27 Agu – 2 Sep 2012 dengan judul sampul: Mimpi Emas di Gunung Padang. Tempo memaparkannya secara menarik dan berimbang, baik dari sisi tim peneliti terpadu maupun dari pihak yang tidak sepaham. Tempo edisi 3-9 September 2012, memuat surat pembaca dari Bapak DR. Danny Hilman Natawidjaja. Isinya kurang lebih tanggapan Bapak Danny atas tulisan Prof Mundardjito dan Junus S. Atmodjo pada Tempo edisi G Padang. Ada bagian kalimat tanggapan dari Pak Danny yang saya kutipkan disini: “ Interpretasi georadar dan geolistrik oleh geolog sama dengan imaji ultrasonografi atau sinar-X oleh dokter”. Saya sepenuhnya tidak paham apa itu interpretasi georadar dan geolistrik, hanya kalau sinar-X, saya bingung juga kalau dikatakan hasilnya “Interpretasi”. Saya punya pengalaman disinar-X karena patah tulang ruas telapak tangan, hasil rontgennya diperlihatkan oleh dokter kepada saya. Saya lihat betul bahwa ruas tangan saya patah dan tidak perlu lagi pembuktian dengan pembedahan untuk meyakinkan bahwa ruas tulang tangan saya benar-benar patah. Pertanyaan saya, apa yang dimaksud dengan “interpretasi Georadar dan Geolistrik” ?. Apakah produknya seperti gambaran patah tulang ruas tangan yang tidak perlu lagi pembuktian dengan pembedahan ? Mohon pencerahan Bapak Danny dan atau juga Bapak/Ibu Geolog yang paham dengan Georadar / Geolistrik. Salam Pencerahan, Bob Yuris Chandra Palynologist Partikelir