Gemas melihat progress yang lamban, pastinya pemerintah sudah punya Uncertainty 
Management Plan, kemungkinan juga ada mitigation plannya. Kita juga punya 
banyak ahli tentang jembatan. Dana mungkin bisa dari konsorsium, bisa juga dana 
waqaf (bisa dibuktikan kalau ada bencana alam dengan cepat dana terkumpul). 
Mungkin yang terlibat dalam pekerjaan ini ada yang kurang ikhlas, kurang 
Lillahita'alaa mengerjakan, kurang merah putih. Yang dipikirkan adalah profit, 
untuk partai dsb, dsb.

(Maaf ini pikiran orang awam lho....)

Salam,
GS


________________________________
 From: Ismail <lia...@indo.net.id>
To: iagi-net@iagi.or.id 
Sent: Saturday, October 6, 2012 9:50 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Diskusi panel jembatan Selat Sunda
 

Diharapkan seminar seminar sekarang ini bisa mendapatkan data baru / hal hal 
baru  sehingga dapat dipakai acuan dalam sisi engineeringnya , tidak sekedar 
retorika saja yg dibahas sebetulnya  sama dg yg lalu  cuma tempatnya dan 
institusinya yg beda .
Dengan kemajuan iptek data yg diperoleh bisa lbh detail lagi disisi lain 
engineeringnya juga sdh semakin maju shg kendala kendala gaologi selalu akan 
bisa diatasi dg  teknologi




Sent by Liamsi's Mobile Phone
________________________________

From:  bahe...@gmail.com 
Date: Sat, 6 Oct 2012 02:08:03 +0000
To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
ReplyTo:  <iagi-net@iagi.or.id> 
Subject: Re: [iagi-net-l] Diskusi panel jembatan Selat Sunda
JSS sudah setengah abad menjadi wacana, cermin lambatnya pengambilan keputusan 
di negeri ini, semoga segera terwujud demi percepatan dan pemerataan ekonomi 
jawa-sumatra, terlepas dari bencana geologi yg seharusnya dapat di-mitigasi.

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda sebenarnya bukan 
gagasan baru. Gagasan untuk menghubungkan Sumatera dan Jawa yang terpisahkan 
oleh Selat Sunda sudah muncul sejak tahun 1960. Bagaimana pembicaraan soal 
proyek monumental ini dari masa ke masa?

1960
Profesor Sedyatmo dari ITB mengusulkan konsep menghubungkan Pulau 
Sumatera-Jawa-Bali yang disebut Tri Nusa Bima Sakti

1965
ITB memamerkan visualisasi Jembatan Selat Sunda di Gedung Pola, Jakarta, dalam 
peringatan HUT RI ke-20.

1986
Presiden Soeharto menunjuk Menteri Negara Riset dan Teknologi sekaligus Kepala 
BPPT, BJ Habibie, mengkaji konsep Tri Nusa Bima Sakti.

1988-1992
Kementerian Pekerjaan Umum dan BPPT melaksanakan studi dibiayai Japan 
International Cooperation Agency hingga Rp 1,5 miliar per tahun. Tiga 
alternatif dikaji, yakni membangun pelabuhan, terowongan (52 kilometer), dan 
jembatan (29 kilometer).

1997
Presiden Soeharto memilih Jembatan karena lebih monumental. Habibie 
memerintahkan Wiratman Wangsadinata, guru besar dari ITB, agar melakukan riset 
teknologi jembatan ke Eropa. Berdasarkan kajian, dibutuhkan antara lain 17 ribu 
ton baja serta 50 ribu tenaga kerja pengelas dengan biaya Rp 100 triliun.

1998
Proyek mandek karena krisis ekonomi dan politik.

2004
Tomy Winata, pemilik grup usaha Artha Graha, menggandeng Wiratman.

2007
Grup Artha Graha bersama Pemerintah Banten dan Lampung membentuk konsorsium PT 
Graha Banten Lampung Sejahtera yang mayoritas sahamnya dikuasai grup Artha 
Graha. Hadir Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa dan Kepala Bappenas Paskah 
Suzetta.

2008
Konsorsium melakukan presentasi di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
dan kabinet.

2009
- Konsorsium menyerahkan hasil prastudi kelayakan kepada pemerintah.
- ITS menolak pembangunan jembatan.

2011
Terbit Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan 
Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Peraturan ini menetapkan konsorsium 
sebagai pemrakarsa proyek dan penggarap proyek studi kelayakan dengan biaya 
sendiri.

2012
- Wiratman memprotes konsorsium yang menggandeng perusahaan Cina untuk 
menggarap studi kelayakan. Ia ingin proyek sepenuhnya digarap oleh bangsa 
sendiri.

- Menteri Keuangan Agus Martowardojo meminta Perpres Nomor 86 direvisi. Ia 
mengusulkan studi kelayakan dibiayai negara.

- Konsorsium mengirimkan surat kepada pemerintah tertanggal 24 Juli 2012 supaya 
Perpres Nomor 86 tak diubah.

salam,
FB

Powered by Telkomsel BlackBerry®
________________________________

From:  aluthfi...@gmail.com 
Date: Sat, 6 Oct 2012 02:02:10 +0000
To: <iagi-net@iagi.or.id>
ReplyTo:  <iagi-net@iagi.or.id> 
Subject: Re: [iagi-net-l] Diskusi panel jembatan Selat Sunda

Iya Bung Vick. Negeri Sakura yg penuh resikopun bejibun gedung bertingkat dan 
juga jembatan penghubung pulau. Ya bisa juga bangsa kita risk avoider, yuuk 
kita menuju risk averse, kalau ke risk taker belajar dulu lah dengan menjadi 
risk averse. 


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
________________________________

From:  Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> 
Date: Sat, 6 Oct 2012 08:39:49 +0700
To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
ReplyTo:  <iagi-net@iagi.or.id> 
Subject: Re: [iagi-net-l] Diskusi panel jembatan Selat Sunda
Soal risiko saya rasa tidak ada yg tidak berrisiko di Indonesia ini. Bahkan 
tidak melakukannya apapun juga berisiko. Berisiko ketinggalan kereta 
(ketinggalan budaya). Yg lebih penting memperhitungkan risiko ini supaya tidak 
merugikan. Dan memilih yg paling optimum keuntungannya. 

Bahwa suatu saat akan rusak itu bisa dipastikan terjadi, hanya kapan terjadinya 
kita perlu perhitungkan masak-masak. 

Justru ini tantangan bagi geologist Indonesia utk lebih mengerti kondisi 
geologi Indonesia supaya mampu melakukan dan mampu membangun dengan mitigasi 
yang benar. 
Kalau terlalu fobia dan terlalu ketakutan kondisi geologinya ya selamnya kita 
tidak akan melakukan apapun. 
Menurut saya ilmu geologi dan juga ilmu lain dalam mitigasinya perlu menyatakan 
secara positip kapan saat terbaik utk melakukannya. Bukan hanya untuk 
mengatakan tidak perlu melakukannya.  

"Drill or not to drill ?"
Saya sering cenderung mengatakan "drill", karena yg mendapatkan keuntungan yg 
drill. 

"Do or not to do?"
Just do it ... That's how we learn. 

Rdp


On Sunday, October 7, 2012,  <fatchurza...@yahoo.co.id> wrote:
>
> Kayaknya dg tektonik yg gak stabil ditambah adanya krakatau diantaranya, 
> pembuatan jembatan kok high risk ya spt pemboran yg gak memenuhi parameter 
> petroleum system gitu, he3
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> ________________________________
> From: "Ismail" <lia...@indo.net.id>
> Date: Sat, 6 Oct 2012 00:16:28 +0000
> To: <iagi-net@iagi.or.id>
> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
> Subject: Re: [iagi-net-l] Diskusi panel jembatan Selat Sunda
> Ide menghubungkan jawa sumantrah ini sdh lama , sejak tahun 80 an bahkan sdh 
> ada kajian kajian dr berbagai aspek sejak itu telah banyak forum forum yg 
> diadakan untuk membahas masalah ini dari berbagai aspek,, bebrapa alternatif 
> diusulkan apakah memperbesar kapasitas pelabuhan , bangun jembatan bahkan 
> sampai bikin Terowongan semua dikaji dari segi kondisi lingk, teknologi dan 
> keekonomianya/biaya sampai sosialnya , dan juga termasuk rencana untuk. 
> Ngebangun jaringan kabel listrik lintas jawa sumantrah { siapa tahu renc 
> bangun PLTN di banbel jadi shg listriknya bisa dialirkan ke jawi } .
> Ujung ujungnya semuanya ke biaya , pilihan terakhir spt nya akan dibangun 
> jembatan kabarnya untuk pembangunan ini tidak akan dianggarkan ke APBN kalau 
> tidak dg APBN berarti model investasi swasta spt pemb jalan tol , bagi 
> investor tentunya lagi main etung etungan untung ruginya
> Sebetulnya APBN kita itu sdh 1600 an T masak nyisakan dikit untuk ngebangun 
> jembatan saja tidak bisa
>
> Sent by Liamsi's Mobile Phone
> ________________________________
> From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
> Date: Sat, 6 Oct 2012 06:39:26 +0700
> To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
> Subject: Re: [iagi-net-l] Diskusi panel jembatan Selat Sunda
> Terimakasih infonya Pak Eddy,
> Mungkin karena penyelenggaranya UI, dimana hanya UI dan UGM yg memiliki 
> Fakultas Geografi, sehingga mereka (UI) juga ingin mengunggulkan Fakultasnya 
> Geografinya. Barangkali saja yg akan dibahas sisi geografisnya (kependudukan 
> dan sisi sosiogeografinya) cmiiw.
>
> Sebenernya sisi yg dibahas dalam pembangunan jembatan selat Sunda ini banyak 
> sekali. Tidak hanya geologi. Seperti yg diberitahukan oleh Pak Ipranta, Ketua 
> Bid Kebencanaan PP IAGI. Pembahasan khusus geologi akan dibahas disitu.
>
> Salah satu pertanyaan sisi sosio kulturalnya adalah 'mengapa dibangun 
> jembatan, kenapa kok bukan diperbaharui dan ditingkatkan pelabuhan dan 
> pelayarannya ? Bukannya Indonesia negeri Maritim ?'
>
> Dari sisi geologi, kemarin sewaktu PIT di jogja dalam booth juga dipamerkan 
> riset geologi oleh Geologi Marine ttg lintasan seismic dangkal yg sudah 
> dianalisa. Saya dan Danny Hilman sempat berdiskusi lama di booth ini. Danny 
> concern adanya gawir curam yg dicurigai patahan. Tapi setelah saya tengok 
> seismic asli lainnya, gawir istu membatasi endapan2 hasil periodisitas 
> vulkanisme di daerah ini.
>
> Sangat menarik mengetahui geologi daerah ini, ada endapan vulkanik hasil 
> gunungapi dipantai barat Jawa, asik juga mempelajari geologi kuarter 'sub 
> aqueous'.
>
> Jadi saya kira bukannya geologi diabaikan tetapi konsen seminarnya mungkin 
> bukan kondisi bawah permukaan.
> Memang barangkali sentilan Pak Eddy ini menjadi satu ide utk IAGI ikut 
> mengadakan seminar atau talk khusus ttg jembatan selat Sunda. Apakah sudah 
> ada anggota IAGI yg siap materi utk kita diskusikan dalam panel diskusi ?
>
> Salam sukses !
> Rdp  
>
>
>
>
> On Sunday, October 7, 2012, Eddy Subroto <subr...@gc.itb.ac.id> wrote:
>> Mas Rovicky dan teman-teman anggota IAGI yang terhormat,
>>
>> Pagi tadi, saya mendapat undangan sbb.:
>> Universitas Indonesia dan Majalah GATRA dengan hormat mengundang Bapak
>> untuk menghadiri kegiatan DISKUSI PANEL JEMBATAN SELAT SUNDA "Karya Anak
>> Bangsa dan Peluang Pembangunan Antarpulau" yang akan dilaksanakan pada:
>>
>> Hari, Tanggal : Kamis, 11 Oktober 2012 pukul 08.00 - 15.30 WIB
>> Tempat          : Balai Sidang Universitas Indonesia, Depok-Jawa Barat*
>>
>> *Berikut kami lampirkan surat undangan, lembar konfirmasi, dan daftar
>> undangan.
>>
>> Yang menarik bagi saya, di daftar undangan ada kelompok asosiasi profesi
>> dan yang terundang adalah:
>> 1. Ikatan Ahli Transportasi
>> 2. Ikatan Ahli Perencana
>> 3. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
>> 4. Ikatan Ahli Konstruksi
>> 5. Ikatan Geografi Indonesia
>> 6. KADIN
>> 7. INKINDO
>>
>> Kok aneh ya IAGI tidak termasuk dalam daftar undangan. Pertanyaannya
>> apakah UI dan majalah Gatra tidak tahu peran ahli geologi? Lha kok mereka
>> malah mengundang orang geografi. Padahal yang sering muncul d

-- 
"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"

Kirim email ke