Pak TA
Koreksi dikit CNOOC Bukan Petrochina
Yusak

Sent from IPad


On 19 Okt 2012, at 18:48, tambismar <tambis...@yahoo.com> wrote:

> Pa Phi, 
> 
> Terimakasih sharingnya. Memang sih..., sebetulnya cukup banyak  negara 
> berdaulat melakukan hal yg serupa dg Anggola.  Mereka betul2 menerapkan janji 
> "akan mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan individu maupun 
> kelompok" ...China first, singapura first dlsb, dan kemudian mengingatkan 
> saya atas veto senat amerika ketika penjualan unocal kpd petrochina...yg 
> akhirnya memenangkan chevron.
> 
> Di negri kita pun sebetulnya demikian....secara formal pemerintah selalu 
> mencanangkan janji tsb, namun dalam prakteknya para oknum di pemerintahan yg 
> didukung oleh pelaku bisnis liberal...terpaksa mendahulukan kepentingan 
> individu maupun kelompok....
> 
> Para oknum dalam lembaga eksekutip, yudikatip maupun legislatif cendrung 
> berprilaku demikian, akan mengalahkan kepentingan bangsa dg berbagai 
> justifikasi. Saya pikir, inilah salah satu penyebab tidak majunya usaha bumn 
> disamping jajaran oknum numdireksinya juga ikut korup dalam berpikir.
> 
> Semoga Tuhan YMK dapat menyelamatkan negri ini dari tangan2 kotor dan segera 
> menyadarkan para oknum tsb dari jalan pikiran yg sesat.
> 
> Salam ...
> (TA)
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Sent from Samsung Galaxy Note
> 
> Achmad Luthfi <aluthfi...@gmail.com> wrote:
> Pak Ong Yth,
> 
> Terima kasih atas pencerahannya, teoritis sangat bagus apa yang dikemukakan 
> Pak Ong, kalau kita berpikir "Indonesia First", bukan hanya Pendapatan Negara 
> saja, tetapi termasuk melindungi Bangsanya, melindungi Sumberdaya alamnya 
> (Tanah Airnya), mencerdaskan Bangsanya (Termasuk dalam mengelola lapangan 
> Migas raksasa). Kalau konsep yang dipaparkan Pak Ong itu diterapkan di Blok 
> Mahakam, maka kita kalah jauh dengan Negara seperti Angola dalam melindungi 
> Sonangol untuk mendidik mencerdaskan Bangsa Angola berkiprah dalam Industri 
> Perminyakan. Pengalaman Pertamina mengikuti tender (farm in) salah satu 
> lapangan offshore di Angola yang dioperasikan oleh BP, lapangan ini dalam 
> development phase dengan cadangan yang menarik, partner BP berniat dispose  
> sebagian interest share-nya, proses farm-out ini dilaksanakan melalui tender. 
> Pertamina mengikuti tender ini, ternyata penawaran Pertamina paling menarik 
> (paling tinggi dibanding competitornya). Apa yang terjadi setelah operator 
> (BP) menyampaikan rekomendasi mitranya kepada Pemerintah Angola untuk 
> memenangkan Pertamina, ternyata Pemerintah Angola memberikan "Right to Match" 
> kepada Sonangol, dan Sonangol mengeksekusi dengan me-match tawaran Pertamina 
> dalam bidding tersebut, finally Sonangol yang diputuskan farm-in di lapangan 
> tersebut. Padahal Pertamina sudah menyiapkan dana untuk keperluan tersebut. 
> Alangkah indahnya keputusan tersebut bagi Bangsa Angola, karena jelas sudah 
> ada huge discovery dan sedang dikembangkan. Apa kita tidak bisa melakukan 
> seperti Angola yang konon sosial-ekonominya lebih dibelakang Indonesia 
> posisinya. Apa yang dilakukan oleh Angola dalam memproteksi sumberdaya 
> alamnya juga dilakukan oleh negara maju seperti Norwegia. Kebetulan saya 
> pernah belajar "Petroleum Policy and Administration" di Stavanger, Norwegia. 
> Norwegia adalah Negara berfaham Sosialis dengan Sistem Kerajaan, maka prinsip 
> liberal penerapannya paling buntut. MAAF KONSEP YANG DISAMPAIKAN PAK ONG 
> TERSEBUT CONDONG KE NEOLIBERAL PADAHAL DASAR NEGARA KITA BUKAN NEGARA 
> LIBERAL. Dalam sistim perminyakan Norwegia menggunakan "Tax and Royalty", 
> operatorshipnya menggunakan sistim join operatorship dan ada periode transfer 
> of operatorship. Norwegia tidak ingin hanya memetik Tax and Royalty saja 
> tetapi ingin menguasai Dan mendapatkan keuntungan yang besar dari cadangan 
> minyaknya. Caranya ? Disamping MEMPERKUAT STATOIL, NEGARA MELALUI ANGGARANNYA 
> JUGA MELAKUKAN INVESTASI YANG DISEBUT SDFI (STATE DIRECT FINANCIAL 
> INVESTMENT). MENTERI KEUANGAN NORWAY YANG MEMBERIKAN KULIAH WAKTU ITU 
> MENGATAKAN "PRINSIPNYA KEUNTUNGAN KEKAYAAN ALAM NORWAY TERMASUK MINYAK BUMI 
> TIDAK BOLEH DIBAWA LARI PIHAK ASING KE LUAR NORWAY, KARENA ITU PERUSAHAAN 
> NORWAY DAN INVESTASI NEGARA HARUS MENGUASAI SEBAGAIAN BESAR LAPANGAN-LAPANGAN 
> MINYAK YANG CADANGANNYA BAGUS. Sebagai Contoh Lapangan Troll yang konon 
> kabarnya produksi gas-nya bisa memenuhi separuh kebutuhan Eropa Barat dan 
> Utara selama 50 tahun, 76% dari kepemilikan lapangan oleh Pemerintah Norway 
> diberikan kepada Statoil dan SDFI, sisanya yang 24% dimenangkan oleh Shell 
> melalui tender.
> Kembali ke Blok Mahakam, cara Angola dalam memproteksi sumberdaya migasnya 
> Dan membesarkan Sonangol bisa diakomodasi. Untuk Blok Mahakam setelah 2017 
> sepenuhnya menjadi hak Pemerintah, tenderkan saja Blok Mahakam dengan 
> Pertamina diberikan "Right to Match", saya koq punya keyakinan Pertamina 
> mampu melakukan "MATCHING" terhadap penawar tertinggi. Masak kita kalah Sama 
> Angola dalam berprinsip "Angola First", begitu juga Norwy dalam 
> mengimplementasikan "Norway First". Apakah kita mau berbeda dalam menerapkan 
> prinsip "INDONESIA FIRST".....?
> Maaf Pak Ong, kalau saya punya pendapat yang berbeda. Sedikitpun saya tidak 
> bermaksud menggurui terutama dalam "INDONESIA FIRST".
> 
> 
> Salam Hormat,
> A. Luthfi
> 
> On Friday, October 19, 2012, Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id> wrote:
> > Pak Luthfi,
> >
> >  
> >
> > Teman-teman IAGI harap jangan keliru, saya setuju extension Mahakam 
> > diberikan kepada Pertamina. Saya juga tidak bisa lupakan jasa-jasa 
> > Pertamina. Perusahaan dimana saya bekerja sebelumnya, PT Geoservices, 
> > didirikan tahun 1971, bersama Durban Ardjo, dosen Tambang ITB, yang 
> > sekarang menjadi Pres.Dir., dibesarkan oleh Pertamina. Siapa sih yang tidak 
> > bangga kalau Pertamina bisa seperti Petronas, Petrobras, Pemex, SVPD, 
> > StatOil, dsb.
> >
> >  
> >
> > Tapi seperti yang pernah ditanyakan Pak Rovicky dan telah saya terangkan, 
> > kita jangan berikan “at any price”. Kita jangan berikan blank cek. Harus 
> > ada rambu-rambu. Prinsipnya Negara harus dapat keuntungan sebesar-besarnya. 
> > Untuk ini kita perlu melakukan tender. Evaluasi tender berdasarkan NPV, 
> > yang diterima Negara. Supaya risiko yang ditanggung negara kecil, kita 
> > masukkan konsep cost recovery limit yang menjadi ciri khas suatu PSC. 
> > Selain itu, Pertamina diberi preference, umpama 10%. Jadi Kalau Total waktu 
> > tender memasukan NPV bagi Negara 100 dan Pertamina 90, maka blok diberikan 
> > kepada Pertamina. Kalau Pertamina cuma memberikan NPV 85, ya diberikan ke 
> > Total.  Preference 10% diberikan untuk hal-hal yang tidak bisa diukur, 
> > seperti nasionalism dan Indonesian content. Atau kalau merasa kurang, 
> > preference bisa dinaikkan menjadi 20%. Tapi jangan “Pokoknya Pertamina”, 
> > nanti kalau bid Pertamina cuma 10% dari bid Total bagaimana?
> >
> >  
> >
> > Prinisip business jangan diabaikan. Jangan diberikan ke Pertamina sebagai 
> > hadiah. Harus ada kompetisi. Karena ada kompetisi, kemungkinan Pertamina 
> > memasukkan tender dengan NPV 150 bagi Negara mengalahkan Total (100) dengan 
> > telak. Dengan sistim tender, Pertamina committed untuk memberikan ke 
> > Pemerintah 150. Demikian juga bagi Total. Karena tender, Total akan 
> > memasukan the best price kalau ingin tetap di Indonesia. Alhasil, 
> > Pemerintah yang diuntungkan. 
> >
> >  
> >
> > Salam sejahtera Pak Luthfi.
> >
> >  
> >
> > HL Ong 
> >
> >  
> >
> > From: Achmad Luthfi [mailto:aluthfi...@gmail.com]
> > Sent: Thursday, October 18, 2012 8:57 AM
> > To: iagi-net@iagi.or.id
> > Subject: RE: [iagi-net-l] Pertamina Acquire Petrodelta SA for USD 725 
> > Million
> >
> >  
> >
> > Pak Ong dan teman-teman IAGi,
> >
> > Memang sebaiknya kita suspend dulu Bravo untuk Pertamina. Seperti telah 
> > dipaparkan Pak Ong, bahwa Pertamina telah bermain di arena high risk dalam 
> > ekspansi upstream (unorganic strategy/Pertamina term), dan berbagai 
> > kegagalan-kegagalan telah dipaparkan Pak Ong juga. Kalau kita solid sebagai 
> > bangsa dalam bernegara tentu tidak menginginkan BUMN seperti Pertamina 
> > mengalami kegagalan beruntun dimasa datang, karena itu minta Blok Mahakam 
> > bagi Pertamina adalah suatu yang mutlak perlu didukung oleh semua komponen 
> > anak Bangsa. Mengapa ada komponen anak Bangsa lebih pro TOTAL mendapat 
> > perpanjangan di Blok Mahakam ? Kurang peduli terhadap keinginan Pertamina 
> > untuk mengelola Blok Mahakam, ini sama dengan membiarkan kekayaan alam kita 
> > dirampok oleh Perusahaan Asing, sementara Kita membiarkan Pertamina 
> > berkelana ke penjuru Buana menanam investasinya di High Risk Arena, 
> > kemungkinan gagal lebih besar. Bisa dibayangkan bagaimana bodohnya kita 
> > sebagai Bangsa dalam bernegara; Uang jutaan dollar Amrik milik Bangsa 
> > sendiri kita lempar ke luar negeri yang kemungkinan total lost cukup besar, 
> > sementara keuntungan yang besar mungkin milyaran dollar Amrik kita biarkan 
> > dikeruk Perusahaan Asing seperti TOTAL, kita mengalami dua kali kerugian 
> > yang significant bahkan lebih.
> > Pertamina punya dana besar, setelah minta Blok Mahakam sejak 2008 belum 
> > dapat kepastian maka dana yang ada di Pertamina sebagai perusahaan dinilai 
> > perlu diinvestasikan, akhirnya investasi jatuh ke Venezuela sementara 
> > Pertamina juga hunting ke Kazastan sambil tetap berharap mendapat Mahakam. 
> > Disadari dengan harga minyak yang tinggi tidak mudah untuk dapat membeli 
> > lapangan dengan cadangan dan produksi yang besar.
> > Memang susah dimengerti apa maunya sebagian kalangan bangsa kita, Blok 
> > Mahakam dengan keuntungan dipelupuk mata tak tampak tetapi kerugian 
> > investasi d lautan dibiarkan.
> > HAYOOOO BANGUN BANGSAKU, WUJUDKAN LAGU CIPTAAN KOESBINI....... BAGIMU 
> > NEGERI JIWA RAGA KAMI....
> >>
> >>
> >> 2012/10/17 Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id>
> >>
> >> Pak Yanto dan teman-teman IAGI yang “pokoknya Pertamina”,
> >>
> >>  
> >>
> >> Saya melihat tiga alasan mengapa teman-teman di IAGI memberikan “bravo” 
> >> kepada Pertamina dalam pembelian 38% dari saham Petrodelta SA, perusahaan 
> >> E&P, Venezuela. Karena (1) keberaniannya, (2) punya cash $725 juta, atau 
> >> (3) mengharapkan keuntungan besar dari pembelian ini?
> >>
> >>  
> >>
> >> Buat apa kita bangga kalau nantinya rugi. Jadi yang kita harapkan adalah 
> >> keuntungan besar. Perusahaan yang menjual ke Pertamina, HNR Energia BV, 
> >> adalah perusahaan swasta Belanda. Pasti dia jual kepada penawar yang 
> >> tertinggi, mungkin saja lewat bidding. Dia jual dengan harga tsb. karena 
> >> dia anggap ini menguntungkan baginya daripada kalau dia tahan. Dia juga 
> >> punya alasan kuat kenapa mau dijual. Mungkin karena politik Chavez atau 
> >> mungkin dia jenuh menghadapi peraturan di Venezuela, dll. Kebetulan 
> >> perusahaan yang dipilih atau menang adalah Pertamina karena memberikan 
> >> harga tertinggi. Mungkin juga HNR Energia BV adalah perusahaan TBK Belanda 
> >> dan menjual di pasar stock exchange hingga semua orang bisa saja beli 
> >> sahamnya; atau beli saham dari induknya, Harvest International Inc. 
> >> Artinya beli saham bukan suatu “big deal”. Semua orang bisa. Yang pernah 
> >> beli saham mengetahui bahwa harga saham seperti yo-yo, bisa naik dan bisa 
> >> turun.
> >>
> >>  
> >>
> >> Dua contoh “kegagalan” yang terjadi baru-baru ini. Pertamina memberanikan 
> >> diri bor dilaut dalam. Pertamina dengan partner StatOil ikut konsortium 
> >> pemboran. Biaya bor diperkirakan sekitar $20-25 juta. Waktu gilirannya 
> >> setelah dua tahun, biaya pemboran naik 3-4 kali. Padahal pemboran 
> >> sekitarnya oleh perusahaan IOC semuanya gagal, tetapi Pertamina somehow 
> >> tidak bisa mundur. Hasilnya negatif. Contoh  lain, tender di Papua, 
> >> Pertamina berpartner dengan Shell dikalahkan. Protes ke ESDM, ditolak. 
> >> Pemenang tender telah mengebor 10 well dan menghabiskan sekitar $70 juta. 
> >> Hasil negatif. Pertamina lucky, padahal tadinya ngotot.  Memang eksplorasi 
> >> jauh lebih tinggi risikonya dibandingkan Petrodelta yang melakukan 
> >> explorasi dan produksi. Namun prinsipnya sama, pemenang tender blok migas 
> >> belum bisa kita banggakan, belum tentu untung, kemungkinan untuk rugi 
> >> besar. Memang kalau untung besar sekali.
> >>
> >>  
> >>
> >> Jadi belum waktunya kita bilang “Bravo” kepada Pertamina. Hanya “waktu” 
> >> bisa ceritera apakah pembelian ini  menguntungkan atau merugikan. Kalau 
> >> sekarang ingin memberikan “bravo” kepada Pertamina, sebaiknya dibatasi 
> >> karena keberanianya dan karena punya cash; bukan karena keberhasilannya 
> >> untuk mendapatkan keuntungan bagi Negara.
> >>
> >>  
> >>
> >> Maaf kalau pendapat saya berlainan dengan kebanyakan anggota IAGI. 
> >>
> >>  
> >>
> >> Salam,
> >>
> >>  

Kirim email ke