Pak Maaf Pak masih di Bali. Bukan dean yah says ikutnya Yusak Sent from IPad
On 19 Okt 2012, at 19:08, tambis...@yahoo.com wrote: > Pak Yusak, > Terimakasih banyak koreksinya... Besok ikutan kah explorationist di Pangkalan > Jati ? > > Salam,.... > Sent from my BlackBerry® > powered by Sinyal Kuat INDOSAT > From: Yusak <bgamp...@yahoo.com> > Date: Fri, 19 Oct 2012 18:59:37 +0800 > To: <iagi-net@iagi.or.id><iagi-net@iagi.or.id> > ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> > Subject: Re: Bls: [iagi-net-l] Pertamina Acquire Petrodelta SA for USD 725 > Million > > Pak TA > Koreksi dikit CNOOC Bukan Petrochina > Yusak > > > Sent from IPad > > > On 19 Okt 2012, at 18:48, tambismar <tambis...@yahoo.com> wrote: > >> Pa Phi, >> >> Terimakasih sharingnya. Memang sih..., sebetulnya cukup banyak negara >> berdaulat melakukan hal yg serupa dg Anggola. Mereka betul2 menerapkan >> janji "akan mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan individu >> maupun kelompok" ...China first, singapura first dlsb, dan kemudian >> mengingatkan saya atas veto senat amerika ketika penjualan unocal kpd >> petrochina...yg akhirnya memenangkan chevron. >> >> Di negri kita pun sebetulnya demikian....secara formal pemerintah selalu >> mencanangkan janji tsb, namun dalam prakteknya para oknum di pemerintahan yg >> didukung oleh pelaku bisnis liberal...terpaksa mendahulukan kepentingan >> individu maupun kelompok.... >> >> Para oknum dalam lembaga eksekutip, yudikatip maupun legislatif cendrung >> berprilaku demikian, akan mengalahkan kepentingan bangsa dg berbagai >> justifikasi. Saya pikir, inilah salah satu penyebab tidak majunya usaha bumn >> disamping jajaran oknum numdireksinya juga ikut korup dalam berpikir. >> >> Semoga Tuhan YMK dapat menyelamatkan negri ini dari tangan2 kotor dan segera >> menyadarkan para oknum tsb dari jalan pikiran yg sesat. >> >> Salam ... >> (TA) >> >> >> >> >> >> >> >> >> Sent from Samsung Galaxy Note >> >> Achmad Luthfi <aluthfi...@gmail.com> wrote: >> Pak Ong Yth, >> >> Terima kasih atas pencerahannya, teoritis sangat bagus apa yang dikemukakan >> Pak Ong, kalau kita berpikir "Indonesia First", bukan hanya Pendapatan >> Negara saja, tetapi termasuk melindungi Bangsanya, melindungi Sumberdaya >> alamnya (Tanah Airnya), mencerdaskan Bangsanya (Termasuk dalam mengelola >> lapangan Migas raksasa). Kalau konsep yang dipaparkan Pak Ong itu diterapkan >> di Blok Mahakam, maka kita kalah jauh dengan Negara seperti Angola dalam >> melindungi Sonangol untuk mendidik mencerdaskan Bangsa Angola berkiprah >> dalam Industri Perminyakan. Pengalaman Pertamina mengikuti tender (farm in) >> salah satu lapangan offshore di Angola yang dioperasikan oleh BP, lapangan >> ini dalam development phase dengan cadangan yang menarik, partner BP berniat >> dispose sebagian interest share-nya, proses farm-out ini dilaksanakan >> melalui tender. Pertamina mengikuti tender ini, ternyata penawaran Pertamina >> paling menarik (paling tinggi dibanding competitornya). Apa yang terjadi >> setelah operator (BP) menyampaikan rekomendasi mitranya kepada Pemerintah >> Angola untuk memenangkan Pertamina, ternyata Pemerintah Angola memberikan >> "Right to Match" kepada Sonangol, dan Sonangol mengeksekusi dengan me-match >> tawaran Pertamina dalam bidding tersebut, finally Sonangol yang diputuskan >> farm-in di lapangan tersebut. Padahal Pertamina sudah menyiapkan dana untuk >> keperluan tersebut. Alangkah indahnya keputusan tersebut bagi Bangsa Angola, >> karena jelas sudah ada huge discovery dan sedang dikembangkan. Apa kita >> tidak bisa melakukan seperti Angola yang konon sosial-ekonominya lebih >> dibelakang Indonesia posisinya. Apa yang dilakukan oleh Angola dalam >> memproteksi sumberdaya alamnya juga dilakukan oleh negara maju seperti >> Norwegia. Kebetulan saya pernah belajar "Petroleum Policy and >> Administration" di Stavanger, Norwegia. Norwegia adalah Negara berfaham >> Sosialis dengan Sistem Kerajaan, maka prinsip liberal penerapannya paling >> buntut. MAAF KONSEP YANG DISAMPAIKAN PAK ONG TERSEBUT CONDONG KE NEOLIBERAL >> PADAHAL DASAR NEGARA KITA BUKAN NEGARA LIBERAL. Dalam sistim perminyakan >> Norwegia menggunakan "Tax and Royalty", operatorshipnya menggunakan sistim >> join operatorship dan ada periode transfer of operatorship. Norwegia tidak >> ingin hanya memetik Tax and Royalty saja tetapi ingin menguasai Dan >> mendapatkan keuntungan yang besar dari cadangan minyaknya. Caranya ? >> Disamping MEMPERKUAT STATOIL, NEGARA MELALUI ANGGARANNYA JUGA MELAKUKAN >> INVESTASI YANG DISEBUT SDFI (STATE DIRECT FINANCIAL INVESTMENT). MENTERI >> KEUANGAN NORWAY YANG MEMBERIKAN KULIAH WAKTU ITU MENGATAKAN "PRINSIPNYA >> KEUNTUNGAN KEKAYAAN ALAM NORWAY TERMASUK MINYAK BUMI TIDAK BOLEH DIBAWA LARI >> PIHAK ASING KE LUAR NORWAY, KARENA ITU PERUSAHAAN NORWAY DAN INVESTASI >> NEGARA HARUS MENGUASAI SEBAGAIAN BESAR LAPANGAN-LAPANGAN MINYAK YANG >> CADANGANNYA BAGUS. Sebagai Contoh Lapangan Troll yang konon kabarnya >> produksi gas-nya bisa memenuhi separuh kebutuhan Eropa Barat dan Utara >> selama 50 tahun, 76% dari kepemilikan lapangan oleh Pemerintah Norway >> diberikan kepada Statoil dan SDFI, sisanya yang 24% dimenangkan oleh Shell >> melalui tender. >> Kembali ke Blok Mahakam, cara Angola dalam memproteksi sumberdaya migasnya >> Dan membesarkan Sonangol bisa diakomodasi. Untuk Blok Mahakam setelah 2017 >> sepenuhnya menjadi hak Pemerintah, tenderkan saja Blok Mahakam dengan >> Pertamina diberikan "Right to Match", saya koq punya keyakinan Pertamina >> mampu melakukan "MATCHING" terhadap penawar tertinggi. Masak kita kalah Sama >> Angola dalam berprinsip "Angola First", begitu juga Norwy dalam >> mengimplementasikan "Norway First". Apakah kita mau berbeda dalam menerapkan >> prinsip "INDONESIA FIRST".....? >> Maaf Pak Ong, kalau saya punya pendapat yang berbeda. Sedikitpun saya tidak >> bermaksud menggurui terutama dalam "INDONESIA FIRST". >> >> >> Salam Hormat, >> A. Luthfi >> >> On Friday, October 19, 2012, Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id> wrote: >> > Pak Luthfi, >> > >> > >> > >> > Teman-teman IAGI harap jangan keliru, saya setuju extension Mahakam >> > diberikan kepada Pertamina. Saya juga tidak bisa lupakan jasa-jasa >> > Pertamina. Perusahaan dimana saya bekerja sebelumnya, PT Geoservices, >> > didirikan tahun 1971, bersama Durban Ardjo, dosen Tambang ITB, yang >> > sekarang menjadi Pres.Dir., dibesarkan oleh Pertamina. Siapa sih yang >> > tidak bangga kalau Pertamina bisa seperti Petronas, Petrobras, Pemex, >> > SVPD, StatOil, dsb. >> > >> > >> > >> > Tapi seperti yang pernah ditanyakan Pak Rovicky dan telah saya terangkan, >> > kita jangan berikan “at any price”. Kita jangan berikan blank cek. Harus >> > ada rambu-rambu. Prinsipnya Negara harus dapat keuntungan >> > sebesar-besarnya. Untuk ini kita perlu melakukan tender. Evaluasi tender >> > berdasarkan NPV, yang diterima Negara. Supaya risiko yang ditanggung >> > negara kecil, kita masukkan konsep cost recovery limit yang menjadi ciri >> > khas suatu PSC. Selain itu, Pertamina diberi preference, umpama 10%. Jadi >> > Kalau Total waktu tender memasukan NPV bagi Negara 100 dan Pertamina 90, >> > maka blok diberikan kepada Pertamina. Kalau Pertamina cuma memberikan NPV >> > 85, ya diberikan ke Total. Preference 10% diberikan untuk hal-hal yang >> > tidak bisa diukur, seperti nasionalism dan Indonesian content. Atau kalau >> > merasa kurang, preference bisa dinaikkan menjadi 20%. Tapi jangan >> > “Pokoknya Pertamina”, nanti kalau bid Pertamina cuma 10% dari bid Total >> > bagaimana? >> > >> > >> > >> > Prinisip business jangan diabaikan. Jangan diberikan ke Pertamina sebagai >> > hadiah. Harus ada kompetisi. Karena ada kompetisi, kemungkinan Pertamina >> > memasukkan tender dengan NPV 150 bagi Negara mengalahkan Total (100) >> > dengan telak. Dengan sistim tender, Pertamina committed untuk memberikan >> > ke Pemerintah 150. Demikian juga bagi Total. Karena tender, Total akan >> > memasukan the best price kalau ingin tetap di Indonesia. Alhasil, >> > Pemerintah yang diuntungkan. >> > >> > >> > >> > Salam sejahtera Pak Luthfi. >> > >> > >> > >> > HL Ong >> > >> > >> > >> > From: Achmad Luthfi [mailto:aluthfi...@gmail.com] >> > Sent: Thursday, October 18, 2012 8:57 AM >> > To: iagi-net@iagi.or.id >> > Subject: RE: [iagi-net-l] Pertamina Acquire Petrodelta SA for USD 725 >> > Million >> > >> > >> > >> > Pak Ong dan teman-teman IAGi, >> > >> > Memang sebaiknya kita suspend dulu Bravo untuk Pertamina. Seperti telah >> > dipaparkan Pak Ong, bahwa Pertamina telah bermain di arena high risk dalam >> > ekspansi upstream (unorganic strategy/Pertamina term), dan berbagai >> > kegagalan-kegagalan telah dipaparkan Pak Ong juga. Kalau kita solid >> > sebagai bangsa dalam bernegara tentu tidak menginginkan BUMN seperti >> > Pertamina mengalami kegagalan beruntun dimasa datang, karena itu minta >> > Blok Mahakam bagi Pertamina adalah suatu yang mutlak perlu didukung oleh >> > semua komponen anak Bangsa. Mengapa ada komponen anak Bangsa lebih pro >> > TOTAL mendapat perpanjangan di Blok Mahakam ? Kurang peduli terhadap >> > keinginan Pertamina untuk mengelola Blok Mahakam, ini sama dengan >> > membiarkan kekayaan alam kita dirampok oleh Perusahaan Asing, sementara >> > Kita membiarkan Pertamina berkelana ke penjuru Buana menanam investasinya >> > di High Risk Arena, kemungkinan gagal lebih besar. Bisa dibayangkan >> > bagaimana bodohnya kita sebagai Bangsa dalam bernegara; Uang jutaan dollar >> > Amrik milik Bangsa sendiri kita lempar ke luar negeri yang kemungkinan >> > total lost cukup besar, sementara keuntungan yang besar mungkin milyaran >> > dollar Amrik kita biarkan dikeruk Perusahaan Asing seperti TOTAL, kita >> > mengalami dua kali kerugian yang significant bahkan lebih. >> > Pertamina punya dana besar, setelah minta Blok Mahakam sejak 2008 belum >> > dapat kepastian maka dana yang ada di Pertamina sebagai perusahaan dinilai >> > perlu diinvestasikan, akhirnya investasi jatuh ke Venezuela sementara >> > Pertamina juga hunting ke Kazastan sambil tetap berharap mendapat Mahakam. >> > Disadari dengan harga minyak yang tinggi tidak mudah untuk dapat membeli >> > lapangan dengan cadangan dan produksi yang besar. >> > Memang susah dimengerti apa maunya sebagian kalangan bangsa kita, Blok >> > Mahakam dengan keuntungan dipelupuk mata tak tampak tetapi kerugian >> > investasi d lautan dibiarkan. >> > HAYOOOO BANGUN BANGSAKU, WUJUDKAN LAGU CIPTAAN KOESBINI....... BAGIMU >> > NEGERI JIWA RAGA KAMI.... >> >> >> >> >> >> 2012/10/17 Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id> >> >> >> >> Pak Yanto dan teman-teman IAGI yang “pokoknya Pertamina”, >> >> >> >> >> >> >> >> Saya melihat tiga alasan mengapa teman-teman di IAGI memberikan “bravo” >> >> kepada Pertamina dalam pembelian 38% dari saham Petrodelta SA, perusahaan >> >> E&P, Venezuela. Karena (1) keberaniannya, (2) punya cash $725 juta, atau >> >> (3) mengharapkan keuntungan besar dari pembelian ini? >> >> >> >> >> >> >> >> Buat apa kita bangga kalau nantinya rugi. Jadi yang kita harapkan adalah >> >> keuntungan besar. Perusahaan yang menjual ke Pertamina, HNR Energia BV, >> >> adalah perusahaan swasta Belanda. Pasti dia jual kepada penawar yang >> >> tertinggi, mungkin saja lewat bidding. Dia jual dengan harga tsb. karena >> >> dia anggap ini menguntungkan baginya daripada kalau dia tahan. Dia juga >> >> punya alasan kuat kenapa mau dijual. Mungkin karena politik Chavez atau >> >> mungkin dia jenuh menghadapi peraturan di Venezuela, dll. Kebetulan >> >> perusahaan yang dipilih atau menang adalah Pertamina karena memberikan >> >> harga tertinggi. Mungkin juga HNR Energia BV adalah perusahaan TBK >> >> Belanda dan menjual di pasar stock exchange hingga semua orang bisa saja >> >> beli sahamnya; atau beli saham dari induknya, Harvest International Inc. >> >> Artinya beli saham bukan suatu “big deal”. Semua orang bisa. Yang pernah >> >> beli saham mengetahui bahwa harga saham seperti yo-yo, bisa naik dan bisa >> >> turun. >> >> >> >> >> >> >> >> Dua contoh “kegagalan” yang terjadi baru-baru ini. Pertamina memberanikan >> >> diri bor dilaut dalam. Pertamina dengan partner StatOil ikut konsortium >> >> pemboran. Biaya bor diperkirakan sekitar $20-25 juta. Waktu gilirannya >> >> setelah dua tahun, biaya pemboran naik 3-4 kali. Padahal pemboran >> >> sekitarnya oleh perusahaan IOC semuanya gagal, tetapi Pertamina somehow >> >> tidak bisa mundur. Hasilnya negatif. Contoh lain, tender di Papua, >> >> Pertamina berpartner dengan Shell dikalahkan. Protes ke ESDM, ditolak. >> >> Pemenang tender telah mengebor 10 well dan menghabiskan sekitar $70 juta. >> >> Hasil negatif. Pertamina lucky, padahal tadinya ngotot. Memang >> >> eksplorasi jauh lebih tinggi risikonya dibandingkan Petrodelta yang >> >> melakukan explorasi dan produksi. Namun prinsipnya sama, pemenang tender >> >> blok migas belum bisa kita banggakan, belum tentu untung, kemungkinan >> >> untuk rugi besar. Memang kalau untung besar sekali. >> >> >> >> >> >> >> >> Jadi belum waktunya kita bilang “Bravo” kepada Pertamina. Hanya “waktu” >> >> bisa ceritera apakah pembelian ini menguntungkan atau merugikan. Kalau >> >> sekarang ingin memberikan “bravo” kepada Pertamina, sebaiknya dibatasi >> >> karena keberanianya dan karena punya cash; bukan karena keberhasilannya >> >> untuk mendapatkan keuntungan bagi Negara. >> >> >> >> >> >> >> >> Maaf kalau pendapat saya berlainan dengan kebanyakan anggota IAGI. >> >> >> >> >> >> >> >> Salam, >> >> >> >>