Pa Phi, 

Terimakasih sharingnya. Memang sih..., sebetulnya cukup banyak  negara 
berdaulat melakukan hal yg serupa dg Anggola.  Mereka betul2 menerapkan janji 
"akan mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan individu maupun 
kelompok" ...China first, singapura first dlsb, dan kemudian mengingatkan saya 
atas veto senat amerika ketika penjualan unocal kpd petrochina...yg akhirnya 
memenangkan chevron.

Di negri kita pun sebetulnya demikian....secara formal pemerintah selalu 
mencanangkan janji tsb, namun dalam prakteknya para oknum di pemerintahan yg 
didukung oleh pelaku bisnis liberal...terpaksa mendahulukan kepentingan 
individu maupun kelompok....

Para oknum dalam lembaga eksekutip, yudikatip maupun legislatif cendrung 
berprilaku demikian, akan mengalahkan kepentingan bangsa dg berbagai 
justifikasi. Saya pikir, inilah salah satu penyebab tidak majunya usaha bumn 
disamping jajaran oknum numdireksinya juga ikut korup dalam berpikir.

Semoga Tuhan YMK dapat menyelamatkan negri ini dari tangan2 kotor dan segera 
menyadarkan para oknum tsb dari jalan pikiran yg sesat.

Salam ...
(TA)








Sent from Samsung Galaxy NoteAchmad Luthfi <aluthfi...@gmail.com> wrote:Pak Ong 
Yth,

Terima kasih atas pencerahannya, teoritis sangat bagus apa yang dikemukakan Pak 
Ong, kalau kita berpikir "Indonesia First", bukan hanya Pendapatan Negara saja, 
tetapi termasuk melindungi Bangsanya, melindungi Sumberdaya alamnya (Tanah 
Airnya), mencerdaskan Bangsanya (Termasuk dalam mengelola lapangan Migas 
raksasa). Kalau konsep yang dipaparkan Pak Ong itu diterapkan di Blok Mahakam, 
maka kita kalah jauh dengan Negara seperti Angola dalam melindungi Sonangol 
untuk mendidik mencerdaskan Bangsa Angola berkiprah dalam Industri Perminyakan. 
Pengalaman Pertamina mengikuti tender (farm in) salah satu lapangan offshore di 
Angola yang dioperasikan oleh BP, lapangan ini dalam development phase dengan 
cadangan yang menarik, partner BP berniat dispose  sebagian interest share-nya, 
proses farm-out ini dilaksanakan melalui tender. Pertamina mengikuti tender 
ini, ternyata penawaran Pertamina paling menarik (paling tinggi dibanding 
competitornya). Apa yang terjadi setelah operator (BP) menyampaikan rekomendasi 
mitranya kepada Pemerintah Angola untuk memenangkan Pertamina, ternyata 
Pemerintah Angola memberikan "Right to Match" kepada Sonangol, dan Sonangol 
mengeksekusi dengan me-match tawaran Pertamina dalam bidding tersebut, finally 
Sonangol yang diputuskan farm-in di lapangan tersebut. Padahal Pertamina sudah 
menyiapkan dana untuk keperluan tersebut. Alangkah indahnya keputusan tersebut 
bagi Bangsa Angola, karena jelas sudah ada huge discovery dan sedang 
dikembangkan. Apa kita tidak bisa melakukan seperti Angola yang konon 
sosial-ekonominya lebih dibelakang Indonesia posisinya. Apa yang dilakukan oleh 
Angola dalam memproteksi sumberdaya alamnya juga dilakukan oleh negara maju 
seperti Norwegia. Kebetulan saya pernah belajar "Petroleum Policy and 
Administration" di Stavanger, Norwegia. Norwegia adalah Negara berfaham 
Sosialis dengan Sistem Kerajaan, maka prinsip liberal penerapannya paling 
buntut. MAAF KONSEP YANG DISAMPAIKAN PAK ONG TERSEBUT CONDONG KE NEOLIBERAL 
PADAHAL DASAR NEGARA KITA BUKAN NEGARA LIBERAL. Dalam sistim perminyakan 
Norwegia menggunakan "Tax and Royalty", operatorshipnya menggunakan sistim join 
operatorship dan ada periode transfer of operatorship. Norwegia tidak ingin 
hanya memetik Tax and Royalty saja tetapi ingin menguasai Dan mendapatkan 
keuntungan yang besar dari cadangan minyaknya. Caranya ? Disamping MEMPERKUAT 
STATOIL, NEGARA MELALUI ANGGARANNYA JUGA MELAKUKAN INVESTASI YANG DISEBUT SDFI 
(STATE DIRECT FINANCIAL INVESTMENT). MENTERI KEUANGAN NORWAY YANG MEMBERIKAN 
KULIAH WAKTU ITU MENGATAKAN "PRINSIPNYA KEUNTUNGAN KEKAYAAN ALAM NORWAY 
TERMASUK MINYAK BUMI TIDAK BOLEH DIBAWA LARI PIHAK ASING KE LUAR NORWAY, KARENA 
ITU PERUSAHAAN NORWAY DAN INVESTASI NEGARA HARUS MENGUASAI SEBAGAIAN BESAR 
LAPANGAN-LAPANGAN MINYAK YANG CADANGANNYA BAGUS. Sebagai Contoh Lapangan Troll 
yang konon kabarnya produksi gas-nya bisa memenuhi separuh kebutuhan Eropa 
Barat dan Utara selama 50 tahun, 76% dari kepemilikan lapangan oleh Pemerintah 
Norway diberikan kepada Statoil dan SDFI, sisanya yang 24% dimenangkan oleh 
Shell melalui tender.
Kembali ke Blok Mahakam, cara Angola dalam memproteksi sumberdaya migasnya Dan 
membesarkan Sonangol bisa diakomodasi. Untuk Blok Mahakam setelah 2017 
sepenuhnya menjadi hak Pemerintah, tenderkan saja Blok Mahakam dengan Pertamina 
diberikan "Right to Match", saya koq punya keyakinan Pertamina mampu melakukan 
"MATCHING" terhadap penawar tertinggi. Masak kita kalah Sama Angola dalam 
berprinsip "Angola First", begitu juga Norwy dalam mengimplementasikan "Norway 
First". Apakah kita mau berbeda dalam menerapkan prinsip "INDONESIA FIRST".....?
Maaf Pak Ong, kalau saya punya pendapat yang berbeda. Sedikitpun saya tidak 
bermaksud menggurui terutama dalam "INDONESIA FIRST".


Salam Hormat,
A. Luthfi

On Friday, October 19, 2012, Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id> wrote:
> Pak Luthfi,
>
>  
>
> Teman-teman IAGI harap jangan keliru, saya setuju extension Mahakam diberikan 
> kepada Pertamina. Saya juga tidak bisa lupakan jasa-jasa Pertamina. 
> Perusahaan dimana saya bekerja sebelumnya, PT Geoservices, didirikan tahun 
> 1971, bersama Durban Ardjo, dosen Tambang ITB, yang sekarang menjadi 
> Pres.Dir., dibesarkan oleh Pertamina. Siapa sih yang tidak bangga kalau 
> Pertamina bisa seperti Petronas, Petrobras, Pemex, SVPD, StatOil, dsb.
>
>  
>
> Tapi seperti yang pernah ditanyakan Pak Rovicky dan telah saya terangkan, 
> kita jangan berikan “at any price”. Kita jangan berikan blank cek. Harus ada 
> rambu-rambu. Prinsipnya Negara harus dapat keuntungan sebesar-besarnya. Untuk 
> ini kita perlu melakukan tender. Evaluasi tender berdasarkan NPV, yang 
> diterima Negara. Supaya risiko yang ditanggung negara kecil, kita masukkan 
> konsep cost recovery limit yang menjadi ciri khas suatu PSC. Selain itu, 
> Pertamina diberi preference, umpama 10%. Jadi Kalau Total waktu tender 
> memasukan NPV bagi Negara 100 dan Pertamina 90, maka blok diberikan kepada 
> Pertamina. Kalau Pertamina cuma memberikan NPV 85, ya diberikan ke Total.  
> Preference 10% diberikan untuk hal-hal yang tidak bisa diukur, seperti 
> nasionalism dan Indonesian content. Atau kalau merasa kurang, preference bisa 
> dinaikkan menjadi 20%. Tapi jangan “Pokoknya Pertamina”, nanti kalau bid 
> Pertamina cuma 10% dari bid Total bagaimana?
>
>  
>
> Prinisip business jangan diabaikan. Jangan diberikan ke Pertamina sebagai 
> hadiah. Harus ada kompetisi. Karena ada kompetisi, kemungkinan Pertamina 
> memasukkan tender dengan NPV 150 bagi Negara mengalahkan Total (100) dengan 
> telak. Dengan sistim tender, Pertamina committed untuk memberikan ke 
> Pemerintah 150. Demikian juga bagi Total. Karena tender, Total akan memasukan 
> the best price kalau ingin tetap di Indonesia. Alhasil, Pemerintah yang 
> diuntungkan. 
>
>  
>
> Salam sejahtera Pak Luthfi.
>
>  
>
> HL Ong 
>
>  
>
> From: Achmad Luthfi [mailto:aluthfi...@gmail.com]
> Sent: Thursday, October 18, 2012 8:57 AM
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Subject: RE: [iagi-net-l] Pertamina Acquire Petrodelta SA for USD 725 Million
>
>  
>
> Pak Ong dan teman-teman IAGi,
>
> Memang sebaiknya kita suspend dulu Bravo untuk Pertamina. Seperti telah 
> dipaparkan Pak Ong, bahwa Pertamina telah bermain di arena high risk dalam 
> ekspansi upstream (unorganic strategy/Pertamina term), dan berbagai 
> kegagalan-kegagalan telah dipaparkan Pak Ong juga. Kalau kita solid sebagai 
> bangsa dalam bernegara tentu tidak menginginkan BUMN seperti Pertamina 
> mengalami kegagalan beruntun dimasa datang, karena itu minta Blok Mahakam 
> bagi Pertamina adalah suatu yang mutlak perlu didukung oleh semua komponen 
> anak Bangsa. Mengapa ada komponen anak Bangsa lebih pro TOTAL mendapat 
> perpanjangan di Blok Mahakam ? Kurang peduli terhadap keinginan Pertamina 
> untuk mengelola Blok Mahakam, ini sama dengan membiarkan kekayaan alam kita 
> dirampok oleh Perusahaan Asing, sementara Kita membiarkan Pertamina berkelana 
> ke penjuru Buana menanam investasinya di High Risk Arena, kemungkinan gagal 
> lebih besar. Bisa dibayangkan bagaimana bodohnya kita sebagai Bangsa dalam 
> bernegara; Uang jutaan dollar Amrik milik Bangsa sendiri kita lempar ke luar 
> negeri yang kemungkinan total lost cukup besar, sementara keuntungan yang 
> besar mungkin milyaran dollar Amrik kita biarkan dikeruk Perusahaan Asing 
> seperti TOTAL, kita mengalami dua kali kerugian yang significant bahkan lebih.
> Pertamina punya dana besar, setelah minta Blok Mahakam sejak 2008 belum dapat 
> kepastian maka dana yang ada di Pertamina sebagai perusahaan dinilai perlu 
> diinvestasikan, akhirnya investasi jatuh ke Venezuela sementara Pertamina 
> juga hunting ke Kazastan sambil tetap berharap mendapat Mahakam. Disadari 
> dengan harga minyak yang tinggi tidak mudah untuk dapat membeli lapangan 
> dengan cadangan dan produksi yang besar.
> Memang susah dimengerti apa maunya sebagian kalangan bangsa kita, Blok 
> Mahakam dengan keuntungan dipelupuk mata tak tampak tetapi kerugian investasi 
> d lautan dibiarkan.
> HAYOOOO BANGUN BANGSAKU, WUJUDKAN LAGU CIPTAAN KOESBINI....... BAGIMU NEGERI 
> JIWA RAGA KAMI....
>>
>>
>> 2012/10/17 Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id>
>>
>> Pak Yanto dan teman-teman IAGI yang “pokoknya Pertamina”,
>>
>>  
>>
>> Saya melihat tiga alasan mengapa teman-teman di IAGI memberikan “bravo” 
>> kepada Pertamina dalam pembelian 38% dari saham Petrodelta SA, perusahaan 
>> E&P, Venezuela. Karena (1) keberaniannya, (2) punya cash $725 juta, atau (3) 
>> mengharapkan keuntungan besar dari pembelian ini?
>>
>>  
>>
>> Buat apa kita bangga kalau nantinya rugi. Jadi yang kita harapkan adalah 
>> keuntungan besar. Perusahaan yang menjual ke Pertamina, HNR Energia BV, 
>> adalah perusahaan swasta Belanda. Pasti dia jual kepada penawar yang 
>> tertinggi, mungkin saja lewat bidding. Dia jual dengan harga tsb. karena dia 
>> anggap ini menguntungkan baginya daripada kalau dia tahan. Dia juga punya 
>> alasan kuat kenapa mau dijual. Mungkin karena politik Chavez atau mungkin 
>> dia jenuh menghadapi peraturan di Venezuela, dll. Kebetulan perusahaan yang 
>> dipilih atau menang adalah Pertamina karena memberikan harga tertinggi. 
>> Mungkin juga HNR Energia BV adalah perusahaan TBK Belanda dan menjual di 
>> pasar stock exchange hingga semua orang bisa saja beli sahamnya; atau beli 
>> saham dari induknya, Harvest International Inc. Artinya beli saham bukan 
>> suatu “big deal”. Semua orang bisa. Yang pernah beli saham mengetahui bahwa 
>> harga saham seperti yo-yo, bisa naik dan bisa turun.
>>
>>  
>>
>> Dua contoh “kegagalan” yang terjadi baru-baru ini. Pertamina memberanikan 
>> diri bor dilaut dalam. Pertamina dengan partner StatOil ikut konsortium 
>> pemboran. Biaya bor diperkirakan sekitar $20-25 juta. Waktu gilirannya 
>> setelah dua tahun, biaya pemboran naik 3-4 kali. Padahal pemboran sekitarnya 
>> oleh perusahaan IOC semuanya gagal, tetapi Pertamina somehow tidak bisa 
>> mundur. Hasilnya negatif. Contoh  lain, tender di Papua, Pertamina 
>> berpartner dengan Shell dikalahkan. Protes ke ESDM, ditolak. Pemenang tender 
>> telah mengebor 10 well dan menghabiskan sekitar $70 juta. Hasil negatif. 
>> Pertamina lucky, padahal tadinya ngotot.  Memang eksplorasi jauh lebih 
>> tinggi risikonya dibandingkan Petrodelta yang melakukan explorasi dan 
>> produksi. Namun prinsipnya sama, pemenang tender blok migas belum bisa kita 
>> banggakan, belum tentu untung, kemungkinan untuk rugi besar. Memang kalau 
>> untung besar sekali.
>>
>>  
>>
>> Jadi belum waktunya kita bilang “Bravo” kepada Pertamina. Hanya “waktu” bisa 
>> ceritera apakah pembelian ini  menguntungkan atau merugikan. Kalau sekarang 
>> ingin memberikan “bravo” kepada Pertamina, sebaiknya dibatasi karena 
>> keberanianya dan karena punya cash; bukan karena keberhasilannya untuk 
>> mendapatkan keuntungan bagi Negara.
>>
>>  
>>
>> Maaf kalau pendapat saya berlainan dengan kebanyakan anggota IAGI. 
>>
>>  
>>
>> Salam,
>>
>>  

Kirim email ke